Selasa, 16 Desember 2014

Ujian Kehidupan





Oleh : Aji Setiawan

            Hidup memang medan ujian. Setiap kita pasti mengalami kondisi buruk dan sempit sebagai bagian dari kehidupan. Tapi ujian kesempitan itu tidak berarti sebagai beban, hukuman atau kesulitan yang tak mempunyai arti di sisi Allah SWT. Ujian yang di alami setiap hamba Allah SWT, sebenarnya salah satu bentuk kebaikan Allah. Korelasi ujian dan kebaikan Allah SWT itu jelas dipaparkan Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan pada dirinya maka Dia menimpakan cobaan kepadanya. (HR Bukhari).
            Musibah, ujian dan kesulitan dalam hidup ini sebenarnya syarat agar kita bisa meraih sesuatu yang lebih baik, antara lain mendapatkan lipatan pahala dari Allah SWT. Berbeda dengan kenikmatan, kesempitan adalah sesuatu yang tidak disukai hawa nafsu. Berat rasanya SWT akan mengganjarnya dengan surga. Sesungguhnya surga hanya bisa di raih dengan sesuatu yang tidak disukai hawa nafsu manusia.
            Rasulullah SAW bersabda, “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai (i hawa nafsu) dan sedangkan neraka itu dikelilingi dengan hal-hal yang disukai hawa nafsu.”. (HR. Bukhari dan Muslim). Dan dipertegas lagi dalam sabda beliau,”Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang tidak disukai (oleh hawa nafsu) dan sedangkan neraka itu dikelilingi dengan hal-hal yang disukai hawa nafsu.(HR. Bukhari dan Muslim).”
            Kesabaran dan keridhaan kita menerima musibah adalah kunci untuk membuka pintu surga, dan tidak ada baladan bagi orang yang bersabar dan ridha menerima takdir Allah melainkan surga. Allah swt berfirman dalam hadits Qudsi, tiada suatu balasan yang lebih pantas di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, jika Aku telah mencabut nyawa seseorang yang disayangi-nya dari penghuni dunia ini kemudian dia bersabar atas hal itu melainkan surga”. (HR. Bukhari)
            Saat kita dilanda musibah apapun bentuknya, ketika kita terbaring sakit, merasakan kesempitan hidup, terluka, terdzalimi, kehilangan orang yang dikasihi, ingatlah bahwa Allah SWT menganugerahkan bentuk cinta-Nya kepada kita. Renungkanlah hadits Rasululullah SAW, “Sesungguhnya besarnya pahala tergantung seberapa beratnya ujian, Dan sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka, barangsiapa yang ridha (menerima cobaan dan ujian itu), maka dia mendapatkan keridhaan, dan barangsiapa yang murka (tidak ridha menerima cobaan dan ujian itu), maka dia mendapat kemurkaan.” (HR. At Tirmizi)
            Kesempitan, rasa sakit secuil apapun bagi seorang Mukmin pasti memberi efek kebaikan pada dirinya. Rasulullah SAW menyebutkan, bahwa semua rasa sakit yang dialami seorang Muslim bisa menaikkan derajat orang tersebut di sisi Allah SWT, dan menghapuskan kesalahan orang tersebut. Perhatikanlah sabdanya, “Adalah seorang Muslim tertusuk duri atau yang lebih dari sekedar itu, melainkan ditetapkan baginya karena hal itu satu derajat dan menghapus pula satu kesalahan karena hal itu. (HR. Muslim)
            Lihatlah sabda Rasulullah SAW lain, yang menyebutkan,”Bencana selalu menimpa seorang Mukmin dan Mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya, sehingga dia bertemu dengan Allah SWT, dalam keadaan tidak memiliki kesalahan”. (HR. At Tirmizi, Ahmad dan Al Hakim). Rasulullah SAW juga bersabda, ”Tiada seorang mukmin yang mengalami kesusahan terus menerus, kepayahan, penyakit dan juga kesedihan, bahkan sampai kepada kesusahan yang menyusahkannya, melainkan akan dihapuskan dengan hal itu dosa-dosanya”. (HR Muslim).
            Terkadang, ujian itu juga datang melalui beragam tantangan dan pengorbanan yang kita lakukan di jalan Allah SWT, yang tidak habis-habis. Lalu kita bersabar dan tetap berprasangka baik kepada Allah SWT. Dan hal itulah yang menyebabkan kita mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah swt. Perhatikanlah baik-baik keterangan terkait hal ini dari hadits yang disampaikan Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya seseorang benar-benar memiliki kedudukan di sisi Allah, namun tiada suatu amal apapun yang bisa menghantarkannya ke kedudukan tersebut, maka Allah memberikan cobaan kepadanya secara silih berganti dengan sesuatu yang tidak dia sukai, sehingga Allah mengantarkannya untuk sampai kepada kedudukan tersebut”. (HR. Abu Ya’laa, Ibnu Hibban Al-Hakim)
            Al-Qur’an menyebutkan manusia mempunyai karakter zaluumun kaffar, yakni zalim dan kufur terhadap nikmat Allah SWT. Banyak di antara kita yang lupa menjalani kewajiban bersyukur kepada Allah swt, meski telah diberikan guyuran kenikmatan yang banyak. Malah justru yang sering dirasakan manusia adalah, menganggap diri sendiri selaku orang yang paling berat masalahnya, paling berat beban hidupnya, paling sulit kondisinya. Kita kerap merasakan mendapat musibah, kesulitan, ujian yang sungguh berat, tapi melupakan ragam kenikmatan, kemudahan, dan kemurahan Allah swt yang sangat jauh lebih banyak. Dan kenikmatan, kemudahan serta kemurahan itu bisa dirasakan ketika kondisi sudah berubah menjadi sebaliknya.
            Kenikmatan dan kemudahan sering memancing diri untuk bersikap sombong, angkuh, bangga dan ujub lantaran seseorang merasa ia bisa melakukan apa saja yang diinginkan. Namun dengan adanya musibah dan ujian yang Allah SWT berikan, maka penyakit-penyakit hati seperti itu bisa sirna, lalu jiwa menjadi bersih karena rahmat dan karunia Allah. Imam Ibnul Qayyim RA mengatakan, Hati dan ruh bisa mengambil pelajaran yang bermanfaat dari penderitaan dan penyakit, kebersihan hati dan ruh itu tergantung sejauh mana penderitaan jasmani dan kesulitannya. Lebih lanjut, Ibnu Qayyim RA mengatakan, Kalau bukan karena cobaan dan musibah di dunia ini, niscaya manusia terkena penyakit hati seperti: al kibr (kesombongan), al ujub (bangga diri), dan al qaswah (keras hati). Padahal sifat-sifat itulah uang menyebabkan kehancuran bagi seseorang di dunia dan di akhirat. Di antara rahmat Allah, kadang-kadang manusia tertimpa musibah, shingga dirinya terlindungi dari berbagai penyakit hati dan terjaga kemurnian ubudiyyah (kepada Allah). Mahasuci Allah yang merahmati manusia dengan musibah dan ujian”.
            Maka, harusnya kesulitan dan musibah mendorong kita lebih merasakan kekerdilan di hadapan Allah swt. Ketika itulah kita lebih mendalami makna ketundukan, kepasrahan dan ketawakkalan kepada Allah SWT. Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul kepada umat-umat sebelummu, kemudian Kami timpa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya merka bermohon (kepada Allah) dengan tunduk dan merendahkan diri.” (QS. Al-An’am:42) (***)

Honorarium via tranfer melalui Rek Bank Mandiri KCP Purbalingga
dengan Nama:   Aji Setiawan, ST   No Rekening: 139-00-1091517-5

Tidak ada komentar: