Jumat, 25 Oktober 2013

Cinta Sahabat kepada Rasulullah

Salah satu hadits yang terkenal mengungkapkan betapa penting kecintaan kaum muslimin pada Rasulullah SAW. Sabda beliau, “Tidak sempurna iman seorang di antara kamu sebelum ia lebih mencintai aku daripada mencintai ibu-bapaknya, anaknya, dan semua manusia” (HR Bukhari).

Memang, mencintai Rasulullah SAW merupakan salah satu bukti keimanan seorang muslim. Sebaliknya, iman pulalah yang membuat para sahabat sangat setia mendampingi beliau, baik dalam susah maupun senang, dalam damai maupun perang. Kecintaan itu bukan hanya di lidah, melainkan terwujud dengan perbuatan nyata.

Betapa cinta sahabat kepada Rasulullah SAW, tergambar ketika Rasulullah SAW bersama Abu Bakar ash-Shiddiq beristirahat di Gua Tsur dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah secara sembunyi-sembunyi. Kala itu Rasulullah SAW tertidur berbantalkan paha Abu Bakar. Tiba-tiba Abu Bakar merasa kesakitan karena kakinya digigit kalajengking. Tapi, dia berusaha sekiat tenaga menahan sakit, hingga mencucurkan air mata, jangan sampai pahanya bergerak—khawatir Rasulullah SAW terbangun.

Salah seorang sahabat, Zaid bin Datsima, tak gentar menghadapi ancaman kaum kafir karena begitu luar biasa kecintaannya kepada Rasulullah SAW. Ketika itu, ia sempat disandera oleh kaum musyrik Makkah dan akan dibunuh. ”Hari ini, tidakkah engkau berharap Muhammad akan bersama dengan kita sehingga kami dapat memotong kepalanya, dan engkau dapat kembali kepada keluargamu?” kata Abu Sufyan kepadanya.

“Demi Allah, aku tidak berharap sekarang ini Muhammad berada di sini, di mana satu duri pun dapat menyakitinya – jika hal itu menjadi syarat agar aku dapat kembali ke keluargaku,” jawab Zaid tegas. “Wah, aku belum pernah melihat seorang pun yang begitu sayang kepada orang lain seperti para sahabat Muhammad menyayangi Muhammad,” sahut Abu Sofyan.

Kisah kecintaan sahabat kepada Rasulullah SAW banyak diungkapkan dalam sejarah. Salah satunya ditunjukan oleh Umar bin Khatthab. ”Ya, Rasulullah. Aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali jiwaku,” kata Umar. Mendengar itu, Rasulullah SAW menjawab, ”Tak seorang pun di antara kalian beriman, sampai aku lebih mereka cintai daripada jiwamu.”

”Demi Dzat yang menurunkan kitab suci Al-Quran kepadamu, aku mencintaimu melebihi kecintaanku kepada jiwaku sendiri,” sahut Umar spontan. Maka Rasulullah SAW pun menukas, ”Wahai Umar, kini kamu telah mendapatkan iman itu” (HR Bukhari).

Hari Kiamat

Penghormatan dan pemuliaan terhadap Rasulullah SAW memang merupakan perintah Allah SWT. Firman Allah, “Sesungguhnya Kami mengutus engkau sebagai saksi, pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan-Nya, membesarkan-Nya, dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang (QS Al Fath : 8-9).

Sebuah ayat menekankan pentingnya kecintaan terhadap Allah SWT dan Rasulullah SAW, ”Katakanlah (wahai Muhammad), jika ayah-ayahmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, keluargamu, harta kekayaanmu, perdagangan yang kamu kekhawatirkan kerugiannya, dan rumah yang kamu senangi, lebih kalian cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya, dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang-orang fasik” (QS At-Taubah: 24).

Kecintaan kaum muslimin kepada Rasulullah SAW juga merupakan faktor penting bagi keselamatannya di hari kiamat kelak. Hal itu terungkap ketika suatu hari seorang sahabat bertanya kepada rasulullah SAW, ”Kapankah datangnya hari kiamat?” Maka jawab Rasulullah SAW, ”Apa yang sudah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Jawab sahabat itu, “Saya tidak mempersiapkannya dengan banyak shalat, puasa, dan sedekah, tapi dengan mencintaimu dalam hati.” Lalu, sabda Rasulullah SAW, ”Insya Allah, engkau akan bersama orang yang engkau cintai itu.”

Menurut Ibnu Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ari, Shafwan, dan Abu Dzar, Rasulullah SAW telah bersabda mengenai seseorang yang dengan tulus mencintainya, ”Seseorang akan berada di Yaumil Mahsyar bersama orang yang dicintainya.” Mendengar itu, para sahabat sangat berbahagia karena mereka sangat mencintai beliau.

Suatu hari seorang sahabat hadir dalam suatu majelis bersama Rasulullah SAW, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku saya mencintaimu lebih dari mencintai nyawa, harta dan keluargaku. Jika berada di rumah, aku selalu memikirkanmu. Aku selalu tak bersabar untuk dapat berjumpa denganmu. Bagaimana jadinya jika aku tidak menjumpaimu lagi, karena engkau pasti akan wafat, demikian juga aku. Kemudian engkau akan mencapai derajat Anbiya, sedangkan aku tidak?”

Mendengar itu Rasulullah terdiam. Tak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril menyampaikan wahyu, ”Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, mereka akan bersama orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqin, syuhada, dan shalihin. Mereka adalah sebaik-baik sahabat, dan itulah karunia Allah Yang Maha Mengetahui” (QS An-Nisa : 69-70).

Kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW inilah pula yang menggerakkan mereka menyebarkan berdakwah ke seluruh penjuru dunia.

Kecintaan luar biasa kepada Rasulullah SAW itu tergambar pada diri seorang perempuan—beberapa saat usai Perang Uhud. Dia baru saja kehilangan ayah, kakak laki-laki dan suaminya yang gugur sebagai syuhada. Ia bukannya meratapi mereka, tapi menanyakan nasib rasulullah SAW, ”Apa yang terjadi pada diri Rasulullah, semoga Allah memberkati dan melimpahkan kedamaian kepadanya.”

”Nabi baik-baik saja sebagaimana engkau mengharapkannya,” jawab para sahabat. Lalu kata perempuan itu lagi, “Tunjukanlah dia kepadaku hingga aku dapat memandangnya.” Kemudian para sahabat menunjukan posisi Rasulullah SAW. “Sungguh, kini semua deritaku tak ada artinya. Sebab, engkau selamat,” kata perempuan itu kepada Rasulullah SAW.

”Mereka yang mencintaiku dengan sangat mendalam adalah orang-orang yang menjemputku. Sebagian dari mereka bersedia mengorbankan keluarga dan kekayaannya untuk berjumpa denganku,” sabda Rasulullah SAW sebagaimana diceritakan oleh Abu Hurairah (HR Muslim, Bukhari, Abu Dzar).

Betapa kecintaan sahabat Bilal kepada Rasulullah SAW, terungkap menjelang ia meninggal. Bilal melarang isterinya bersedih hati, sebab, katanya, “Justru ini adalah kesempatan yang menyenangkan, karena besok aku akan berjumpa dengan Rasulullah SAW dan para sahabatnya.” Wafatnya Rasulullah SAW merupakan kesedihan luar biasa bagi para sahabat dan pencintanya. Dikisahkan, ada seorang perempuan yang menangis di makam Rasulullah SAW sampai ia meninggal.

Demikianlah gambaran betapa luar biasa kecintaan para sahabat kepada Rasulullah SAW. Untuk mengungkapkan rasa cinta itu, sewajarnyalah jika kaum muslimin meneladani akhlaq beliau, menerapkan sunnahnya, mengikuti kata-kata dan seluruh perbuatannya, menaati perintah dan menjauhi larangannya.

Itulah cinta sejati, sebagaimana perintah Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 31: “Katakanlah (wahai Muhammad), jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (Aji Setiawan)

http://nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,51-id,47735-lang,id-c,hikmah-t,Cinta+Sahabat+kepada+Rasulullah-.phpx

Selasa, 22 Oktober 2013

OPTIMIS !!

 


Kita harus yakin bahwa Allah SWT Jala Jalalluhu Warahmatuhu, Mahakuasa. Tak ada yang terlepas dari kekuasaan-Nya. Di ‘tangan-Nyalah’ segala sesuatu. Allah Maha mengatur, Allah Maha berkehendak, Allah yang membuat sesuatu menjadi mulia, dan Allah pula yang membuat sesuatu menjadi hina. Jika Allah menghendaki sesuatu terjadi, meskipun sulit menurut kita, maka itu pasti terjadi.
            Kepercayaan akan semua ini, dalam pandangan Islam dikenal dengan sebutan tawakal. Semakin kuat kepercayaan ini, maka akan semakin tebal rasa tawakal, dan akhirnya rasa optimis dalam diri semakin bertambah. Dari rasa tawakal inilah optimis berawal. Rasa optimis haruslah mengalahkan pesimis yang bisa menyerang siapa saja. Jika ingin berhasil, kita harus bisa membangun rasa optimis dalam diri dan kita memulainya dengan memupuk rasa tawakal kepada Allah.
            Optimis yang lahir dari tawakal itulah yang menyebabkan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan para khalifah setelahnya bisa memenangkan banyak pertempuran melawan orang kafir. Dalam berbagai medan peperangan, sebenarnya pasukan muslim selalu kalah dalam hal jumlah prajurit, fasilitas persenjataan, kelengkapan medis, dan lain sebagainya. Tetapi sejarah mencatat, kaum muslimin hampir selalu meraih kemenangan dalam setiap pertempuran. Salah satu kuncinya adalah optimisme dan keyakinan kepada kekuasaan Allah.
            Pernah, kaum Muslimin agak pesimis. Yaitu, saat menghadapi Romawi di Perang Yarmuk tahun 13 Hijriah. Jumlah prajurit dan perlengkapan senjata antara dua pasukan sangat tidak berimbang. Pasukan Romawi mencapai 240.000 personel, sedangkan jumlah pasukan Islam tidak sampai 30.000 personel. Melihat hal ini, Panglima Khalid bin Walid, mencoba membangkitkan rasa optimisme pasukan Islam. Ia berteriak, “Betapa sedikitnya pasukan Romawi dan betapa banyak pasukan Islam. Banyak dan sedikit bukan dari jumlah prajurit. Pasukan dianggap banyak jika ia menang dan sedikit jika ia kalah.”
            Ketika itu optimisme pasukan Islam bangkit dan akhirnya mampu memporak-porandakan pasukan Romawi.
            Manusia, ketika dihadapkan pada hal-hal sulit atau menemukan sebuah tantangan besar, maka ada dua pilihan yang harus dia ambil salah: maju menabrak dan menjawab tantangan tersebut atau mundur tanpa melakukan apa-apa. Jika dia memilih maju, maka ada dua kemungkinan yang bisa diraih, berhasil atau gagal. Tapi, jika dia memilih diam tanpa ada usaha dan tindakan nyata, maka kemungkinannya hanya satu, yaitu gagal. Dari ini, maka diperlukan pemupukan sikap optimis dalam menghadapi setiap tantangan dan membuang jauh-jauh sikap pesimis.
            Optimis merupakan keyakinan diri dan merupakan salah satu sifat yang sangat ditekankan dalam Islam. Dengan sifat optimis seseorang akan bersemangat dalam menjalani hidup ini untuk menjadi lebih baik. Allah melarang dan tidak menyukai orang yang bersikap lemah dan pesimistis baik dalam bertindak, berusaha, maupun berpikir. Dalam al-Qur’an Allah berfirman (artinya):
“Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kalianlah orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kalian beriman.” (QS Ali Imran [3]: 139)
            Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, ”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah,…” (HR an-Nasai dan al-Baihaqi)
            Optimis berarti berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai target atau standar ideal. Adanya standar ideal dan visi-misi yang jelas bisa menjadi tolok ukur dan memperjelas arah tujuan kita, agar hidup tidak sekadar mengalir begitu saja. Dengan begitu kita bisa mengetahui di manakah posisi kita dalam standar tersebut, sehingga bisa terpacu untuk menjadi lebih baik.
            Memang tidak ada manusia yang sempurna, kenyataan tak selalu sesuai dengan impian. Dalam mewujudkan niat dan rencana yang sudah dibuat, tak jarang kita dihadapkan pada kondisi dan keadaan yang jauh berbeda dengan harapan. Namun, yang terpenting dari semua itu adalah sejauh mana dan sekeras apa kita berusaha mencapainya. Hal ini jika tidak dihadapi dengan sikap optimis, sabar, dan disertai tawakal kepada Allah akan mempengaruhi pola pikir kita berikutnya. Allah berfirman menceritakan doa hamba-Nya:
            “Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau memberikan kekuasaan kepada yang Engkau kehendaki dan mencabut kekuasaan kepada yang dikehendaki. Engkau memuliakan yang Engkau kehendaki dan menghinakan yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebaikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran [3]: 26)
            Dengan demikian, sikap optimis akan menjadi energi hidup yang terus menyala di waktu yang tepat. Kita harus selalu menumbuhkan semangat pantang menyerah, terus berdoa sambil berusaha, serta beramal dengan penuh keyakinan akan kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala. Bila Allah berkehendak hal tersulit sekalipun akan menjadi sangat mudah bagi kita. Jika belum mencoba, jangan mengatakan tidak bisa. Seorang mukmin tidak boleh kalah sebelum berperang. (***) Aji Setiawan

Sabtu, 19 Oktober 2013

Biodata Aji Setiawan

Aji Setiawan,ST lahir pada Hari Minggu Wage, 1 Oktober 1978. Di lahirkan, tepatnya di Desa Cipawon, Bukateja, Purbalingga, Jawa Tengah, Indonesia.
Menempuh pendidikan formal diawali dari Sekolah di Madrasah Ibtidaiyah II Cipawon di desa Cipawon, kemudian sesudah itu dilanjutkan ke SMP I Bukateja. Pendidikannya berlanjut ke kota kripik, tepatnya sejak 1993-1996, di SMA 3 Purwokerto.
Selepas dari Purwokerto, tahun 1996, ia pergi ke Yogyakarta dan mengambil pendidikan di Jurusan Teknik Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta.
Baginya, pendidikan yang manusiawi justru ada di luar kampus, bukan di dalam kelas yang beku dan kaku. Justru melalui pergulatan wacana dan pergesekan dunia intelektual, ia mengasah diri untuk menyambut tugas-tugas sejarah, kelak di kemudian hari.
Sejak tahun 1997 ia mulai malang melintang di berbagai lembaga kampus, mulai dari Himpunan Mahasiswa TMI-FTI UII, Lembaga Pers Mahasiswa “Profesi” FTI, LPM “Himmah” UII, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Fakultas Teknologi Industri _UII Jogjakarta, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat KH Wahid Hasyim UII Jogjakarta, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Reformasi Korda Jogjakarta (1999-2002).
Lulus kuliah tahun Oktober 2002, kemudian bekerja di Majalah alKisah, anekayess group! tahun 2004-2007. Memutuskan diri menjadi kontributor banyak media dari tahun 2009. Mulai dari alKisah, Risalah, Media Ummat, Sufi, http://www.nu.or.id , www.berita9online.com dan masih banyak lagi…deh.

Berjuang di PPP sudah lama, sejak tahun 1997 ia sudah bergabung dengan Laskar Intifada PPP Kec Ngaglik, Kab Sleman Yogyakarta. Pada Pemilu 2004 menjabat sebagai divisi Pemenangan Pemilu Kec Bukateja . Tahun 2009 juga masuk dalam Lembaga Pemenangan Pemilu PPP Kab Purbalingga. Baru pada tahun 2011-sekarang, ia dipercaya sebagai Ketua PAC PPP kec Bukateja Kab Purbalingga.
Bekerja untuk ummat adalah prinsip yang ia pegang teguh. Mengabdi untuk banyak orang dan bisa bermanfaat bagi bangsa dan agama adalah tekad visi keumatan yang telah ia darma baktikan sejak dari bangku kuliah sampai sekarang.
Ikhlas, orang bertanya apa itu ikhlas. Maka ia pernah berujar, sirnanya segala harapan karena hanya tertuju titah telah terlaksana berniat ibadah, berbuat amal, berbuah pahala dan ridha illahi muara akhirnya hanya pengabdian total kepada Alloh SWT bukan kepada hamba atau penyembahan berhala -berhala dunia yang berujud dunia materi semu dan sementara .
Sosok pekerja keras ini, orang nya humoris, suka bergaul dengan siapa saja dari mulai pengangguran, cendekia, pelajar, artis, pejabat, preman sampai orang pinggir terminal dan pasar.
Bergulat lama di jalanan, bekerja siang malam membuatnya tidak sering sakit-sakitan, resepnya bangun pagi hari, hirup udara segarnya pagi dan engkau akan sehat serta bugar.
Ada jabatannya yang sangat ditutupi-tutupi, ia enggan disebut sebagai beking pejabat!

Caleg PPP Dapil 3 (Bukateja, Purbalingga, Kemangkon) no urut 2 ini memohon doa restu kepada masyarakat luas agar dalam Pemilu 2014 bisa memperoleh suara yang gemilang..

http://www.ajisetiawan1.blogspot.com

Hari hari Terakhir Rasulullah SAW

Anas bin Malik meriwayatkan, pada Hari Senin, ketika kaum muslimin sedang melaksanakan shalat Subuh –sementara sahabat Abu Bakar RA sedang mengimami mereka—Nabi SAW tidak menemui mereka, tetapi hanya menyingkap tabir kamar Aisyah dan memperhatikan mereka yang berada di shaf-shaf shalat. Kemudian beliau tersenyum.

Abu Bakar mundur hendak berdiri di shaf, karena dia mengira Rasululah SAW hendak keluar untuk shalat. Selanjutnya Anas menuturkan bahwa kaum muslimin hampir terganggu di dalam shalat mereka, karena bergembira dengan keadaan Rasulullah SAW.

Namun, beliau memberikan isyarat dengan tangan beliau agar mereka menyelesaikan shalat. Kemudian, beliau masuk kamar dan menurunkan tabir.

Setelah itu, Rasulullah SAW tidak mendapatkan waktu shalat lagi.

Ketika waktu Dhuha hampir habis, Nabi SAW memanggil Fatimah, lalu membisikan sesuatu kepadanya, dan Fatimah pun menangis. Kemudian memanggilnya lagi dan membisikan sesuatu, lalu Fatimah tersenyum.

Aisyah berkata, setelah itu, kami bertanya kepada Fatimah tentang hal tersebut.

Fatmah Ra menjawab, ”Nabi SAW membisikiku bahwa beliau akan wafat, lalu aku menangis. Kemudian, beliau membisiku lagi dan mengabarkan aku adalah orang pertama di antara keluarga beliau yang akan menyusul beliau.” (Shahihul Bukhari, II: 638).

Nabi SAW juga mengabarkan kepada Fatimah bahwa dia adalah kaum wanita semesta alam.

Fatimah melihat penderitaan berat yang dirasakan oleh Rasulullah SAW sehingga dia berkata,”Alangkah berat penderitaan ayah!” tetapi beliau menjawab,”Sesudah hari ini, ayahmu tidak akan menderita lagi.”

Beliau memanggil Hasan dan Husain, lalu mencium keduanya, dan berpesan agar bersikap baik kepada keduanya. Beliau juga memanggil istri-istri beliau, lalu beliau memberi nasehat dan peringatan kepada mereka.

Sakit beliau semakin parah, dan pengaruh racun yang pernah beliau makan (dari daging yang disuguhkan oleh wanita Yahudi) ketika di Khaibar muncul, sampai-sampai beliau berkata,”Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang kumakan ketika di Khaibar. Sekarang saatnya aku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun tersebut.”

Beliau juga memberi nasehat kepada orang-orang ,”(perhatikanlah) shalat; dan budak-budak yang kalian miliki!” Beliau menyampaikan wasiat ini hingga beberapa kali.

Saat Terakhir

Tanda-tanda datangnya ajal mulai tampak. Aisyah menyandarkan tubuh Rasulullah ke pangkuannya.

Aisyah lalu berkata,” Sesunguhnya di antara nikmat Allah yang dikaruniakan kepadaku adalah bahwa Rasulullah SAW wafat di rumahku, pada hari giliranku, dan di pangkuanku, serta Allah menyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat beliau wafat. Ketika aku sedang memangku Rasulullah SAW, Abdurahman dan Abu Bakar masuk dan di tangannya ada siwak. Aku melihat Rasulullah SAW memandanginya, sehingga aku mengerti bahwa beliau menginginkan siwak. Aku bertanya ,’Kuambilkan siwak itu untukmu?’

Beliau memberi isyarat “ya” dengan kepala, lalu kuambilkan siwak itu untuk beliau. Rupanya siwak itu terasa keras bagi beliau, lalu kukatakan,’kulunakkan siwak itu untukmu?’ Beliau memberi isyarat”ya” lalu kulunakan siwak itu. Setelah itu aku menyikat gigi beliau dengan sebaik-baiknya siwak itu. Sementara itu, di hadapan beliau ada bejana berisi air. Beliau memasukan kedua tangannya ke dalam air itu, lalu mengusapkannya ke wajah seraya berkata,’La ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu ada sekarat nya.” (Shahih Bukhari II, 640).

Seuasi bersiwak, beliau mengangkat kedua tangan beliau yang mulia, atau jari-jarinya mengarahkan pandangannya ke langit-langit, dan kedua bibirnya bergerak-gerak. Aisyah mendengarkan apa yang beliau katakan itu, beliau berkata,”Ya Allah ampunilah aku; Rahmatillah aku; dan pertemukan aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi. Ya Allah, Kekasih Yang Maha Tinggi.” (Ad Darimi, Misykatul Mashabih, II: 547)

Beliau mengulang kalimat terakhir tersebut sampai tiga kali, lalu tangan beliau lunglai dan beliau kembali kepada Kekasih Yang Maha Tinggi. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.

Peristiwa ini terjadi ketika waktu Dhuha sedang memanas, yaitu pada hari Senin 12 Rabi’ul Awal tahun 11 H. Ketika itu beliau berusia 63 lebih empat hari. (***)

http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,51-id,46929-lang,id-c,hikmah-t,Hari+hari+Terakhir+Rasulullah+SAW-.phpx

Minggu, 13 Oktober 2013

Merindu Awan

Mendung datanglah, kemarau panjang telah meretakan tanah dan menjadi tandus gersang segala yang ada di muka bumi
Tumbuh-tumbuhan merangas, merintih karena haus
Seandainya pohon pohon bisa bicara, dia akan bercerita daun-daun yang menguning karena panas, sebentar lagi menjadi klaras 
Haus dahaga yang menggigit, padahal tubuh sang pohon sedang merindu awan agar segera turun hujan agar batang-batang pohon bisa segera bersemi, memancarkan pucuk pucuk hijau segera berkembang , berbunga dan berbuah
Air yang jatuh, merubah tanah menjadi energi makanan yang diserap dalam tanah. Membusukan humus menjadi sari sari makanan yang akan diserap oleh akar-akar pohon
Sayang
Tandus sudah merangas
Kemarau panjang tak tahu kapan berakhir

Merindu awan
Segeralah turun hujan

Aji Setiawan

Ada TUHAN di balik skenario Manusia


Setelah berpuluh tahun aku menghilang. Aku kini menentukan jalan hidupku di samping aku berusaha menemuhi sekedar dari jadwal dan skenario manusia, sekedar memenuhi hajat dan kebutuhanku. Kalau aku menyerah, karena aku sudah terlalu lelah. Maka aku tidur.
Engkau mengajakku berkelana. Aku mencari apa sih? Uang? Pangkat? Wanita? Tahta? Semua menggodaku untuk aku tampik dalam Rahasia Nya yang kupenuhi dalam didihan dadaku itu adalah Titipan Nya dan Rahasia Nya.
Aku tidak akan memenuhi skenario manusia mana pun, toh aku pun menskenariokan diri sendiri, patah oleh skenario agung Nya. Bukan berarti aku lari dari ikhtiar. Ikhtiar harus, agar dapur tetap mengebul. Tawakal perlu agar lebih mantap dan bergantung pada yang azali. Ikhtiyat perlu agar tidak terlepas dari takdir dan Takdir harus dipastikan, agar ketidakbernentuan menjadi certainely , menjadi kepastian dalam kehidupan.
Demikian alur kita hidup, tidak sekedar mengalir, tapi bisa merubah kehidupan menjadi lebih baik lebih hidup dan lebih bergairah.
Himmah, ghiroh, apa semangat apalah apa pun nama nya akan berujung pada karunia, rahmat, taufik dan jalan keselamatan yang kita cari. Tapi yang lebih dicari adalah jalan keselamatan. Apa yang perlu diselamatkan?
Rumah tangga mu..
Rumah tangga saya?

Inikah mungkin rahasia Nya yang dititipkan pada hamba-hamba yang hina dina ini, sehingga engkau harus selalu tak usahlah khawatir dengan nasibku. Engkau harus tegar menatapku. Engkau harus tegel melepasku.
Karena aku tidak seperti yang dulu. Tidak sami mawon..itu saja. Kalau masih seperti yang dulu, nanti engkau bisa bernyanyi, "engkau masih seperti yang dulu...Dulu begitu, sekarang begini...engkau begini, aku begitu..he2 hayo tiru sapa hayoh? ngakak co, tiru Yai KH Anwar Zahid.

Jadi , skenario saya simple. sekali menghilang jelas tempat berpijaknya. Jelas bojo nya, jodohku masih seperti dahulu. Menawarkan sesuatu yang berbeda agar kehidupan ini lebih bermakna dan berdaya guna. Bangunlah nak, dik..Tidurmu sudah terlampau cukup, energi tenaga mu saat ini sangat diperlukan bangsa ini. Disamping tentu saja, engkau harus memperbaiki sangkan paran dan panggon, dapur rumah tanggamu. Engkau harus kenyang dulu, baru bisa berjuang. Ndak ada lara lapa sekarang, karena lara lapa hanya untuk orang-orang yang belum merdiko. Kita bangsa yang merdeka, harus mensyukuri kemerdekaan ini dengan hari-hari yang berguna, bermanfaat bagi banyak orang.

Pengabdian harus dicukupkan, harus dimaterialkan dengan pemenuhan primer, apa yang menjadi kebutuhan pokok hidup, sandang pangan papan. Begitu tiga trend hidupmu sudah dicukupkan, engkau menjadi kaya lahir dan batin. Tinggal engkau kebutuhan tersier, yang lebih mewah lagi dikejar...Selamat bekerja!




Aji Setiawan

Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani

Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin ‘Alawi bin ‘Abbas bin ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani


Alim Ulama Terkenal dan Ternama di Kota Makkah

Sayyid Muhammad Al-Maliki ingin mengangkat derajat dan martabat Muslimin menjadi manusia yang berperilaku baik dalam muamalatnya kepada Allah dan kepada sesama, terhormat dalam perbuatan, tindakan serta pikiran dan perasaannya.

Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid ‘Alawi bin Sayyid ‘Abbas bin Sayyid ‘Abdul ‘Aziz al-Maliki al-Hasani al-Makki al-Asy’ari asy-Syadzili lahir di kota suci Makkah pada tahun 1365 H. Pendidikan pertamanya adalah Madrasah Al-Falah, Makkah, dimana ayahnya Sayyid Alawi bin Abbas al Maliki sebagai guru agama di sekolah tersebut yang juga merangkap sebagai pengajar di halaqah di Haram Makki, dekat Bab As-salam.
Ayah Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid ‘Alawi Maliki al Hasani, Sayyid Alwi bin Abbas Almaliki (kelahiran Makkah th 1328H), seorang alim ulama terkenal dan ternama di kota Makkah. Disamping aktif dalam berdawah baik di Masjidil Haram atau di kota kota lainnya yang berdekatan dengan kota Makkah seperti Thoif, Jeddah dll, Sayyid Alwi Almaliki adalah seorang alim ulama yang pertama kali memberikan ceramah di radio Saudi setelah salat Jumat dengan judul “Hadist al-Jumah”.
Begitu pula ayah Sayyid ‘Alawi adalah seorang Qadhi yang selalu di panggil masyarakat Makkah jika ada perayaan pernikahan.Selama menjalankan tugas da’wah, Sayyid Alwi bin Abbas Almaiki selalu membawa kedua putranya Muhammad dan Abbas. Mereka berdua selalu mendampinginya kemana saja ia pergi dan berceramah baik di Makkah atau di luar kota Makkah. Adapun yang meneruskan perjalanan dakwah setelah wafat Sayyid ‘Alawi adalah Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki dan Sayyid Abbas selalu berurusan dengan kemaslahatan kehidupan ayahnya.
Sebagaimana adat para Sadah dan Asyraf ahli Makkah, Sayyid Alwi Almaliki selalu menggunakan pakaian yang berlainan dengan ulama yang berada di sekitarnya. Ia selalu mengenakan jubbah, serban (imamah) dan burdah atau rida yang biasa digunakan dan dikenakan Asyraf Makkah.
Setelah wafat Sayyid Alwi Al Maliki, anaknya Sayyid Muhammad tampil sebagai penerus ayahnya. Dan sebelumnya ia selalu mendapatkan sedikit kesulitan karena ia merasa belum siap untuk menjadi pengganti ayahnya. Maka langkah pertama yang diambil adalah ia melanjutkan studi dan ta’limnya terlebih dahulu. Sayyid Muhammad berangkat ke Kairo dan Universitas al-Azhar Assyarif merupakan pilihanya. Setelah meraih S1, S2 dan S3 dalam fak Hadist dan Ushuluddin ia kembali ke Makkah untuk melanjutkan perjalanan yang telah di tempuh sang ayah.
Disamping mengajar di Masjidi Haram di halaqah, ia diangkat sebagai dosen di Universitas King Abdul Aziz- Jeddah dan Univesitas Ummul Qura Makkah bagian ilmu Hadist dan Usuluddin. Cukup lama ia menjalankan tugasnya sebagai dosen di dua Universiatas tsb, sampai ia memutuskan mengundurkan diri dan memilih mengajar di Masjidil Haram sambil menggarap untuk membuka majlis ta’lim dan pondok di rumahnya.
Adapun pelajaran yang di berikan baik di masjid haram atau di rumahnya tidak berpoin kepada ilmu tertentu seperti di Universitas. Akan tetapi semua pelajaran yang diberikannya bisa di terima semua masyarakat baik masyarakat awam atau terpelajar, semua bisa menerima dan semua bisa mencicipi apa yang diberikan Sayyid Maliki. Maka dari itu beliau selalu menitik-beratkan untuk membuat rumah yang lebih besar dan bisa menampung lebih dari 500 murid per hari yang biasa dilakukan selepas sholat Maghrib sampai Isya di rumahnya di Hay al Rashifah. Begitu pula setiap bulan Ramadan dan hari raya ia selalu menerima semua tamu dan muridnya dengan tangan terbuka tanpa memilih golongan atau derajat. Semua di sisinya sama tamu-tamu dan murid murid, semua mendapat penghargaan yang sama dan semua mencicipi ilmu bersama-sama.
Dari rumah beliau telah keluar ulama-ulama yang membawa panji Rasululloh SAW ke seluruh pelosok permukaan bumi. Di mana negara saja kita dapatkan muridnya, di India, Pakistan, Afrika, Eropa, Amerika, apa lagi di Asia yang merupakan sebagai orbit dahwah Sayid Muhammad Al-Maliki, ribuan murid-muridnya yang bukan hanya menjadi kyai dan ulama akan tetapi tidak sedikit dari murid- muridnya yang masuk ke dalam pemerintahan.
Di samping pengajian dan taklim yang rutin di lakukan setiap hari pula ia telah berusaha mendirikan pondok yang jumlah santrinya tidak sedikit, semua berdatangan dari seluruh penjuru dunia, belajar, makan, dan minum tanpa di pungut biaya sepeser pun bahkan ia memberikan beasiswa kepada para santri sebagai uang saku. Setelah beberapa tahun belajar para santri dipulangkan ke negara-negara mereka untuk menyiarkan agama.
Sayid Muhammad Al-Maliki dikenal sebagai guru, pengajar dan pendidik yang tidak beraliran keras, tidak berlebih-lebihan, dan selalu menerima hiwar dengan hikmah dan mauidhah hasanah.thariqahnya.
Dalam kehidupannya ia selalu bersabar dengan orang-orang yang tidak bersependapat baik dengan pemikirannya atau dengan alirannya. Semua yang berlawanan diterima dengan sabar dan usaha menjawab dengan hikmah dan menklirkan sesuatu masalah dengan kenyataan dan dalil-dalil yang jitu bukan dengan emosi dan pertikaian yang tidak bermutu dan berkesudahan. Beliau tahu persis bahwa kelemahan Islam terdapat pada pertikaian para ulamanya dan ini memang yang di inginkan musuh Islam. Sampai-sampai beliau menerima dengan rela digeser dari kedudukannya baik di Universitas dan ta’lim beliau di masjidil Haram.
Semua ini diterima dengan kesabaran dan keikhlasan, selalu menghormati orang orang yang tidak bersependapat dan sealiran dengannya, semasih mereka memiliki pandangan khilaf yang bersumber dari al-Quran dan Sunah. Adapun ulama yang telah mendapat gemblengan dari Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki, mereka pintar-pintar dan terpelajar. Di samping menguasai bahasa Arab, mereka menguasai ilmu-ilmu agama yang cukup untuk dijadikan marja’ dan reference di negara-negara mereka.
Sayyid Muhammad adalah orang cerdas dan terpelajar, berani dan jujur serta adil dan cinta kasih terhadap sesama. Itulah ajaran utama Sayyid Muhammad bin Alwi Almaliki. Beliau selalu menerima dan menghargai pendapat orang dan menghormati orang yang tidak sealiran dengannya atau tidak searah dengannya

Karya Tulis Beliau
Di samping tugasnya sebagai da’i, pengajar, pembibing, dosen, penceramah dan segala bentuk kegiatan yang bermanfaat bagi agama, beliau pula seorang pujangga besar dan penulis unggul. Tidak kurang dari 100 buku yang telah dikarangnya, semuanya beredar di seluruh dunia. Tidak sedikit dari kitab2 beliau yang beredar telah diterjemahkan kedalam bahasa Inggris, Prancis, Urdu, Indonesia dll.
Sayyid Muhammad merupakan seorang penulis prolifik dan telah menghasilkan hampir seratus buah kitab. Ia telah menulis dalam pelbagai topik agama, undang-undang, sosial serta sejarah, dan kebanyakan bukunya dianggap sebagai rujukan utama dan perintis kepada topik yang dibicarakan dan dicadangkan sebagai buku teks di Institusi-institusi Islam di seluruh dunia. Kita sebutkan sebahagian hasilnya dalam pelbagai bidang.
Buku bidang aqidah diantaranya; Mafahim Yajib an Tusahhah, Manhaj As-salaf fi Fahm An-Nusus, At-Tahzir min at-Takfir, Huwa Allah, Qul Hazihi Sabeeli.
Buku dalam bidang tafsir diantaranya; Zubdat al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Wa Huwa bi al-Ufuq al-‘A’la, Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ulum al-Quran, Hawl Khasa’is al-Quran.
Dalam bidang hadist diantaranya; Al-Manhal al-Latif fi Usul al-Hadith al-Sharif, Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi ‘Ilm Mustalah al-Hadith, Fadl al-Muwatta wa Inayat al-Ummah al-Islamiyyah bihi, Anwar al-Masalik fi al-Muqaranah bayn Riwayat al-Muwatta lil-Imam Malik.
Dalam bidang sirah diantaranya; Muhammad (Sallallahu Alaihi Wasallam) al-Insan al-Kamil, Tarikh al-Hawadith wa al-Ahwal al-Nabawiyyah, ‘Urf al-Ta’rif bi al-Mawlid al-Sharif, Al-Anwar al-Bahiyyah fi Isra wa M’iraj Khayr al-Bariyyah, Al-Zakha’ir al-Muhammadiyyah, Zikriyat wa Munasabat, Al-Bushra fi Manaqib al-Sayyidah Khadijah al-Kubra.
Dalam bidang ushul fiqh diantaranya; Al-Qawa‘id al-Asasiyyah fi Usul al-Fiqh, Sharh Manzumat al-Waraqat fi Usul al-Fiqh, Mafhum al-Tatawwur wa al-Tajdid fi al-Shari‘ah al-Islamiyyah.
Dalam bidang fiqh diantaranya; Al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khuluduha wa ‘Alamiyyatuha, Shawariq al-Anwar min Ad‘iyat al-Sadah al-Akhyar, Abwab al-Faraj, Al-Mukhtar min Kalam al-Akhyar, Al-Husun al-Mani‘ah, Mukhtasar Shawariq al-Anwar.
Buku yang lainnya: Fi Rihab al-Bayt al-Haram (Sejarah Makkah), Al-Mustashriqun Bayn al-Insaf wa al-‘Asabiyyah (Kajian Berkaitan Orientalis), Nazrat al-Islam ila al-Riyadah, Al-Qudwah al-Hasanah fi Manhaj al-Da‘wah ila Allah (Teknik Dawah), Ma La ‘Aynun Ra’at (Butiran Syurga), Nizam al-Usrah fi al-Islam (Peraturan Keluarga Islam), Al-Muslimun Bayn al-Waqi‘ wa al-Tajribah (Muslimun, Antara Realiti dan Pengalaman), Kashf al-Ghumma (Ganjaran Membantu Muslimin), Dawah al-Islahiyyah (Dakwah Pembaharuan), Fi Sabil al-Huda wa al-Rashad (Koleksi Ucapan), Sharaf al-Ummah al-Islamiyyah (Kemulian Ummah Islamiyyah), Usul al-Tarbiyah al-Nabawiyyah (Metodologi Pendidikan Nabawi), Nur al-Nibras fi Asanid al-Jadd al-Sayyid Abbas (Kumpulan Ijazah Datuk beliau, As-Sayyid Abbas), Al-‘Uqud al-Lu’luiyyah fi al-Asanid al-Alawiyyah (Kumpulan Ijazah Bapa beliau, As-Sayyid Alawi), Al-Tali‘ al-Sa‘id al-Muntakhab min al-Musalsalat wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah), Al-‘Iqd al-Farid al-Mukhtasar min al-Athbah wa al-Asanid (Kumpulan Ijazah).
Terdapat banyak lagi kitab yang tidak disebutkan dan juga yang belum dicetak.Kita juga tidak menyebutkan berapa banyak karya tulis yang telah dikaji, dan diterbitkan untuk pertama kali, dengan ta'liq (catatan kaki) dan komentar dari As-Sayyid Muhammad. Secara keseluruhannya, sumbangan As-Sayyid Muhammad amat agung.Banyak hasil kerja As-Sayyid Muhammad telah diterjemahkan ke pelbagai bahasa.
Mafahim Yujibu an-Tusahhah (Konsep-konsep yang perlu diluruskan) adalah salah satu kitab karya Sayyid Muhammad, red.) bersinar layaknya suatu kemilau mutiara. Inilah seorang manusia yang menantang rekan-rekan senegaranya, kaum Salafi-Wahhabi, dan membuktikan kesalahan doktrin-doktrin mereka dengan menggunakan sumber-sumber dalil mereka.
Untuk keberanian intelektualnya ini, Sayyid Muhammad dikucilkan dan dituduh sebagai “seorang yang sesat”. Beliau pun dicekal dari kedudukannya sebagai pengajar di Haram (yaitu di Masjidil Haram, Makkah, red.). Kitab-kitab karya beliau dilarang, bahkan kedudukan beliau sebagai professor di Umm ul-Qura pun dicabut. Beliau ditangkap dan passport-nya ditahan. Namun, dalam menghadapi semua hal tersebut, Sayyid Muhammad sama sekali tidak menunjukkan kepahitan dan keluh kesah. Beliau tak pernah menggunakan akal dan intelektualitasnya dalam amarah, melainkan menyalurkannya untuk memperkuat orang lain dengan ilmu (pengetahuan) dan tasawwuf.
Pada akhir hayatnya yang berkenaan dengan adanya kejadian teroris di Saudi Arabia, ia mendapatkan undangan dari ketua umum Masjidil Haram Syeikh Sholeh bin Abdurahman Al Hushen untuk mengikuti “Hiwar Fikri” di Makkah yang diadakan pada tg 5 sd 9 Dhul Q’idah 1424 H dengan judul Al-qhuluw wal I’tidal Ruya Manhajiyyah Syamilah”, di sana Sayid Muhammad Al-Maliki mendapat kehormatan untuk mengeluarkan pendapatnya tentang thatarruf atau yang lebih poluler disebut ajaran yang beraliran fundamentalists atau extremist. Dan dari sana beliau telah meluncurkan sebuah buku yang sangat popular dikalangan masyarakat Saudi yang berjudul “Alqhuluw Dairah Fil Irhab Wa Ifsad Almujtama”. Dari situ, mulailah pandangan dan pemikirannya tentang da’wah selalu mendapat sambutan dan penghargaan masyarakat luas.
Pada tanggal 11/11/1424, beliau mendapat kesempatan untuk memberikan ceramah di hadapan wakil raja Amir Abdullah bin Abdul Aziz yang isinya selalu menggaris-bawahi akan usaha menyatukan suara ulama dan menjalin persatuan dan kesatuan da’wah.
Sayid Muhammad Al-Maliki wafat hari jumat tanggal 15 Ramadhan 1425 H dan dimakamkan di pemakaman Al-Ma’la disamping kuburan istri Rasulullah Sayyidah Khadijah binti Khuwailid ra. Dan yang menyaksikan penguburan beliau seluruh umat muslimin yang berada di Makkah pada saat itu termasuk para pejabat, ulama, para santri yang datang dari seluruh pelosok negeri, baik dari luar Makkah atau dari luar negeri.
Semuanya menyaksikan hari terakhir beliau sebelum disemayamkan, semua menyaksikan janazah beliau setelah disembahyangkan di Masjidil Haram ba’da sholat Isya yang dihadiri oleh tidak kurang dari sejuta manusia. Begitu pula selama tiga hari tiga malam rumahnya terbuka bagi ribuan orang yang ingin mengucapkan belasungkawa. Dan di hari terakhir `Aza, wakil Raja Saudi, Amir Abdullah bin Abdul Aziz dan Amir Sultan datang ke rumah Sayyid Prof. Dr. Muhammad bin Sayyid ‘Alawi Maliki al-Hasani untuk memberikan sambutan belasungkawa dan mengucapkan selamat tinggal kepada pemimpin agama yang tidak bisa dilupakan umat.Semoga kita bisa meneladani beliau. Amien. , diterjemahkan dari Lawami’un Nurissany fi Manaqibil Imam Muhammad Al-Maliki al-Hasany karya Habib Soleh bin Ahmad bin Salim Alaydrus (*) Aji Setiawan