Rabu, 30 Mei 2012

Filosofi Ibadah Haji

Oleh : Aji Setiawan
Ketika tulisan ini dibuat, jamaah haji dari berbagai penjuru dunia tengah menuju ke Mekkah dan Madinah untuk menunaikan Ibadah Haji. Begitu sampai, mereka langsung berniat ihrom. Seseorang yang ingin berikhrom setelah memasuki miqot, hendaknya mengenakan pakaian ikhrom terlebih dahulu.
Bagi laki-laki yaitu memakai dua helai kain yang tidak berjahit, sehelai untuk menutupi auratnya (antara pusar dan lutut) dan sehelai yang lain untuk selendang dan sunnah memakai dua kain warna putih. Sedangkan bagi kaum perempuan, pakaian ikhrom itu harus menutupi semua auratnya kecuali muka dan dua telapak tangan, sebagaimana dipakai di waktu sholat.
Perlambang di atas menandakan bagi setiap jamaah haji untuk menanggalkan sifat kebinatangannya. Seperti ular, mereka harus mencampakan kulit lama mereka agar menjalani kehidupan yang baru. Baju-baju kebesaran yang sering mempertontonkan kepongahan, harus dilepaskan. Lambang status sosial harus dikubur dalam-dalam lubang bumi. Sebagai ganti , mereka memakai kain ikhram yang berwarna putih serupa kain kafan, pakaian seragam yang akan dibawa nanti ketika kembali ke kampung halaman. “Kini mereka harus menjadi manusia lagi. Manusia yang menyerap seluruh potensi asma Allah.
Di Miqat, dengan menggunakan dua helai pakaian berwarna putih-putih sebagaimana yang membalut tubuh ketika mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini, seorang yang melaksanakan ibadah haji seharusnya diperngaruhi oleh pakaian ini. Ia merasakan kelemahan dan keterbatasannya serta pertanggungjawaban yang akan ia tunaikan di hadapan Alloh SWT. Dengan mengenakan pakaian ikhram, maka sejumlah larangan harus di indahkan oleh pelaku ibadah haji.
Kini masuklah ke rumah Allah SWT. Ka’bah yang dikunjungi mengandung pelajaran yang amat berharga dari segi kemanusian. Di sana ada Hijr Ismail, dan di sanalah Ismail putra Nabi Ibrahim pernah dalam pangkuan ibunya yang bernama Hajar, seorang wanita hitam, miskin, bahkan  budak, yang  konon kuburannya pun berada di tempat itu. Namun demikian budak itu di mata Tuhan sangat mulia dan tinggi derajatnya karena kedekatannya dengan Allah SWT dan usahanya untuk hajar (berhijrah) dari kejahatan menuju kebaikan, dari keterbelakangan  menuju peradaban.
Ka’bah adalah sebuah bangunan persegi dan kosong. Bangunan itu terbuat dari batu-batu hitam keras yang tersusun sangat sederhana sedangkan celah-celahnya dipergunakan kapur putih. Betapa indahnya Ka’bah yang kosong itu. Kekosongan ini mengingatkan engkau bahwa kehadiranmu di sini adalah untuk menunaikan ibadah haji yang sama sekali bukan tujuan akhir. Selanjutnya kekosongan ini adalah sebagai petunjuk arah. Ka’bah adalah sebuah alat bantu untuk mentransformasikan prisnsip yang abstrak kepada sesuatu yang nyata. Sehingga prinsip yang sangat kasat mata ini bisa divisualisasikan. Inilah bentuk kasih sayang Allah untuk membantu manusia membangun paradigma yang Esa.
Wukuf di padang Arofah adalah paling afdhalnya ibadah Haji. Rasulullah SAW bersabda, ”Ibadah haji adalah berdiam di padang Arofah. Yang dimaksud wukuf di sini adalah berada di padang Arafah sekalipun sejenak. Hari Arofah merupakan hari paling afdhalnya hari-hari yang diistimewakan Allah karena pada hari itu Allah banyak memerdekakan hamba-hambanya dari api neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW, dari Sayidatina Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, ’Tiada hari yang lebih banyak Allah memerdekakan Hamba-hamba-Nya dari hari api neraka dari hari Arofah’.”
Rukun haji berikutnya adalah Thawaf, yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali. Mengelilingi ka’bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti. Berpusat pada Ka’bah, melambangkan bahwa semua kegiatan hanya berpinsip pada Allah, tiada yang lain. Berputar tujuh kali melambangkan jumlah hari dalam satu minggu, adalah upaya agar manusia terus berjuang tiada henti sembari menggantungkan nasibnya hanya kepada Allah SWT. 
Setelah thawaf, jamaah haji bergerak melakukan Sa’i yakni berjalan bolak-balik yang dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwah sebanyak tujuh kali. Ibadah Sa’i merupakan ibadah mengenang keteladanan dan ketegaran Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim AS ketika ia bersedia ditinggal bersama anaknya di suatu lembah yang tandus. Keyakinannya yang begitu dalam tidak menjadikannya berpangku tangan dengan hanya menunggu turunnya hujan dari langit, tetapi ia berusaha dan berusaha mondar-mandir berkali-kali demi mencari kehidupan. Siti Hajar memulainya dari bukit Shafa yang artinya kesucian dan ketegaran dalam menjalani kehidupan.
Marwa artinya ideal manusia , sikap menghargai dan bermurah hati serta memaafkan orang lain. Adakah makna yang lebih agaung berkaitan dengan pengamalan kemanusiaan dalama mencari kehidupan dunia melebihi makna-makna yang digambarkan di atas?
Sa’i dari Shofa dan  Marwa selesai thawaf melambangkan bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan suatu kesatuan dan keterpaduan. Sa’i menggambarkan tugas manusia agar berupaya semaksimalmungkin baik dengan usahanya mau pun dengan anugrah Allah SWT. Seperti yang dialami Siti Hajar dan Ismail As dengan diketemukan sumur zam-zam, lambang wujud dan kekuasaan Allah SWT.
Selepas Sa’i ibadah haji selanjutnya adalah Wukuf di padang Arofah. Gelombang jutaan manusia itu bergerak ke arah timur menuju padang Arofah. Di sana mereka menemukan ma’rifah pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidup dan di sana pula i amenyadari langkah-langkahnya selama ini. Kesadaran itulah yang menjadikan manusia semakin arif (sadar) dan mengetaahui eksistensi hidupnya di dunia yang fana ini.
Berhenti sejenak (wukuf) di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah ketika matahari sedang terik-teriknya ini dimaksudkan agar manusia memperoleh kesadaran  , wawasan, kemerdekaan, pengetahuan dan cinta di siang hari. Begitu matahari terbenam, maka wukuf berakhir. Tak satupun dapat terlihat dalam gelap ; sebagai akibatnya di dalam kegelapan itu tidak akan ada perkenalan dan pengetahuan. Bersama-sama dengan matahari ‘Arafat yang terbenam jamaah haji kemudian berjalan ke arah barat, ke padang Mahsyar di Muzdalifah atau negeri kesadaran.
Di Muzdalifah, manusia terdasar ia harus melakukan perlawanan terhadap musuh mereka yaitu, Syaitan. Di sini mereka mengumpulkan senjata berupa kerikil batu sebagai senjata untuk mengadakan serangan kepada syaitan di Mina. Di Mina jamaah haji melampiaskan kebencian dan kemarahan mereka masing-masing terhadap musuh yang selama ini menjadi penhyebab segala kegetiran hidup.
Melontar jumrah di tanpa mengetahui strategi bagaimana strategi musuh menyerang, akan berakibat fatal pada lontaran yang kurang mengenai titik sasaran. Tetapi jika kita sudah mempelajari pola serangan mereka maka lemparan batu jumrah tersebut sekuat-kuatnya niscaya lemparan batu itu akan mengenai dan melumpuhkan sasaran. Apabila musuh sudah dilumpuhkan, maka tinggallah kini kemenangan di tangan anda, yakni kemenagan fitrah. Inilah makna melontar jumrah.
Makna melontar jumrah sangat luas, yakni suatu strategi untuk mempelajari pola musuh menyerang dan sekaligus menyerang baik secara aktif, karena selama ini kita hanya bertahan secara pasif terhadap serangan syaitan. Pada ibadah haji ini anda punya kesempatan untuk mengalahkan musuh itu yaitu musuh yang bersemayam pada dada manusia. Tujuan melakukan jurah adalah untuk memelihara dan melindungi keimanan yang telah kita miliki dari tipu daya syaitan.  Yang kita lindungi adalah prinsip tunggal yang bersemayam pada dada kita yaitu titik Tuhan (Good Spot) di dalam dada kita, La illaaha ilallah Muhammadarrasulullah.
Sinergi ibadah
            Ibadah haji adalah ibadah massal yang dilakukan secara bersama-sama, tidak satupunn rukun haji yang dikerjakan sendiri-sendiri. Haji melambangkan sinergi tertinggi pada tingkat internasional. Haji maerupakan puncak ibadah dalam rukun Islam. Artinya sinergi pun adalah kegiatan tertinggi dalam kehidupan manusia. Haji adalah hmansifestasi sesungguhnya dari semua konsep berfikir dan semua rukun Islam yang digabung menjadi satu. Haji adalah transformasi tertinggi dari keseluruhan fitrah manusia, ketangguhan pribadi dan sosial untuk menjalani tugas kehidupan sebagai manusia yang taat beragama  dan mewujudkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin.
Sinergi haji mengajarkan manusia untuk selalu bersikap khusnudhan dan jujur kepada orang lain , bersikap terbuka dan berusaha saling mempercayai . Pada saat haji , semua orang mengekspresikan prinsipnya yang sama dengan sesama jamaah haji, yaitu ibadah totak untuk memenuhi panggilan Allah SWT. Jamaah haji melihat secara transparan, bahwa setiap orang memiliki prinsip yang sama. Keterbukaan p[rinsip dilambangkan dengann thawaf, akan menimbulkan rasa aman dan kepercayaan yang sangat tinggi.
Setiap jamaah akan melihat dengan mata kepala sendiri , bagaimana prinsip merekla sesungguhnya yang selama ini mungkin tidak anda ketahui. Itulah satu makna Ka’bah yang sesungguhnya anda bia melihat dengan jelas dan kasat mata prinsip hidup dari masing-masing jamaah haji.
Kejelasan, inilah kunci keberhasilan sebuah sinergi yaitu kejelasan prinsip mitra anda , sama dengan prinsip yang anada anut. Lihatlah mereka melakukan thawaf. Sekarang singkirkanlah energi negatif anda terhadap orang lain, mulailah bersinergi. Jadi sinergi bukanlah metode baru, namun merupakan fitrah  dari Allah SWT yang mendorong manusia untuk besatu. Menuju Allah Yang Esa.
Jika makna haji sudah dipahami, maka menunaikan haji yang menggabungkan ibadah jasmani (fisik) dan rukunn  islam kelima ini memungkinkan cita-cita mendapatkan haji mabrur, Insya Allah!    

Tidak ada komentar: