Minggu, 30 Desember 2012

Banyumas Bershalawat Menyambut Tahun Baru 2013









Album Maulid
Banyumas Bersholawat
Sekalipun berdesak-desakan, puluhan ribu warga Nahdhiyin Banyumas pada Hari Minggu (30/12) tampak antusias untuk mengikuti acara Banyumas Bersholawat dalam rangka menyambut Tahun Baru 2013 yang digelar oleh Pemkab Banyumas

Alun –alun Bannyumas yang biasanya ramai dengan anak-anak muda nongkrong , pada hari Minggu 30 Desember 2012 telah penuh sesak oleh puluhan ribu jamaah dari berbagai daerah yang menghadiri acara Banyumas Bersholawat bersama Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf dari Solo. Selain itu, Banyumas Bersholawat ini digelar untuk menyambut Acara Tahun Baru 2013 dengan tujuan agar masyarakat introspeksi diri terhadap apa yang telah dilakukan dalam satu tahun terakhir. Dari hasil evaluasi diri tersebut masyarakat diharapkan dapat menjalani kehidupan satu tahun ke depan.
Sembari menunggu para pembicara hadir, jamaah dihibur oleh Kelompok Hadrah dan Shalawat “Ahbabul Musthofa” yang menampilkan tembang-tembang shalawat pilihan.Sekalipun berdesak-desakan, masyarakat Bannyumas tampak antusias untuk mengikuti acara yang digelar oleh Pemkab Bannyumas. Ribuan pedagang tampak mengelilingi alun-alun mulai dari pedagang VCD, pamlet, minyak wangi, makanan dan minuman dll berbaur menjadi satu memenuhi alun-alun yang terletak di jantung kota Banyumas, Jawa Tengah.
Acara yang bertajuk Banyumas bershalawat ini dihadiri Bupati Banyumas Drs H Marjoko, MM , Kapolres Banyumas AKBP Dwiyono, MSIK dan aparat Muspika Kab Banyumas.
Acara Banyumas Bersholawat dimulai tepat pukul 20.00 dengan pembacaan Maulid Simthud Durar mahakarya Habib Ali bin Muhammad Husein Al Habsyi yang dipimpin langsung oleh Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf. Disela-sela pembacaan Maulid, Habib Syech melantunkan beberapa tembang shalawat yang sontak diikuti secara kompak oleh puluhan ribu jamaah dengan bernyanyi bersama sambil melambaikan tangan bersama. Tampak ratusan liukan bendera berdominasi warna hijau menyemarakan suasan. Mereka mengibarkan bendera Nahdlatul Ulama, Ansor, Jamaah masjid, Majlis Taklim, pondok pesantren dll. Tepat pukul 22.00 Habib Syech sebagai satu-satunya pembicara malam itu menyampaikan maudizah hasanah tentang pentingnya pentingnya kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.
Selain itu dalam menyambut tahun baru 2013 ini Habib Syech memberikan pesan kepada jamaah Ahbabul Musthofa untuk tidak ikut-ikutan seperti anak muda jaman sekarang yang merayakan Tahun baru dengan acara hura-hura seperti konvoi di jalan, meniup terompet dan pesta anak muda namun mengajak jamaah untuk memperingati tahun baru 2013 ini dengan kegiatan yang positif di lingkungan masing-masing, seperti dengan makan bersama keluarga atau mengaji di lingkungan masing-masing.
Sungguh semoga tahun baru ini diawali dengan kebaikan dan diakhiri dengan kebaikan pula. Janganlah tahun ini diawali dengan maksiat dan diakhiri dengan maksiat.”
Ditambahkan oleh Habib Syech, hidup di dunia ini hanya sementara karena itulah sisa umur ini diisi dengan ketaatan kepada Allah SWT dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Dalam kesempatan itu juga Habib Syech mengajak kepada jamaah untuk menanamkan sifat khusnudzan (prasangka baik) dengan orang-orang yang disekeliling kita. Sebab dengan berprasangka baik, insya allah akan mendapatkan kenikmatan. Menyitir ungkapan Habib Ali Al Habsyi dimana Habib Ali Al Habsyi bernah berkata,”Hatiku ini kalau dibuka dipenuhi dengan khusnudzhan. Allah SWT pasti akan memandang hamba-hamba yang senang berhusnudzan.”
Habib Syech lalu mengisahkan tentang pentingnya khuszundzan seperti yang dialami oleh Abu Yazid Al Bustomi. Suatu hari Abu Yazid dipukuli oleh seorang pemuda yang sedang mabuk. Sehabis dipukuli oleh pemuda yang mabuk hingga berdarah, Abu Yazid pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan orang-orang dan menyatakan baru dipukuli oleh seorang pemuda yang sedang mabuk. Namun, Abu Yazid Al Bustomi melarang orang-orang untuk membalas dendam, bahkan mendoakan pemuda itu kelak bisa bertaubat dan menjadi ahli surga.
Tentu saja orang-orang sangat marah dengan perbuatan pemuda itu. Lalu orang-orang mencari pemuda itu dan akhirnya ketemu.
Kamu tahu siapa orang yang kamuy pukuli itu?”
Tentu saja pemuda pemabuk itu tidak tahu.
Dia adalah orang mulia, Abu Yazid Al Bustomi,”
Pemuda itu lalu menyesal dan lalu menyatakan diri menjadi murid Abu Yazid Al Bustomi.
Demikian pula tantangan berdakwah yang menimpa dengan Rasulullah SAW saat beliau di Thaif, Rasulullah SAW dilepari batu hingga berdarah. Apa kata Rasulullah SAW?
Rasulullah SAW mempunyai sifat pengasih dan mulia itu menjawab,”Saya hanya berharap kepada Allah SWT. Jika mereka tidak menjadi muslim ,semnga pada suatu saat nanti anak-anak mereka akan menjadi orang-orang yg menyembah dan beribadah kepada-Nya.”
Ditambahkan Habib Syech, Rasulullah SAW diutus dengan membawa Rahmat. “Wa ma arsalnaka illa Rahmatan lil ‘alamin.”
Rahmat Allah akan diturunkan karena saling mencintai karena Allah SWT.”Mudah-mudahan Banyumas dan sekitarnya ini semakin mencintai Rasul dengan maraknya majlis-majlis shalawat dan menjadi tempat yang aman, jauh dari ancaman dan bala. Mudah-mudahkan kita Allah menjaga Akidah kita, Aqidah Ahlusunnah wal Jamaah.”
Sekitar pukul 00.00 dini hari, acara kemudian ditutup dengan pembacaan doa oleh Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf dan jamaah kemudian pulang ke rumah masing-masing membaca kecintaan kepada Allah SWt dan Muhammad SAW.(***) Aji Setiawan


1. Lead
2. Suasana Mahalul Qiyam. Mengharap rahmat dan barakah maulid .
3. Jamaah membludak menutupi alun-alun. Tidak beranjak hingga larut malam

Minggu, 09 Desember 2012

Foto-foto Pengajian Budaya Bersama Cak Nun dan Kyai Kanjeng , Lap Karanggambas, Purbalingga. Sabtu (8/12) , 2012










Pengajian Budaya Bersama Cak Nun di Karanggambas Padamara

Anak-anak muda yang berjoged ria mengikuti dendang rebana, seolah melupakan sejenak kepenatan kehidupan. Tembang shalawat mengalun merdu diiringi rampak rebana. Sontak ribuan jamaah ikut menyanyikan senandung merdu lagu shalawat yang dibawakan, menjadi koor yang indah membawa suasana penuh kecintaan dan puncak kehasyahduan ruhani kepada sang Pencipta kehidupan.
Tampak Barisan Ansor Serba Guna (Banser) NU  menjaga tempat acara dari sekitar 2 kilo sebelum acara digelar sampai lapangan Karanggambas demi tertibnya acara. Para penonton menitipkan kendaraan baik roda dua maupun roda empat di pinggir jalan sepanjang menuju tempat acara. Muda-mudi, baik tua maupun muda berjalan beriringan dengan memakai baju takwa dan mereka lalu menempati duduknya di atas tikar di dalam komplek lapangan.
Demikianlah panggung pengajian budaya bersama Emha dan Kyai Kanjeng yang digelar , malam itu, Sabtu (8/12) suasana pengajian yang digelar di lapangan Karanggambas, Kec Padamara Kab Purbalingga menjadi sarana bertemu berbagai kalangan masyarakat baik itu dari pejabat maupun kalangan masyarakat biasa. Acara dibuka ba’da shalat Isya dengan pembacaan Maulid Simthud Durar yang diiringi hadrah rebana Darul Falah dari Ds Karang Gambas, Kec Padamara.
Acara bersambung dengan pengajian budaya yang dipimpin langsung oleh Emha Ainun Nadjib. Dalam kesempatan itu budayawan, Emha Ainun Najib alias Cak Nun mengungkapkan, tidak ada orang atau kelompok orang yang melarang manusia untuk beribadah sesuai agamnya. Orang Islam juga tidak boleh menilai bahwa cara yang dilakukan oleh organisasi tertentu itu termasuk haram.
Cak Nun mengibaratkan Islam itu sebagai sepotong ketela. Dari ketela itu diolah oleh manuia menjadi berbagai macam penganan. Ada getuk, cimplung, ciwel, kripik dan sebagainya. Aneka makanan itu menjadi kiasan bagi cara manusia untuk mendalami agama.
Menurut Cak Nun, NU, Muhammadiyah, LDII lan sedayanipun, niku sanes agama, namung dalan kangge ngaji sinau agama (NU, Muhammadiyah, LDII dan sebagainya, itu bukan agama, hanya jalan untuk ngaji belajar agama).
“Jadi, yang berhak menyatakan haram itu Alloh. Bila masing-masing menganggap tidak sesuai dengan ajaran Islam, berarti mereka belum bisa membedakan apa itu ketela, apa itu getuk. Ia menegaskan, bahwa manusia tidak usah menggantikan perannya Alloh,” kata Cak Nun pada pengajian dalam rangka peringatan 1 Muhaaram di lapangan Desa Karanggambas Kecamatan Padamara, Purbalingga (Jateng), Sabtu (8/12/2012) malam.
Diungkapkan Cak Nun, jika ada yang makan getuk itu marah-arah dengan yang makan kripik, itu berarti tidak baik. “Lah wong asale nggih sami, asale niku saking tela, nggih napa mboten? (Sebab asalnya juga sama. Jadi jangan bertengkar hanya karena perbedaan makan getuk dan kripik)," kata penyair kelahiran Jombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953 itu.
Tausiah yang santun dan berwibawa itu diselingi dengan menampilkan sholawat atas Nabi Muhammad SAW. Dengan iringan musik gamelan yang dibawakan oleh Kyai Kanjeng, ribuan pengunjung pun ikut bersholawat. Sebut saja syair Sidnan Nabi, Sholli Wasalimda, Sholawat Badar, Lir Ilir dan Tola'al Badru . Tidak ketinggalan pula lagu modern dimainkan seperti Pak Tani (Koes Plus) dan Musik (Rhoma Irama).
Sementara KH Supono Mustajab yang mendapat kesempatan kedua mengingatkan tentang celakanya orang yang mempunyai ilmu, kecuali orang-orang yang mengamalkan ilmunya. Celakanya orang-orang yang mengamalkan ilmunya, kecuali orang-orang yang mengamalkannya dengan ikhlas.
Dilanjutkan oleh KH Supono, “Sungguh surga merindukan empat golongan yang jamin masuk surge; orang-orang yang membaca al Qur’an, orang yang menjaga lisan, orang yang member makan dan orang yang puasa di bulan Ramadhan.”
Penceramah ketiga walau singkat, KH AKBP Imam Sutiyono mewakili Kapolres Purbalingga, menyampaikan pentingnya shalawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW.”Senandung shalawat yang dilantunkan sungguh mendamaikan hati dan membuat hati menjadi lembut. Apalagi senandung yang dilantunkan adalah shalawat kepada kanjeng Nabi Muhammad SAW. Shalawat sesungguhnya dicontohkan langsung Allah SWT dan termasuk bagian dari dzikir sebagaimana firman Allah dalam QS Ali Imron:191.
Dalam kesempatan terakhir Wakil Bupati Purbalingga, H. Sukento Ridho M, MM, yang turut menemani jama’ah dari awal acara sampai akhir acara menyambut dengan rasa kegembiraan atas pengajian budaya yang digelar.”Ini menunjukan masyarakat Purbalingga berakhlaq mulia. Dengan digelarnya acara ini semoga masyarakat Purbalingga semakin makmur, jauh dari bencana dan keluarga menjadi mawadah, warohmah dan sakinah.”
Acara kemudian dipungkasi dengan mahalul Qiyam dan ditutup dengan doa oleh KH Supono Mustajab tepat pukul 12.00 malam. (Aji Setiawan).