Sabtu, 09 Juni 2012

Selingan

















Ahbaabul Mushofa Fans Club
Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf

Keunikan penggemar Habib Syech selain berpakaian, sarung, baju, sorban, dan songkok putih syechermania juga membawa bendera dari ukuran kecil, sedang sampai besar yang siap dilambai-lambaikan saat alunan rebana berpadu dengan suara emas Habib Syech. Mereka juga melambaikan tangan dan badan mengikuti alunan musik mirip fans band-band papan atas

Band-band ternama Indonesia mempunyai fans club masing-masing. Sebut saja Iwan Fals mempunyai OI, Slank dengan Slankernya. Demikian pula klub sepakbola punya fansclub fanatik seperti Persebaya dengan Arek-arek Suroboyo (bonek), Persija dengan Jakmania, Arema dengan Aremania dll. Namun tak ketinggalan dengan suara emas Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf , habib asal Solo ini mempunyai jutaan penggemar yang tersebar seantero negeri dan mereka tergabung dalam Jamaah Ahbaabul Mushofa Fans Club.
      Kreatifitas itu tidak terbatas pada orang-orang yang banyak bergerak seperti band-band papan atas yang mempunyai organisasi penggemar. Sebut saja Iwan Fals mempunyai organisasi Orang Indonesia (OI) yang terorganisasi rapi hingga daerah-daerah. Demikian juga band-band papan atas lainnya yang mempunyai banyak penggemar yang cukup banyak meski belum terorganisasi dengan rapi. Rupanya fans-fans berat itu yang jumlahnya sangat banyak itu kemudian membentuk organisasi penggemar.
    Penggemar berat Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan kecintaan kepada Habib yang sedang naik daun ini. Di setiap acara ada ribuan pedagang tampak mengelilingi alun-alun mulai dari pedagang VCD, pamlet, minyak wangi, makanan dan minuman dll berbaur menjadi satu dengan jamaah memenuhi tempat acara shalawatan. Mereka turut menyumbang besar akan keberhasilan dan memeriahkan acara shalawatan Habib Syech ini.
    Syech Abdul Qadir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Habib Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf (tokoh alim dan imam Masjid Jami’ Assegaf di Pasar Kliwon Solo). Berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayahnya, Habib Syech mendalami ajaran agama dan akhlak leluhurnya.
    Syech Abdulkadir juga memperoleh pendidikan dari paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaout. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Habib Muhammad Anis bin Alwiy al Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat, serta kesabaranya, Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosul yang diawali dari Kota Solo.
    Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosulnya, tanpa di sadari banyak umat yang tertarik dan mengikuti majelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama’ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya Cinta kepada Rosul SAW dalam kehidupan ini, mereka kadang biasa disebut sebagai Syecher mania dari Ahbaabul Mushofa Habib Syech.
    Ahbaabul Musthofa, adalah salah satu dari beberapa majelis yang ada untuk mempermudah umat dalam memahami dan mentauladani Rosul SAW, berdiri sekitar Tahun1998 di kota Solo, tepatnya Kampung Mertodranan. Berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthud Duror Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak ummat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW .
    Kegiatan pengajian rutin dan zikir serta sholawat berkembang di berbagai kota seperti Sragen, Kudus, Jepara, Jogja, Solo, Kediri, Sidoarjo, Surabaya dan mulai merambah ke kota-kota Purwokerto, Banjarnegara dan banyak kota lainnya dalam majelis-majelis zikir dan sholawat. Berbagai majelis shalawat yang ia hadiri selalu dijubeli puluhan hingga ratusan ribu jamaah.
Keunikan penggemar Habib Syech selain berpakaian, sarung, baju, sorban, dan songkok putih mereka juga membawa bendera dari ukuran kecil, sedang sampai besar yang siap dilambai-lambaikan saat alunan rebana berpadu dengan suara emas Habib Syech. Mereka juga melambaikan tangan dan badan mengkuti alunan musik mirip fans band-band papan atas. Mereka juga mengorganisir diri sebagai pecinta Habib Syech. Selain bendera, mereka membawa juga poster dan memakai atribut pin yang bergambar Habib Syech.
Seperti diungkapkan seorang Muhibbin, Nur Cholis pemuda asal Purbalingga. Dia mengatakan kecintaan para penggemar kepada Habib Syech mungkin mirip dengan para penggemar Habib Syech. “Tapi para penggemar Habib Syech, adalah gerakan yang positip. Ajakan dan taushiyah Habib Syech selalu menyejukan dan dapat membentengi generasi muda untuk semakin mencintai Rasululloh SAW,”ujar Nur Cholis. Nur Cholis yakin , jamaah Ahbaabul Mushofa ini menjadi salah satu kampanye cinta shalawat dan menjadi pengobat hati jamaah yang ampuh.
Apalagi didukung oleh suara emas Habib Syech yang memang tergolong istimewa dan enak di dengar, meyejukan dan nyaman serta membuat suasana tenang bagi siapa saja yang mendengarnya. Terkadang jamaah menirukan lantunan shalawat Habib Syech menjadi alunan suara koor ribuan jamaah yang merdu dan kompak membawa ke sebuah suasana penuh kesyahduan dan puncak ekstase kerinduan yang mendalam kepada Rasulullah SAW. Kegembiraan dan kesyahduan berbaur menjadi satu sebagai ungkapan penuh cinta kepada Rasulullah SAW.
Sebenarnya isi taushiyah Habib Syech dalam menyampaikan dakwah terbilang biasa-biasa saja bahkan banyak berisi guyonan segar yang membuat jamaah betah duduk di tempatnya hingga akhir larut malam. Namun yang paling penting, suara Habib Syech memang merdu dan mendayu-dayu berbeda dengan pelantun shalawat pada umumnya, sehingga amat wajarlah bila ia mempunyai jutaan penggemar seantero Nusantara bahkan Mancanegara.
Munculnya jutaan fans berat (Syecher) Habib Syech yang bernaung di bawah Majelis Sholawat Ahbaabul Musthofa ini perlu kita sambut positif. Di tengah kepungan jaman yang serba konsumtif dan permisif seperti sekarang ini, dengan syiar Habib Syech melalui gerakan cinta Shalawat, mereka akan semakin cinta kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. (***)


Selasa, 05 Juni 2012

Kerusuhan: Konflik Pelanggaran Hukum Yang Tak Kunjung Usai


Oleh : Aji Setiawan

Kerusuhan massa di Indonesia telah banyak menelan korban jiwa dan harta benda. Kasus Mesuji, Bima, Ternate, Ambon, Temanggung ambilah suatu contoh kasus –kasus yang masih tersisa akhir-akhir ini. Kerusuhan biasanya dimulai dari konflik antarwarga masyarakat yang dipicu masalah sepele, saling ejek dan mencemooh. Kemudian membesar dengan adanya provokator yang ingin mengambil keuntungan. Namun kerusuhan terus terjadi dalam masyarakat tanpa pemerintah dan aparat menanggulanginya. Apakah kekerasan dan pelanggaran hukum dalam era sekarang ini telah menjadi budaya bangsa untuk menyelesaikan masalah?
Pelbagai amuk massa, kekerasan dan kerusuhan yang diikuti agresifitas massa melakukan penjarahan, pembakaran dan tindak kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini di tanah air sungguh memprihatinkan. Masih kita ingat di penghujung tahun 1997 konflik bernuansa SARA begitu mudah menyulut kerusuhan dari ujung Sabang sampai Merauke. Namun peristiwa amuk massa ini ternyata tidak saja berhenti begitu reformasi bergulir, sisa-sisa konflik paergantian rejim orde baru ke orde reformasi ternyata juga masih menyisakan masalah.
Semua peristiwa tersebut akhirnya menimbulkan spekulasi tentang apa, siapa , mengapa dan tujuan yang dicapi dari latarbelakang pelbagai kerusuhan dengan adanya pendapat adanya provokator yang mengatasi massa agar menjadi beringas melakukan amuk massa. Keadaan ini didorong pula dengan munculnya pelbagai isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, ketika rakyat masih dihadapi krisis moneter , kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi dazn budaya dalam kehidupan masyarakaat Indonesia, seolah-olah semakin mengukuhkan spekulasi tersebut.
Pelbagai diskusi dan pendapat dilontarkan untuk mencari akar masalah amuk massa ini. Namun sampai sekarang tidak ada satu pun dapat mengungkapkan siapa sesungguhnya dalang di balik kerusuhan itu. Pemerintah melalui aparat penegak hukum dengan gamblang menuding semua ini adalah ulah provokator tanpa mampu menyeret ke depan meja hijau. Benang kusut yang melilit persoalan ini tampaknya begitu rumit dan kompleks diungkapkan dalam waktu singkat. Anehnya, kerusuhan yang bermotifkan ekonomi antara pihak kepentingan pemodal versus rakyat di sisi lain dengan membenturkan aparatus keamanan (kepolisian) dengan rakyat ini terus terjadi tanpa pemerintah Indonesia mampu menanggulanginya dengan menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak dapat dihitung banyaknya dengan tetap menyembunyikan akar masalah kerusuhan dan amuk massa melalui simpul-simpul realitas sosial.
Jika diperhatikan lebih jauh, pelbagai kerusuhan dan agresifitas massa merupakan fenomena (gejala) sosial yang rill dalam kehidupan bangsa yang sedang mengalami perubahan. Artinya, setiap bentuk kerusuhan dan pelanggaran hukum di negeri ini dapat saja terjadi dalam waktu singkat, antara lain karena adanya perubahan hukum disebabkan pengaruh akulturasi internal (Soekanto: Antropologi Hukum 1984). Secara langsung orang dapat merasakan akibat kerusuhan yang meninggalkan luka cukup peduli dengan penderitaan para korban menjadi pengungsi, kehilangan tempat tinggal, harta benda, saudara, orang tua dan anak-anak bagi kehidupan masa depan mereka.
Sebuah gejala sosial dengan dimensi hukum yang memiliki jangkauan pengaruh cukup luas terhadap kehidupan masyarakat. Kerusuhan merupakan suatu bagian integral sisa kebudayaan lama dalam antropologi hukum dari masalah dan konflik suatu bangsa (Pospisil, Leopold, 1968). Bukan saat ini saja tapi juga masa depan bangsa yang tercabik-cabik dengan adanya pertikaian yang dipicu masalah sepele dengan akibat sangat mengenaaskan hati. Sampai jauh ke depan peristiwa kerusuhan di berbagai daerah ini akan menggoreskan tinta hitam bagi perjalan hidup bangsa Indonesia yang menggambarkan adanya budaya kekerasan dalam kehidupan masyrakat yang multietis dan multikultural ini.
Timbul pertanyaan, mengapa bangsa kita begitu mudah melakukan kekerasan ataukah kekerasan telah menjadi budaya bangsa? Apakah pendekatan hukum oleh aparat keamanan tidak mampu mengungkap dalang dan latar belakang kerusuhan? Bagaimanakah mencari akar masalah kekerasan dengan terjadi nya kerusuhan tersebut?

Masyarakat Anomie
Satu hal yang menjadi pusat perhatian dengan merebaknya pelbagai kerusuhan dan amuk massa adalah mencari sumber latar belakang kerusuhan tersebut di ruang pengadilan dan menyeret pelaku kerusuhan untuk mengungkap dalang atau provokator sebenarnya.
Untuk mengungkapnya dapat dilacak dalam setiap gejala sosial yang ada dapat berkembang menjadi fakta hukum untuk terjadinya kegiatan kejahatan yang mengandung asumsi adanya motif dan peran individual atau kelompok menggerakan suatu peristiwa pidana sebagai pokok persoalan terjadinya suatu kejahatan, ini berarti setiap keruhan yang menimbulkan kejahatan dalam kehidupan manusia selalu ada latar belakang menyebabkan terjadinya peristiwa pidana yang dilakukan oleh pelaku kejahatan sebagai faktor pencetus suatu pelanggaran hukum.
Alasannya sangat sederhana. Sangat kecil kemungkinan bahwa suatu pelanggaran hukum terjadi begitu saja tanpa ada yang memicunya atau pencetus dari suatu relasi sebba akibat dengan terjadinya kerusuhan tindak kriminal murni, tapi juga memiliki unsur politis dan ekonomi dengan adanya perbedaan kesenjangan ekonomi, sosial dan dominasi budaya suatu etnis terhadap etnis lain yang sengaja ditiupkan agar terjadi kerusuhan.
Selama ini bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, sopan santun dan pemaaf. Terjadinya perubahan demi perubahan di negeri ini banyak menyebabkan sifat tersebut di atas hilang dalam sekejap mata. Bangsa ini terpuruk pada sifat aslinya yang pemberang dan kejam. Perilaku suku terasing saja, Malanesia yang hidup liar dan nomaden di kepulauan Trobriand Papua Nugini saja masih menjunjung tinggi tertib sosial dan menjauhi tindak kekerasan. Mereka memiliki semangat kelompok dan solidaritas kebanggaan atas kelompok dan keturunan. Tertib sosial dapat dipelihara dengan baik dalam suku tersebut, hukum primitif tidak melulu larangan negatif berupa hukum pidana, tapi juga mengandung tertib sosial dalam kebudayan mereka yang sederhana.
Dalam teori sosiologi, ada pandangan mengasumsikan bahwa kejahatan dalam masyarakat disebabkan oleh faktor tidak ditaatinya hukum dan undang undang yang berlaku, karena masyarakat itu dalam anomie (Durkim: 1964) yang menggambarkan keadaan tanpa aturan atau deregulasi dalam masyarkat. Keadaan deregulation, menurut Durkeim diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain.
Keadaan masyarakat tanpa aturan atau undang-undang sering menimbulkan konflik dalam kehidupan sosial, karena ada dorongan orang untuk melakukan penyimpangan yang melanggar hukum (Becker: 1966). Konflik itu sebenarnya sudah dipelihara sejak lama, namun belum membesar dan hanyakonflik kecil-kecilan --semacam tawuran antar warga di Jakarta-- misalnya.
Namun konflik ini kemudian bisa merebet dan membesar dan akhirnya meletus sebagai kerusuhan akibat krisis kepercayaan masyarakat dengan sistem hukum yang diskriminatif dan tidak mencerminkan penegakkan hukum yang sama. Sementara masyarakat melihat dengan mata telaanjang adanya perbedaan perlakukan di depan hukum bagi mereka yang memiliki kekuatan politis dan ekonomis (mantan pejabat, pejabat dan konglomerat) dengan rakyat biasa yang melanggar hukum.
Melihat sosiologis masyarakat sekarang, maka ada tiga penyebab orang melakukan kerusuhan. Pertama, mereka menganggap dirinya merupakan alat dari kaum kelas berkuasa yang dapat diperlakukan seenaknya. Artinya hak untuk mmeperoleh keadilan bagi kelas tertindas sudah tidak ada lagi dengan eksploitasi kekuasaan oleh pihak berkuasa. Kedua, mereka melihat semua kerusuhan sebagai jalan untuk merebut kekuasaan dari pencerminan sikap individualisme dan kompetisi warga yang ingin berkuasa. Ketiga, perebutan kekuasaan dengan kekerasan termasuk melakukan kerusuhan adalah perbuatan legal untuk mencapai semua tujuan.
Arus sosial semacam ini yang berwujud kemarahan atau luapan emosi yang tak terkendali dan menghanyutkan massa dalam melakukan tindak kekerasan merupakan luapan kemarahan sesaat, sementara. Kemarahan itu akann terhenti jika diperoleh solusi atau pemecahan masalah yang tepat oleh para pengambil keputusan. Namun, semua muara dari kerusuhan itu tidak lain adalah perlakuan tidak adil atau diskriminatif dalam penerapan hukum atau kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang ekonomi, politik, sosial budaya.
Apa pun bentuknya, kekerasan harus dikutuk habis-habisan. Suatu sistem budaya yang dianut dengan kekerasan dalam menyelesaikan masalah tentu akan menyebabkan suatu maslaah baru, yakni tindak kekerasan itu sendiri. Karena itu perlu bangunan sistem budaya baru, tanpa kekerasan yang berperan sebagai pengarah dan pendorong kelakuan manusia sebagai pedoman kehidupan; norma-norma, hukum dan aturan.
Upaya keras penegakan hukum perlu dibuktikan dengan kesungguhan aparat pemerintah untuk melakukan penegakan hukum (law enforcement) terhadap mereka yang melakukan tindak kejahatan dan kerusuhan. Penegakan hukum itu akan berhasil bila (1) Hukum atau peraturan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan hukum rakyat yang mendambakan keadilan; (2) mentalitas petugas penegak hukum harus baik; (3) Fasilitas kerja aparat hukum yang memadai; (4) Kesadaran dan kepatuhan hukum serta perilaku masyarakat dan apararat keamanan yang mau bersungguh-sungguh dalam menegakan hukum dan HAM secara konsisten dan konsekwen.
Kalau persyarakat tersebut dipenuhi, maka masalah kerusuhan akan dapat ditanggulangi untuk meniptakan kehidupan yang lebih baik dari masa lalu. Upaya melakukan kerukunan antar warga dan golongan diantara masyarakat dapat dilakukan melalui jalur silaturahmi, dialog dan rekonsiliasi yang melibatkan seluruh unsur masyarakat dibantu pemerintah dan aparat keamanan. Kegiatan ini hendaknya melembaga dari mulai grass root sampai lapisan atas sehingga mampu mencairkan suasana rasa permusuhan dan menyelesaikan perselisihan antar warga masyarakat kita.
Kita memerlukan masyakarat yang menjunjung tinggi solidaritas organik, hukum yang berlaku bersifat hukum restitutif (memperbaiki) dari budaya masyarakat bukan hukum yang otoriter dan restruktrif. Artinya, hukum yang muncul adalah sesuai aspirasi rakyat dan ditegakan dengan otoritas moral aparat penegak hukum yang baik serta pemerintahan yang bersih dan berwibawa bebas KKN.
Untuk menata kembali kehidupan masa depan bangsa diperlukan juga tipe hukum responsif denga kebutuhan hukum masyarakat yang menginginkan keadilan bagi semua orang tanpa perlakuan diskriminatif. Semoga Indonesia kembali menjadi Indonesia yang aman , damai, adil dan makmur! []

Prinsip Pendidikan Dalam Islam

Oleh : Aji Setiawan
Masalah pendidikan di negara kita telah menarik perhatian berbagai kalangan, mengingat pendidikan belum bisa beranjak dari masalah-masalah dari kurang berkualitasnya para lulusan sekolah , masih banyaknya guru yang mismatch sampai kurang memadainya gaji para guru yang menyebabkan proses pengajaran mereka lakukan kurang terkonsentrasi.
Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan dengan dibuatnya undang-undang yang menjamin pendidikan yang memadai hingga peningkatan insentif guru. Tetapi masalah pendidikan itu belum kunjung reda. Dari aspek kualitas pendidikan, kita berada jauh di bawah negara-negara maju, bahkan jika kita bandingkan dengan negara tetangga kita yakni Malaysia dan Philipina. Belum lagi kalau kita tengok kepada bangsa Indonesia pendidikan semakin hari semakin merosot moralnya. Buruknya kondisi moral bangsa ini tetntunya berkaitan dengan tidak berhasilnya misi pendidikan.
Banyak orang menilai bahwa kegagalan pendidikan di negeri ini pada umumnya disebabkan kurang diarahkannya pendidikan kita pada pembentukan karakter bangsa (nation caracter building). Pengajaran di sekolah sekolah atau perguruan tinggi hanya difokuskan pada penguasaan siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang diberikan. Mengenai masalah ini, pendidikan kita memang berhasil meluluskan para anak didiknya setiap tahun dari berbagai pendidikan tinggi dan sekolah, sehingga secara statistik jumlah orang pintar selalu bertambah.
Kalau pendidikan pada umumnya kurang memberi perhatian pada aspek pembentukann karakter, hal ini kelihatannya lebih ditangani oleh lembaga lembaga pendidikan agama. Sesuai dengan tradisinya, pendidikan Islam sebenarnya lebih menekankan pada aspek pendidikan karakter, seperti terlihat dari aberbagai aspek materi yang diajarkannya. Akan tetapi sekolah-sekolah agama pun sekarang ini terkesan telah meninggalkan habitatnya. Mereka justru telah meninggalkan tradisinya hanya untuk melayani kebutuhan umum yang dikelola pesantren , misalnya,  sama saja dengan pembelajaran sekolah-sekolah umum yang memeberi pelajaran sekuler dengan meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan budi pekerti dan akhlak.
Sudah menjadi pemahaman umum di kalangan kaum muslimin bahwa mencari ilmu pengetahuan merupakan keharusan atau mendekati kewajiban mengingat pengetahuan manusia itu hidup dan dengan pengetahuan pula mereka mengabdi kepada Allah SWT sesuai dengan hadist Rasulullah SAW,”Mencari ilmu itu merupakan kewajiban (faridhotun) bagi umat Islam baik laki-laki maupun perempuan”. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadist Nabi Muhammad SAW,”Carilah ilmu sejak kamu dalam ayunan sampai kamu masuk liang kubur.”           
Allah SWT secara tegas memberikan penghargaan kepada mereka yang berpengetahuan dan mengangkat derajat oraang-orang yang berilmu. ”Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang –orang yang berilmu melebihi orang lainnya: QS Adzariyat : 56).
Ketinggian derajat orang yang berilmu itu jelas terlihat dalam kehidupan bermasyarakat kita. Orang-orang yang berilmu itu telah menjadi penerang dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan kita sebagai manusia. Jadi benarlah apa yang diungkapkan melalui sebuah kata ulama bahwa “ilmu itu adalah cahaya”, karena dengan ilmu lah manusia mendapat jalan terang untuk mengarungi kehidupannya. Penghargaan terhadap orang berilmu sendiri juga disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW,”khoirukum anfa’ukum linnas” (Yang paling bagus di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia).
Sejarah Islam telah memperlihatkan bahwa melalui ajarannya yang menganjurkan pencarian pengetahuan yang menyebabkan masyarakat Islam menjadi masyarakat yang berbudaya tinggi (Civilized). Perkembangan pengetahuan dalam masa Islam awal telah melahirkan berbagai macam ahli yang kemudian bisa menerangi dunia dengan pengetahuannya.
Dengan berbagai tuntutan yang dikemukakan di atas, apa yang disodorkan oleh Islam sebenarnya bisa disederhanakan pada apa yang disebut “longlife education”. Ini berarti bahwa pendidikan dalam Islam bukan hanya pembelajaran di dalam kelas , di mana para murid mendapatkan pengetahuan dari para guru. Pendidikan dalam Islam haruslah dijadikan sebagai media pembentukan watak dan karakter, sehingga anak didik tidak hanya pintar, tetapi juga berperadaban secara pengetahuan atau berakhlaq. Akhlaq itu bukan hanya aspek moralitas tingkah laku atau sopan santun manusia, tetapi juga menyangkut sikap , pandangan atau bahkan karakter seorang muslim.
Dengan demikian, pendidikan adalah totalitas pembentukan manusia supaya berguna bagi sesamanya dengan mempunyai akhlaq yang tinggi. Imam Gozali merumuskan akhlaq sebagai potensi yang dipunyai manusia dalam kaitan manusia berperan sebagai khalifatul fil ardhi. Potensi ini harus diarahkan agar bisa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia pada umumnya.
Pendidikan, sekali lagi harus dapat memberikan manfaat bagi kemanusiaan, yakni ketika pendidikan mampu membentuk manusia-manusia yang tidak hanya pintar tapi juga berakhlaq atau berperadaban. Sering dikatakan orang bahwa menjadi orang pintar itu gampang, sebab dengan disekolahkan orang akan menjadi pintar, artinya mempunyai pengetahuan. Yang tidak mudah adalah membentuk manusia pintar  dan berakhlaq.
Imam Ghozali membedakan akhlaq itu ke dalam akhlaq karimah dan akhlaq madzummah. Ahlaq karimah adalah potensi manusia yang direalisasikan dalam kehidupan nya yang memberi manfaat bagi sesama manusia. Sedangkan akhlaq madzummah itu muncul ketika potensi manusia tidak memberikan manfaat bagi manusia. Jadi dalam hal ini akhlaq tidak diartikan semata-mata sebagai sopan santun, tetapi sebagai peradaban.
Akhlaq itu adab sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW,”addabani rabbi fa ahsana ta’dibi”. Memang berbeda Rasulullah SAW yang mengajari akhlaq beliau adalah Allah SWT sehingga ta’dib nya tentu sempurna. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang berakhlaq mulia. Jadi ahlaq mulia itu tidak hanya berkaitan dengan sopan santun tetapi juga sikap dan karakter manusia yang diarahkan untuk memberikan manfaat bagi umat manusia.
Misi pendidikan
Ada dua konsep penting yang berkaitan yang berkaitan dengan keberadaan manusia yang karenanya pendidikan yang kita lakukan juga diarahkan ke sana. Konsep itu terangkum dalam firman Allah SWT,”wa ma kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun”, yang artinya adalah, ”tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah Ku”. Perintah Allah SWT mengharapkan manusia agar menjadi hamba yang Islam (yang taat) yang melaksanakan  perintah-Nya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam perintah Allah SWT ini bersifat universal. Artinya hal itu berkaitan dengan ukuran yang sama dirumuskan oleh manusia. Al Qur’an dalam hal ini mendorong manusia agar menjadi khalifatullah (khalifah Allah) di bumi yang berarti menjadi hamba Allah yang mengurusi kehidupannya dan kehidupan manusia lainnya. “mengurusi” itu mempunyai arti yang luas, tidak hanya berarti menjadi pemimpin manusia juga mengekplorasi rahasia alam dan lainnya untuk kepentingan umat manusia.
Karena itulah dalam pendidikan Islam anak didik itu dengan pengetahuannya diarahkan untuk mempunyai tanggung jawab terhadap sesamanya. Dengan berilmu manusia itu dibebani untuk membantu sesamanya dan menciptakan tidak saja masyarakat yang religius tetapi juga masyarakat yang makmur, tidak kekurangan.
Jadi misi pendidikan tidak saja membentuk kesalehan individu menjadi abdullah (hablum minallah) belaka namun juga kesalehan sosial di mana seorang manusia juga dituntut menjadi manusia yang baik secara sosial (kholifatullah). Dalam konsep kholifatullah itulah dimensi akhlaq mendapatkan tempat, karena salah satu aspek yang harus dipenuhi manusia untuk menjadi khalifatullah yang berhasil adalah masalah keberadaban (akhlaq).
Pemenuhan kedua konsep di atas adalah bentuk ekspresi dari keimanan dan keislaman umat Islam. Islam itu memang berkaitan dengan masalah akidah dan syariah, yang menuntut manusia untuk mempersembahkan keimannya kepada Allah SWT serta memberikan ketaatannya atas aturan –aturan Nya. Sepertti sering dinyatakan dalam ajaran Islam sendiri, pencapaian keduanya haruslah seimbang dalam artian tidak ditinggal salah satunya, karena keduanya yakni hablumninnallah dan hablumminannas merupakan hal yang saling berkaitan dengan keislaman itu sendiri.
Dalam dunia pendidikan, pengenalan kedua hal itu harus ditekankan karena keduanya menjadi sumber pembentukan karakter para siswa. Jadi, pendidikan Islam itu membentuk kesalehan secara menyeluruh. Orang yang saleh itu bukan hanya yang taat beribadah, tetapi juga harus peduli dengan masalah kehidupan sosial manusia. Dengan kata lain, kesalehan yang harus dibentuk melalui pendidikan keagamaan juga kesalehan sosial dan kesalehan religius.
Orang yang taat sholat di masjid harus juga menjadi orang yang peduli lingkungan dan orang yang mengikuti aturan sosial yang berlaku. Di jalanan, misalnya, orang yang saleh itu harus menjadi pengendara yang baik, mentaati semua peraturan lalu lintas, karena melakukan hal itu juga bagian dari keharusan agama, yakni menjadi khalifah di muka bumi. Memang banyak nilai-nilai dan ajaran Islam yang mendorong manusia untuk beradab tadi.
Misi pendidikan Islam sebaiknya diarahkan bagi terbentuknya manusia yang mengabdi kepada Allah SWT dengan juga melakukan masalah keduniawiyannya sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Allah SWT. Jangan sampai pendidikan yang dilakukan melulu untuk mencerdaskan bangsa dengan tanpa mengasah unsur spritualnya.
Demikian juga kurang sempurna pendidikan hanya bagi pembentukan spiritual manusia dengan melupakan maslaah-masalah duniaawi di mana manusia sendiri hidup. Penggabungan keduanya menjadi keharusan, sebab disamping hamba yang taat menjadi kekasih Allah SWT, tetapi juga menjadi khalifah di muka bumi yang mendapatkan nilai lebih dari Allah SWT. (***)

Ponpes Darussalam Purbalingga


Ponpes Benteng Ahlussunnah Waljamaah Purbalingga Timur

Pondok Pesantren ini terletak di dusun Kembaran Desa Cipawon Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah . Kini marak dengan kegiatan kepesantrenan sebagai benteng yang kuat atas ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah

Pondok pesantren ini terletak di wilayah timur Kabupaten Purbalingga. Kurang lebih lima belas kilometer dari Kota Purbalingga. Dari Kecamatan Bukateja orang yang akan berkunjung atau mondok ke Pondok pesantren ini cukup naik becak atau naik angkutan pedesaan dari Kecamatan Bukateja, sekitar 3 kilometer arah timur dari kecamatan Bukateja. Pondok Pesantren ini terletak di dusun Kembaran Desa Cipawon Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah . Kini marak dengan kegiatan kepesantrenan sebagai benteng yang kuat atas ajaran Islam Ahlussunah Wal Jamaah
Awal mula berdirinya pondok pesantren Darussalam ini terinsipirasi oleh pesan dan perintah dari sang guru besar Al maghfurlah KH Mukhtar Syafaat Abdul Ghofur pengasuh pondok pesantren Darussalam, Blok Agung, Banyuwangi, Jawa Timur kepada KH Abdul Ghofur Arifin, untuk mendirikan sebuah pesantren,”lhe, nak wes mulih gaweo tenger, ora usah kuwatir, coro endok kowe iseh tak angremi, nak wes wayae mesti netes”. Begitulah pesan beliau kepada sang murid yang kebetulan menjadi khadamnya selama bertahun-tahun sehingga banyak mendapatkan pelajaran khusus dan pesan-pesan penuh makna secara langsung.
Berbekal pesan-pesan dan timbaan ilmu dari sang guru, Sepulangnya dari pesantren KH Abdul Ghofur Arifin mulai mendirikan sebuah majlis taklim untuk kalangan muslimat setempat pada tahun 1983. Lambat laun majelis taklim itu semakin berkembang dan banyak diminati oleh masyarakat sekitar bahkan santri dari luar daerah mulai berdatangan sehingga setahun kemudian didirikanlah pondok pesantren yang dinamai Darul Muttaqin.
Selang satu tahun kemudian sang guru KH. Mukhtar Syafaat berkunjung dan memerintahkan agar pondok pesantren yang baru di rintis itu diganti namanya dengan Darussalam, lhe, manuto aku wae insyaallah berkah”, begitulah pesan KH Mukhtaar Syafaat Abdul Ghofur.
Dengan acuan pesan singkat beliau, KH. Arifin Abdul Ghofur lantas mempunyai cita-cita besar agar nantinya Pondok Pesantren Darussalam kembaran, Cipawon dapat berkembang seperti halnya Pondok Pesantren Darussalam Blok Agung, Banyuwangi yang tidak hanya menjadi sebuah pesantren salaf saja akan tetapi dilengkapi dengan berbagai cabang pendidikan sesuai kebutuhan masyarakat pada zaman sekarang. Mulai dari Taman Kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Karenanya secara garis besar pondok pesantren ini akan diarahkan seperti pondok Darussalam Blok Agung.
Akan tetapi karena keterbatasan sarana dan prasarana KH. Arifin Abdul Ghofur baru dapat mewujudkan sebagiannya yaitu Pondok Pesantren salaf murni, Pondok Tahfidl Alqur'an dan Taman Pendidikan Alqur'an.


Jenjang Pendidikan
Fardlu 'ain bagi seorang muslim mengetahui hukum-hukum islam, mengetahui apa yang akan dan harus ia lakukan, mengetahui hal-hal yang secara normal ia akan terbentur atau terpaksa harus melakukan serta mengetahui pula hal-hal yang bisa merusak akidah dan amal ibadahnya. Sedangkan secara fardlu kifayah harus ada orang yang mendalami dan menguasai ilmu agama hingga dapat dijadikan rujukan pertanyaan sekaligus dapat membimbing yang membutuhkannya. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa realita santri pondok pesantren tradisional waktu belajarnya fariatif mulai yang sampai puluhan tahun hingga hanya setahun atau beberapa bulan saja.
Dengan pertimbangan realita tersebut, pondok pesantren Darussalam membagi jenjang pendidikan menjadi ibtidaiyyah, Tsanawiyyah, Aliyyah dan Musyawirin.
Sedangkan untuk memudahkan dalam pengaturan pendidikan santri. Setiap calon santri diharapkan memilih sesuai dengan taraf pendidikan yang sudah ditempuh. Namun bagi para santri baru, mereka harus masuk jenjang pendidikan ibtidaiyah (sifir).
Jenjang pendidikan Ibtidaiyyah ini ditempuh selama 4 tahun. Dimaksudkan untuk membuat pondasi agar terjadi kesinambungan belajar bagi santri yang meneruskan pendidikannya ke jenjang berikutnya, sekaligus mencetak kader muslim awam yang terampil atau aktif bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Dengan kata lain, siswa jenjang ini ditargetkan siap melangkah kejenjang berikutnya dan diharuskan sudah bisa memahami dengan betul cara beribadah dan bisa melakukannya dengan benar juga tau mana yang wajib, sunnah, mubah dan haram yang berarti pula telah terpenuhi kewajiban tholabul ilmi fardlu 'ainnya.
Lepas pendidikan ibdtidaiyah, santri bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan Tsanawiyah. Jenjang Tsanawiyah ini ditempuh selama tiga tahun. Disamping sebagai pondasi untuk jenjang berikutnya, targetnya adalah mencetak siswa agar mampu menjadi guru dan pimpinan daerahnya masing-masing jika tidak meneruskan ke jenjang berikutnya. Untuk memenuhi target tersebut, siswa diupayakan agar memahami semua bidang ilmu agama yang ada dan mampu memahami kitab-kitab salaf dengan hanya sedikit ada ketergantungan kepada orang lain.
Siswa jenjang Tsanawiyah ini juga ditargetkan mengerti hukum Islam, baik ubudiyyah atau muamalah yang kerap muncul atau terjadi dalam masyarakat luas. Untuk mengatur system pendidikan jenjang ini haruslah meliputi pendidikan dasar dari semua bidang, pengertian semua hukum yang berkaitan dengan prilaku dan kebudayaan masyarakat, pengertian hakikat ahlussunnah wal jamaah serta sedikit pengenalan semua aliran agama atau sekte yang ada di Indonesia.
Jenjang Aliyah bisa ditempuh selama tiga tahun. Siswa jenjang pendidikan ini diupayakan mampu menjadi rujukan siswa jenjang sebelumnya, memahami dengan benar ilmu alat, betul-betul memahami hukum dan mampu menjawab masalah-masalah waqiiyyah ataupun yang jarang terjadi bahkan masalah-masalah yang mungkin belum diterangkan oleh ulama salaf secara shorih/jelas serta mampu mempertahankan paham ahlussunnah sekaligus dapat mengcounter paham-paham lain yang tidak sesuai. Untuk itu pelajaran ‘gramar’ dan ilmu alat bahasa Arab sangat di tekankan dalam jenjang ini dan untuk hasil yang optimal selapas jenjang ini santri diupayakan memperdalam fiqhnya dengan masuk ke Jamiyyah Musyawarah Riyadluttolabah”
Pondok pesantren juga dilengkapi dengan kajian ilmu tasawwuf yang diajarkan langsung oleh pengasuh pondok pesantren dengan menggunakan kitab ihya' ulumuddin. Pengajian ini dimaksudkan agar berimbang antara ilmu dlohir dan batin seperti wejangan beliau "ojo ngasi kelemon ilmu njobone". Karenanya dipondok pesantren ini, santri juga dilatih mendekatkan diri dengan qiyamullail dan mujahadah bahkan kebanyakan santri juga melakukan rialat.
Sebelum memulai aktifitasnya, pada setiap harinya santri terlebih dahulu digembleng dengan ta'limul muta'allim yang diajarkan langsung oleh pengasuh pondok pesantren. Hal ini diantara maksudnya agar santri senantiasa lurus niatnya dan dapat menjunjung tinggi ilmu yang akan dipelajari dan guru yang menyampaikannya.
Selain itu semua, pondok pesantren juga sangat memperhatikan bacaan Al-Qur'an para santrinya maka dibentuklah lembaga pendidikan qiroat Al-Qur'an. Lembaga ini khusus menangani Al-Qur'an dari tingkat kanak-kanak sampai dewasa baik binnadlor ataupun bilghoib. Kitab-kitab yang diajarkan adalah kitab yang menggunakan madzhab Imam Hafsh 'an 'Ashim sampai dengan imam/ Qurro' 'asyaroh yang lain.
Untuk menambah bobot pengajian dalam pelajaran juga masih ada pengajian yang diberikan oleh santri senior yang sudah mampu, waktu yang dipergunakan adalah celah-celah diantara kegiatan para santri. Semua sistem yang dipergunakan adalah model bandongan, yakni guru membaca kitab, para santri kemudian memberi makna gandul (bahasa kromo) atau sorogan yakni membaca kitab gundulan beserta i'rob yang di bimbing oleh santri senior.
Selain kegiatan wajib, para santri juga dianjurkan untuk mengikuti aktivitas lain yang menambah wawasan dan pengetahuan santri, seperti; baca Tahlil dan Yasin, muhafadzah, dhi’baiyah, khitobah, bahtsul masa’il, seni membaca alqur'an dan lain-lain.
Disamping itu untuk bekal santri setelah mukim ke kampung halaman masing masing, santri juga di bekali dengan ketrampilan bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, pertukangan, komputer dan lain-lain dengan harapan agar nantinya santri bisa hidup mandiri setelah kembali ke masyarakat. Sampai saat ini pesantren ini telah mendidik kurang lebih sekitar 1700 alumni yang berkiprah di tengah masyarakat luas dalam bidang agama, sosial dan di pemerintahan.
Tidak sebagaimana sekolah atau universitas yang memakai kalender Masehi sebagai patokan dalam memulai aktivitas belajar. Di pesantren ini memakai patokan tahun Hijriah baik untuk pendidikan madrasah maupun pondok. Semua kegiatan aktif mulai pertengahan bulan Syawal. Ujian pertengahan tahun dilaksanakan pada awal bulan Rabiul Awal (Maulud). Setelah ujian selesai, para santri memperoleh libur selama 1 minggu, biasanya waktu libur itu dipergunakan untuk menengok keluarga di kampung halaman masing-masing santri.
Sedangkan ujian akhir diadakan pada bulan Rajab. Seluruh rangkaian kegiatan belajar santri kemudian ditutup dengan acara Haflatus Tasyakur (acara tutup tahun). Ketika memasuki bulan Ramadhan, pondok ini juga menyelenggarakan pesantren kilat (pasaran/puasanan) yang terbuka untuk santri dan masyarakat umum.
Saat ini di Ponpes Darussalam juga dibuka program Tahfidz Al Qur’an atau istilah lainnya menghafal Al Qur’an. Jenjang pendidikannya dibagi menjadi 3 bagian yakni program Tahfidz, Taqwiyah dan Tashih.
Jenjang program tahfidz ditempuh selama 3 (tiga) tahun dengan target setiap tahunnya 10 juz dengan harapan hafalan yang lumayan kuat setelah selesai tahfidl hingga 30 juz. System hafalannya lebih menitik beratkan taqwiyyah daripada menambah hafalan dengan cara membatasi hafalan maksimal satu lembar dan mewajibkan santri untuk mengulang 2 setoran terakhir, tadarrus bersama minimal masing-masing satu maqra' dan mengulang satu hizb sebelum menambah hafalan kepada ustadz. Santri yang masuk program ini diharuskan telah khatam alqur'an binnadlor dan telah selesai pendidikan ibtidiyyah.
Sedangkan program Taqwiyah ditempuh selama 2 tahun dengan target minimal telah hatam 30 juz selama 41 kali. Dan terakhir program Tashih ditempuh selama 3 bulan dengan rincian setiap harinya 1 juz.
Visi Pondok
Pondok Pesantren DARUSSALAM memiliki visi yang mendasar yaitu Generasi muslim yang mandiri dan berakhlakul karimah ", mengandung pengertian adanya usaha pembinaan generasi muslim dari lingkungan sekitar pada khususnya dan seluruh ummat muslim pada umumnya, agar mampu hidup bermasyarakat dengan berdasarkan keutuhan akhlaq islami, dan berpegang pada – Al Qur'an, Hadist dan ijtihad para 'ulama dalam nafas kehidupan sehari-hari.
Bentuk-bentuk nyata dari visi tersebut diatas dapat dilaksanakan dengan berbagai langkah. Pertama, menyiapkan santri untuk selalu bersungguh-sungguh dalam mengkaji dan belajar ilmu agama. Kedua, memotifasi dan membantu santri dalam menggali potensi diri sehingga dapat mengembangkan diri secara optimal. Ketiga, menumbuhkan penghayatan dalam diri santri akan pelaksanaan ajaran agama Islam dalam kehidupannya. Keempat, membekali santri agar siap menghadapi tantangan zaman yang sering disebut globalisasi informasi. Kelima, menyediakan fasilitas yang memadai, lingkungan belajar yang nyaman, rapi, indah, dan representative.
Misi pondok pesantren yakni membangun semangat yang tinggi, membangun semangat belajar Agama Islam dan menghafal Al Quran, membangun semangat persaudaraan dan kejujuran, membangun semangat kemandirian.
Dalam dimensi filosofi, tujuan akhir PP. Darussalam adalah membentuk manusia muslim berakhlaqul karimah, berilmu, terampil, dan siap mensyiarkan ilmu dan memperjuangkan agama dan bangsanya.
Dengan berpedoman pada dimensi filosofis diatas, maka secara akademis tujuan-tujuan Ponpes Darussalam adalah : meningkatkan Pendidikan Pondok Pesantren; memberi santri ketrampilan yang bermanfaat bagi kehidupan dan masa depannya; Ketiga, memantapkan sikap perilaku dan nilai-nilai toleransi, kemandirian dan tanggung jawab ocial serta budi pekerti / berakhlaqul karimah; Keempat, membentuk keyakinan untuk mencapai yang lebih baik; Kelima, meningkatkan kecintaan kepada masyarakat sekitar pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya.
Secara umum kondisi tenaga pendidik kompeten dalam bidang masing-masing. Akan tetapi kedisplinan mereka dalam mengajar masih kurang optimal mengingat mereka sukarela dalam mengajar sedangkan mayoritas pengajar telah berkeluarga. Hal ini terkadang menimbulkan anak didik sedikit terhambat perkembangan pendidikannya. Kondisi siswa/ siswi semangat dan antusias menerima pelajaran sesuai jadwal yang ditetapkan pondok pesantren walaupun sebagian dari mereka harus sedikit terganggu konsentrasinya karena mereka belajar dipondok pesantren tanpa sangu yang memadai, “ Kata KH Abdul Ghofur Arifin.

Minggu, 03 Juni 2012

KAIZEN

Mengapa Kaizen dapat membuat seseorang menjadi luar biasa? Konsep pemikiran Kaizen adalah bahwa setiap orang ahli pada pekerjaannya masing-masing. Setiap orang dianggap luar biasa pada bidang kerjanya masing-masing. Karena itu, setiap orang diharapkan dapat memberikan sumbang saran dan upaya untuk melakukan perbaikan yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Kaizen merupakan sebuah istilah yang cukup populer dalam manajemen Jepang, terutama di bidang industri. Jadi, semua orang di pabrik, mulai dari manajer sampai karyawan atau karyawati di level bawah, dianggap ahli dan mampu melakukan perbaikan. Dalam bahasa Inggris, padanannya adalah Continuous Improvement (CI), yang dapat diartikan usaha untuk terus-menerus melakukan perbaikan.
Ketika kami mengimplementasikan ISO 9002:1994 pada tahun 1996-1997, konsep CI ini belum dimasukkan dalam klausul ISO. Walaupun demikian, kami sudah mulai mengimplementasikan Kaizen. Tetapi, pada saat kami mengimplementasikan ISO 9001:2000 pada tahun 2001-2002, konsep CI ini sudah dimasukkan. Dengan demikian, perusahaan akan lebih mudah lagi mengimplementasikan Kaizen. Bagi perusahaan yang ingin mendapat sertifikasi ISO 2000:9001, harus dapat menunjukkan prosedur dan tindakan yang dilakukan dalam mengimplementasikan CI. Jadi, Jepang ikut menyumbangkan konsep Kaizen atau CI ke dalam ISO 9001:2000.
Kaizen dijalankan melalui proses dan siklus PDCA atau Plan-Do-Check-Action, yaitu merencanakan, melakukan, mengevaluasi, melakukan Preventive Action (PA atau tindakan pencegahan) dan Corrective Action (CA atau tindakan perbaikan). Dengan adanya siklus PDCA ini, terutama dari adanya CA dan PA, maka standar dan hasil kerja semakin lama akan semakin baik.
Kaizen dapat dilakukan pada seluruh proses, apakah pada P, D, C, atau A. Tetapi pada praktiknya, Kaizen lebih banyak dilakukan pada proses Action, yaitu CA dan PA. Pada CA dan PA, akan muncul rekomendasi, apakah ada saran perbaikan untuk P, D, dan C.
Kaizen dapat dilakukan secara perorangan. Tetapi, pada umumnya dilakukan per kelompok dalam bentuk Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu. Sekelompok karyawan/karyawati pada satu bidang pekerjaan mengevaluasi masalah utama pada pekerjaannya, dan membuat target perbaikan yang ingin dicapai, dalam waktu tertentu. Misalnya: masalah produk cacat akan diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen dalam waktu 1 bulan.
Kaizen dipopulerkan oleh Masaaki Imai melalui bukunya Gemba Kaizen pada tahun 1986. Kaizen sebenarnya merupakan sebuah konsep atau mindset, agar orang selalu berpikir dan berusaha membuat lebih baik dari yang sudah ada, dengan melakukan pengamatan di tempat kerja atau Gemba. Kaizen merupakan salah satu kunci sukses keunggulan bersaing produk Jepang di dunia.
Hal yang menarik pada Kaizen adalah melibatkan semua orang, mulai dari manajer sampai karyawan/karyawati pada level bawah, mengandalkan pengamatan di tempat kerja, dilakukan dengan biaya yang cukup murah, dan berhasil meningkatkan keunggulan bersaing produk di bidang mutu dan harga. Selain itu, juga menanamkan mindset untuk selalu berpikir ke arah yang lebih baik, untuk selalu belajar dan memperbaiki diri.
Dalam kondisi krisis seperti sekarang, tampaknya konsep Kaizen perlu lebih dipopulerkan lagi untuk meningkatkan efisiensi kerja, sehingga dapat menghasilkan produk-produk bermutu dengan harga murah dan terjangkau. Selain itu, konsep Kaizen juga sudah dimasukkan ke dalam klausul ISO 9001:2000 dalam bentuk implementasi Continuous Improvement. Dengan demikian, setiap perusahaan yang mengimplementasikan ISO, akan otomatis juga akan mengimplementasikan Kaizen.

Sabtu, 02 Juni 2012

Kesabaran Rasulullah Berdakwah di Tha’if



Saat berdakwah di Tha’if, Rasulullah SAW dicemooh dan dilempari batu. Namun dengan keihkhlasann dan kesabran beliau tidak membalasnya dari gangguan orang-orang kafir, hingga akhirnya mereka menerima dakwah Islam

            Setelah sembilan tahun Muhammad SAW diangkat sebagai Rasulullah, beliau masih menjalankan dakwah di kalangan kaumnya sendiri di sekitar kota Makkah untuk memperbaiki pola hidup mereka. Tetapi hanya sebagian kecil saja orang yang bersedia memeluk agama Islam atau bersimpati kepadanya, selebihnya beliau selalu dengan daya dan upaya untuk mengganggu dan menghalangi beliau dan pengikut-pengikutnya. Di antara mereka yang bersimpati dengan dakwah Nabi adalah paman beliau sendiri yakni  Abu Thalib, namun sayangnya ia tidak pernah memeluk Islam sampai akhir hayatnya.
            Pada tahun kesepuluh setelah kenabian Abu Thalib wafat. Dengan wafatnya Abu Thalib ini, pihak kafir Quraisy merasa semakin leluasa mengganggu dan menentang Nabi SAW.
            Tha’if merupakan kota terbesar setelah Hijaz. Di sana terdapat Bani Tsaqif, suatu Kabilah yang cukup kuat dan besar jumlah penduduknya. Rasulullah SAW pun berangkat ke Tha’if dengan harapan dapat membujuk Bani Tsaqif untuk menerima Islam.
Dengan demikian, beliau dan pengikutnya  akan mendapatkan perlindungan dari gangguan kaum kafir Quraisy. Beliaupun berharap dapat menjadikan Tha’if sebagai pusat gerakan dakwah.
Setiba di sana, Rasulullah SAW mengunjungi tiga tokoh Bani Tsaqif secara terpisah untuk menyampaikan risalah Islam. Namun apa yang terjadi???
Bani Tsaqif bukan saja menolak ajaran Islam, bahkan mendengar pembicaraan Nabi SAW pun mereka tidak mau. Rasulullah SAW diperlakukan secara kasar dan biadab.
Sikap kasar mereka itu sungguh bertententangan dengan sikap bangsa Arab yang selalu menghormati tamunya. Dengan terus terang mereka mengatakan bahwa mereka tidak senang dengan Rasulullah dan pengikutnya tinggal di kota mereka. Semula Rasulullah membayangkan akan mendapatkan perlakuan sopan diiringi tutur kata yang lemah lembut , tetapi ternyata beliau diejek dengan kata-kata yang kasar.
Salah seorang diantara mereka berkata sambil mengejek beliau dengan sangat kasar, ”Benarkah Allah telah mengangkatmu sebagai pesuruh-Nya?”
Yang lain berkata sambil tertawa,”Tidak dapatkah Allah memilih manusia selain kamu untuk menjadi Pesuruh-Nya?”
Ada juga yang berkata,”Jika engkau benar-benar seorang Nabi, aku tidak ingin berbicara denganmu, karena perbuatan demikian itu akan mendatangkan bencana bagiku. Sebaliknya, jika kamu seorang pendusta, tidak ada gunanya aku berbicara denganmu.”
Menghadapi perlakuan tiga tokoh Bani Tsaqif yang sedemikian kasar itu, Rasulullah SAW yang memiliki sifat bersungguh-sungguh dan teguh pendirian, tidak menyebabkannya berputus asa dan kecewa.
Setelah meninggalkan tokoh-tokoh Bani Tsaqif yang tidak dapat diharapkan itu, Rasulullah mencoba berdakwah di kalangan rakyat biasa. Namun kali ini pun beliau mendapat kegagalan.
Mereka mengusir Rasulullah SAW dari Tha’if dengan berkata,”Keluarlah kamu dari kampung ini! Dan pergilah ke mana saja kamu suka!”
Ketika Raulullah SAW menyadari bahwa usahanya tidak berhasil, beliau memutuskan untuk meninggalkan Tha’if. Tetapi penduduk Tha’if tidak membiarkan beliau keluar dengan aman. Mereka terus mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata penuh ejekan.
Lemparan batu yang mengenai Nabi SAW sedemikian hebat, tiap beliau bergeser dari suatu tempat, lemparan batu bertubi-tubi mengenai tubuh beliau, sehingga tubuh beliau berlumuran darah. Dengan berjalan tertatih-tatih dan tubuh bersimbah darah, beliau dalam perjalanan pulang, Rasulullah SAW  kemudian menjumpai tempat yang aman  dari gangguan orang-orang jahat tersebut, kemudian beliau berdoa dengan sambil meneteskan air mata mengadukannya kepada yang Allah Jalazalluhu warahamatuh, ”Wahai Tuhanku, kepada Engkaulah aku adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia. Wahai Tuhan Yang Maha Rahim, Engkaulah Tuhannya orang-orang yang lemah dan Engakaulah tuhanku. Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku? Kepada musuh yang akan menerkam aku atau kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku, tidak ada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah kepadaku. Sedangkan afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya muka-Mu yang mulia yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap dan atas-Nya lah teratur segala urusan dunia dan akhirat. Dari Engkau menimpakan atas diriku kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku azab-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan halku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau.”
Demikian sedihnya doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT oleh Nabi SAW sehingga Allah SWT mengirimkan malaikat Jibril untuk menemuinya.
Setibanya di hadapan Nabi, Jibril AS memberi salam seraya berkata,”Allah mengetahui apa yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.”
Sambil berkata demikian, Jibril AS memperlihatkan barisan para malaikat itu kepada Rasululah SAW.
Kata malaikat itu, “Wahai Rasululah, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati tertintid. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap melaksanakannya.”
Mendengar tawaran malaikat itu  Rasulullah dengan sifat kasih sayangnya berkata, ”Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.” (Fadhail A’mal, Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandhalawi hal  520) Aji Setiawan