Tausiah K.H. Abdullah Gymnastiar di Pondok Pesantren Daarut Tauhid yang menyejukkan membuka pintu hatinya untuk mendalami Islam.
Siapa
tak kenal artis sinetron Natalie Sarah? Artis pendatang baru yang
namanya mencuat lewat sinetron Kawin Gantung itu, di tengah kesibukan
shooting-nya, masih menyempatkan diri mengikuti pengajian artis di
Jemaah Syamsu Rizal. Artis berdarah Aceh dan Sunda ini memang mualaf,
belum lama menjadi muslimah.
Sebelum main sinetron, ia sudah lama
berkiprah di dunia model. Kariernya ia tempuh dari bawah, mulai dari
model dalam pameran busana dan sebagai cover majalah remaja, kemudian
menjadi figuran dalam sebuah sinetron remaja. Selain Doa dan Anugrah 2,
sinetron lain yang ia dukung, antara lain, Cintaku di Rumah Susun, Kawin
Gantung, dan Dari Temen Jadi Demen produksi Multivision Plus.
Meski
lahir dan dibesarkan dalam keluarga Aceh-Sunda, tidak berarti ia cukup
dekat dengan suasana dan kehidupan yang Islami. Sebab, orangtuanya
beragama Kristen. Maka bisa dimaklumi jika hidayah Allah SWT yang ia
terima melalui proses yang cukup panjang. Hidayah itu mulai menyentuh
hatinya sekitar empat tahun lalu, ketika ia berusia 18 tahun. Ia lahir 1
Desember 1983 di Bandung. Ketika itu, pada suatu malam, ia bermimpi
bertemu seorang kakek berjubah putih yang mengajaknya membaca surah
Al-Fatihah.
Sejak itu hatinya mulai bergolak. Timbul semacam
pergulatan batin untuk mulai mendekati Islam. Namun, ketika itu ia sama
sekali tidak mengenal ajaran Islam. Bahkan makna Al-Fatihah pun ia tidak
tahu. “Saya sama sekali tidak tahu makna Al-Fatihah, walaupun ketika di
SD saya sering mendengar teman-teman membacanya. Setelah bertanya
kepada teman-teman apa makna mimpi tersebut, saya diberi kitab Al-Quran
terjemahan. Saya lalu mempelajarinya,” tuturnya.
Namun, karena
keluarganya termasuk sangat taat beragama Kristen, sangat sulit bagi
mereka untuk menerima jika salah seorang anggota keluarga memeluk agama
lain. Meski begitu, tekad Natalie Sarah sudah bulat – ia sudah mantap
untuk memeluk Islam. “Sebelum mengucapkan dua kalimah syahadat, saya
sudah memikirkan bakal jadi urusan keluarga. Ternyata benar. Dan semua
mualaf ternyata memang mengalami hal seperti itu,” tuturnya lagi.
Sarah
mendapatkan hidayah Islam di usia yang masih muda, sekitar 18 tahun.
Saat itu, rumah tangga orangtuanya di ambang perceraian. Khawatir
kehilangan sandaran hidup, ia berusaha mencari pegangan hidup sendiri.
Alhamdulillah, ia bertemu seorang sahabat yang kerap mengikuti pengajian
di Pesantren Daarut Tauhid, Bandung, asuhan K.H. Abdullah Gymnastiar
alias Aa Gym. Maka ia pun ikut sang sahabat mengaji di sana.
Elu Ngapain?
Mengikuti
kehidupan Islami, praktik ibadah yang khusyuk dan tausiah Aa Gym yang
sejuk di Daarut Tauhid, membawanya menemukan Islam, yang damai. Islam,
yang mengajarkan tata cara menata hati, bertolak belakang dengan
pemahaman sebelumnya seolah Islam itu keras dan garang. “Soalnya selama
ini saya sering mendengar ceramah-ceramah para ustaz yang selalu
mendiskreditkan agama tertentu,” katanya.
Bahkan pada hari pertama
mengikuti tausiah Aa Gym, air matanya sempat menitik. “Ketika itu ada
acara bagi para jemaah untuk kembali kepada diri kita sendiri dengan
cara merenung. Di situlah, malam itu, saya benar-benar mengenal diri
saya sendiri. Dan saya menangis,” katanya lagi. Tapi, ia sengaja hadir
usai salat Isya. Mengapa? Pertama, ia khawatir teman-temannya
memergokinya. “Saya takut teman-teman yang tahu saya non-muslim pada
teriak, ‘Sarah elu ngapain? Bukan muslim kok ada di sini?’.” Selain itu,
ia kan belum bisa salat. Jadi, ia sengaja datang ketika semua jemaah
sudah menunaikan salat.
Setelah yakin dengan kebenaran Islam,
Natalie, yang ketika itu masih duduk di kelas III SMA, pada bulan Juli
2001 memutuskan menjadi seorang muslimah. Namun, hal itu ia lakukan
secara sembunyi-sembunyi – takut ketahuan oleh keluarganya. Seperti
mualaf yang lain, ia juga takut bakal diusir oleh keluarga dari rumah,
dijauhi teman-teman dan saudaranya.
Memang cukup banyak cobaan yang
ia hadapi. Namun, ia tetap berusaha menghadapinya dengan sabar. “Sejak
saya menjadi muslimah, sedikit demi sedikit komunitas dan pergaulan saya
berubah,” tuturnya. Untuk menghindari keluarganya itulah, setelah lulus
SMA ia hijrah ke Jakarta menemani ibunya, Nurmiaty, yang sudah bercerai
dengan ayahnya. “Dan di Jakarta saya benar-benar seperti ayam
kehilangan induk, karena enggak punya teman sama sekali, sementara
beberapa keluarga Mama sering datang ke rumah mengajak pergi beribadat
ke gereja,” ujarnya.
Ajakan itu ia tolak dengan halus. Berbagai
alasan ia ajukan: malas, ketiduran, dan sebagainya. “Tapi, lama-lama
keluarga saya curiga.” Agar tidak ketahuan sudah menjadi muslimah, Sarah
mengatur siasat dengan main kucing-kucingan: setiap malam Minggu ia
menginap di rumah seorang teman. Meski demikian, sesekali ia terpaksa
ikut serta pergi ke gereja. Tapi, di gereja itu ia membaca doanya
sendiri kepada Allah SWT.
Suatu hari, ketika ikut serta ke gereja, seorang temannya bertanya, “Sar, kamu kok enggak nyanyi?”
Ia
segera menjawab, “Itu kan lagu baru, saya enggak hafal,” sambil terus
berzikir. Main kucing-kucingan itu sempat berlangsung selama beberapa
tahun. Sarah melakukan ibadah dengan sangat hati-hati, sampai-sampai
kepada teman-temannya pun ia tetap mengaku sebagai seorang Kristiani.
Pernah suatu ketika ibunya memeriksa tasnya, dan ketahuan ada buku
panduan salat di dalamnya. Kontan ia berujar, “Buku itu milik teman yang
ketinggalan, akan saya kembalikan.”
Begitu pula ketika ia memasuki
dunia sinetron pada 2001, semua awak sinetron menganggap dia masih
Kristen. Tapi, ada beberapa teman yang belakangan secara tidak langsung
membocorkan bahwa dia sudah muslimah, tapi tidak mau mengaku. Setiap
kali masuk waktu salat, ia menunaikannya dengan sembunyi-sembunyi –
setelah semua pemain dan awak sinetron selesai salat. Hal itu
berlangsung selama dua tahun, sejak 2001 hingga pertengahan 2003.
Bingung Mengubur
Pada
pertengahan 2003 itulah, ketika pamannya meninggal dunia, tabir mulai
tersingkap. Saat itu, pamannya – yang muslim tapi juga menyembunyikan
kemuslimannya seperti halnya Sarah – hampir saja dikubur dengan upacara
Kristen, sampai akhirnya ditemukan identitas yang menunjukkan
kemuslimannya. Dari kejadian itu Sarah seperti mendapat peringatan,
terutama ketika salah seorang anggota keluarga besarnya bilang, “Makanya
kalau beragama itu harus jelas. Kalau Islam ya Islam, kalau Kristen ya
Kristen. Kalau seperti ini kan menguburnya pun jadinya bingung.”
Namun,
sampai sejauh itu, lagi-lagi, ia tak punya nyali untuk mengaku kepada
keluarga besarnya sebagai seorang muslimah. Ia hanya berpesan kepada
seorang sahabatnya, “Seandainya suatu saat kelak saya meninggal, tolong
kuburkan saya secara Islam. Itu wasiat lisan saya, karena soal umur
siapa yang tahu.”
Akan tetapi, sekarang, ia sudah secara
terang-terangan menyatakan diri sebagai muslimah. Ia juga sudah tidak
lagi takut dihujat atau diusir oleh keluarganya. Sebab, secara ekonomi,
ia sudah mapan. Apalagi, pada 2003, sebenarnya sudah tersebar berita di
sebuah acara infotainment di sebuah televisi swasta bahwa ia seorang
mualaf. “Untung acara itu ditayangkan pagi hari, sehingga tak banyak
keluarga saya yang tahu. Namun, memasuki tahun 2004, berita bahwa saya
mualaf mulai banyak tersiar, sehingga keluarganya banyak yang tahu. Tapi
mereka diam saja, karena beranggapan bahwa kelak saya bakal kembali
lagi, seperti halnya artis yang lainnya,” katanya.
Baru pada bulan
Juni 2005, keluarga besarnya heboh, ketika Sarah bermaksud menunaikan
ibadah umrah. “Mereka datang ke rumah untuk menyidang saya,” kenangnya.
Saat itu, Sarah sedang berpuasa sunah dan tengah sibuk shooting,
sementara tekanan psikologis dari keluarga besarnya tak kunjung henti.
Akhirnya ia jatuh sakit dan puasa sunahnya batal. Ia sempat pingsan
sejenak, dan merasa berada di tengah lautan manusia yang sedang
bertawaf. Bahkan ketika sudah sadar, bibirnya masih melafalkan
Labbaikallahumma labaik. Labbaika la syarika laka labbaik. Innal hamda
wannikmata laka wal mulk. La syarikalak.
“Sejak itu saya lebih rajin
menabung, dan bertekad untuk menunaikan ibadah umrah secepatnya,”
katanya lagi. Akhirnya, cita-citanya terkabul. Ketika hendak berangkat,
Sarah menemui keluarganya untuk pamitan, dan sempat menangis. Beberapa
saat menjelang keberangkatannya ke Tanah Suci, ia sempat berujar lirih,
“Ya Allah... masa, saya tidak boleh menginjakkan kaki ini ke Tanah
Suci-Mu?” Di Tanah Suci ia memanjatkan segala macam doa, antara lain
agar Allah SWT menunjukkan kekuasaan-Nya sehingga keluarga besarnya
memahami kemuslimahannya.
Doanya terkabul. Kini, keluarga besarnya
sudah memahami pilihan Natalie Sarah memeluk Islam. Mereka bahkan
menghormati pilihan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar