Senin, 04 Februari 2013

Pengajian rutin selasa kliwon malam rabu manis, Masjid Agung Darussalam, Purbalingga-Jawa Tengah

KH Zuhrul Anam Hisyam
Bertawasul Kepada Allah SWT
Tawasul artinya menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam usaha untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Alloh SWT atau untuk mewujudkan keinginan dan cita-cita

Selepas shalat Isya, medio awal Januari 2013 Alun-alun kota Purbalingga terlihat sepi. Namun di area parkir kendaraan Masjid Darusalam , Purbalingga -Jawa Tengah sudah penuh dengan kendaraan roda dua. Bahkan bagi kendaran roda eeempaaat   terpaksa   menutupi hampir separuh ruas jalan di depan masjid Agung Darusalam yang terletak tepat di jantung Kota Kab Purbalingga. Selepas shalat Isya, jamaah tetap menempati tempat duduknya masing-masing atau keluar untuk melihat suasana kota yang tampak ramai oleh kedatangan ribuan jama’aah baik laki-laki maupun perempuan  untuk mengikuti pengajian rutin selasa kliwon malam rabu manis yang diisi oleh KH. Zuhrul Anam Hisyam dari ponpes Leler, Banyumas.
Untuk acara istighosah dari majis taklim Nighayatul Mustaghhhfiirin ini biasaya dipimpin langsung oleh Habib Ali bin Umar al Quthban dari Kedungjati, Bukateja. Keberadaan masjlis taklim dan istighotsah ini dahulu banyak diisi oleh KH Muhammad Chudlory (Gus Muh alm) dari Ponpes Akademi Pendidikan Islam (API) Tegalrejo Magelang).

Dalam kesempatan medio awal Januari 2013, KH Zuhrul Anam Hisyam menyampaikan pentingnya Tawasul.Tawasul artinya menjadikan sesuatu sebagai perantara dalam usaha untuk memperoleh kedudukan yang tinggi di sisi Alloh SWT atau untuk mewujudkan keinginan dan cita-cita. Tawasul bisa juga diartikan sebagai cara munajat atau berdoa dengan menyebut amal-amal melaui perantara orang –orang sholeh.”Orang –orang jahiliyah juga melakukan amalan untuk mencapai cita-citanya, namun cara berdoanya salah, sebab mereka menyembah berhala tidak langsung kepada Allah SWT,” kata Gus Anam.
Orang bertawasul i tu hakikatnya minta kepada Allah SWT melalui perantara para kekasih Allah SWT. Siapakah kekasih Allah SWT itu? “Para kekasih Allah adalah orang-orang yang dilihat wajahnya saja, langsung ingat kepada Allah SWT.”
Dalam kesempatan itu juga diuraikan makna wasilah yakni menjadikan sesuatu sebagai perantara atau tawasul sebagaimana perantara dalam bertawasul. Ini sesuai dengan firman Allah:”Hai orang-orang yang beriman , patuhlah kepada Allah SWT , dan carilah wasilah kepada-Nya , dan berjuanglah di jalan Allah, supaya kamu jadi orang beruntung. (QS Al Maidah:35).
Sesuatu dapat dijadikan sebagai wasilah (perantara) jika ia dicintai dan diridhai oleh Allah SWT. Berdoa dengan bertawasul artinya memohon kepada Allah dengan menyebut sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah SWT.
Seseorang yang bertawasul berarti mengaku bahwa dirinya penuh kekurangan. Dengan segala kekuranganya tersebut, dia sadar bahwa doa’nya sulit dikabulkan. Oleh karena itu, ia meminta syafaat kepada sesuatu atau seseorang-menurut prasangka baiknya-dicintai Allah SWT. “Alhamdulillah, tadi dipimpin dan dibimbing langsung oleh Habib Ali bin Umar al Quthban dengan bertawasul melalui orang-orang shalih dari jaman tabiit, tabiin, shohabat sampai bertawasul langsung melalui Kanjeng Nabi Muhammad SWT, semoga cita-cita kita dikabulkan,” Kata Gus Anam kepada Jamaah. Tampak hadir dimajlis ini H. Sudarno , BE (pembina Majlis Nighayatul Mustaghfirin), H. Sukento Ridho Marhaendarto, MM (wk Bupati Purbalingga), Ulil Archam (ketua Ansor, Purbalingga) dan ulama-ulama se Purbalingga bahkan dari daerah sekitar Purbaligga, yakni Kab Banyumas, Banjarnegara dan Cilacap.
Wasilah(perantara yang dipergunakan sangat banyak, maka bentuk tawasulpun beraneka ragam. Ada yang melalui amal shaleh diri sendiri atau melalui amal shaleh orang lain.
“Ammmal shaleh diri sendiri bisa melalui shalat,   puasa, membaca Al-Qurr’an, sedekah dan ini merpakan ajaran Islam.”
Sedangkan tawasul dengan orang lain artinya wasilah (perantara) yag kita lakuka, lanjut gus Anam yang kita sebutkan di dalam doa yang kita panjatkan bukanlah amal kita, namun melalui nama sesorang yang shaleh. Contohya, Ya Allah, berkat Imam Sya’fi turunkanlah hujan....” Ya Alloh, berkat para Rasul dan Wali-Mu... (sebutkan hajatnya).”
Jadi, ketika seorang bertawasul dengan orang lain, pada saat yang sama ia brprasangka baik kepadanya dan meyakini orang tersebut adalah  orang saleh yang mencintai Allah dan dicintai Allah.
Ia menjadikan wasilah karena ia mencintainya. Dengan demikian sebenarnya orang yang bertawasul dengan cintanya kepada orang tersebut. “ketika seseorang mengucapkan,”Ya Alloh, demi kebesaran Nabi Muhammad SAW atau bisa juga,” Ya Allah dengan kebesaran Imam Syafi’i...” berarti dia ia sedang bertawasul dengan cinta-Nya Nabi Muhammad SAW atau dengan Imam Syafi’i. Dan perlu diketahui bahwa cinta kepada Allah dan cinta kepada Rasulullah SAW serta kepada   orang –orang shaleh  merupakan amal-amal yang sangat mulia.
Majlis-majlis seperti ini merupakan media untuk menjaga tradisi dari gempuran jaman dan budaya barat yang semakin gencar sekali sebagai yang terjadi sekarang ini. Gus Anam, panggilan akrabnya, dilahirkan di Leler, 41 tahun yang lalu. Ia merupakan putra ke 10 dari KH. Hisyam Zuhdi. Sebagaimana dengan kalangan anak-anak kyai, ia dididik dalam lingkungan yang taat beragama dan penuh nuansa religius oleh kedua orangtuanya. Pendidikan Sekolah Dasar sampai SMP ia tamatkan di Sampang. Dan tentu saja, ia juga menempa diri di lingkungan pesantren Leler (At-Taujieh Al-Islamy) sampai tahun 1982.
Tahun 1992 itu juga, ia kemudian berangkat ke Ribath Al-Hanafiah di Mekkah ia mulai belajar dengan Dr. Ahmad Nur Syekh, Syekh Yasir, Syekh Ismail Al-Yamani, Syekh Muhammad bin Alwi bin Abas Al-Maliki Al-Hasani dan lain-lain. Pada tahun 1997 ia kemudian pulang ke Banyumas, tempat kelahirannya untuk mengabdikan diri pada pondok pesantren yang didirikan oleh sang ayahandanya yakni KH Hisyam Zuhdi bersama kakak-kakaknya (***) Aji Setiawan

Tidak ada komentar: