Oleh : Aji Setiawan
Ketika
tulisan ini dibuat, jamaah haji dari berbagai penjuru dunia tengah menuju ke
Mekkah dan Madinah untuk menunaikan Ibadah Haji. Begitu sampai, mereka langsung
berniat ihrom. Seseorang yang ingin berikhrom setelah memasuki miqot, hendaknya
mengenakan pakaian ikhrom terlebih dahulu.
Bagi
laki-laki yaitu memakai dua helai kain yang tidak berjahit, sehelai untuk
menutupi auratnya (antara pusar dan lutut) dan sehelai yang lain untuk
selendang dan sunnah memakai dua kain warna putih. Sedangkan bagi kaum
perempuan, pakaian ikhrom itu harus menutupi semua auratnya kecuali muka dan
dua telapak tangan, sebagaimana dipakai di waktu sholat.
Perlambang
di atas menandakan bagi setiap jamaah haji untuk menanggalkan sifat kebinatangannya.
Seperti ular, mereka harus mencampakan kulit lama mereka agar menjalani
kehidupan yang baru. Baju-baju kebesaran yang sering mempertontonkan
kepongahan, harus dilepaskan. Lambang status sosial harus dikubur dalam-dalam
lubang bumi. Sebagai ganti , mereka memakai kain ikhram yang berwarna putih
serupa kain kafan, pakaian seragam yang akan dibawa nanti ketika kembali ke
kampung halaman. “Kini mereka harus menjadi manusia lagi. Manusia yang menyerap
seluruh potensi asma Allah.
Di
Miqat, dengan menggunakan dua helai pakaian berwarna putih-putih sebagaimana
yang membalut tubuh ketika mengakhiri perjalanan hidup di dunia ini, seorang
yang melaksanakan ibadah haji seharusnya diperngaruhi oleh pakaian ini. Ia
merasakan kelemahan dan keterbatasannya serta pertanggungjawaban yang akan ia
tunaikan di hadapan Alloh SWT. Dengan mengenakan pakaian ikhram, maka sejumlah
larangan harus di indahkan oleh pelaku ibadah haji.
Kini
masuklah ke rumah Allah SWT. Ka’bah yang dikunjungi mengandung pelajaran yang
amat berharga dari segi kemanusian. Di sana ada Hijr Ismail, dan di sanalah
Ismail putra Nabi Ibrahim pernah dalam pangkuan ibunya yang bernama Hajar,
seorang wanita hitam, miskin, bahkan
budak, yang konon kuburannya pun
berada di tempat itu. Namun demikian budak itu di mata Tuhan sangat mulia dan
tinggi derajatnya karena kedekatannya dengan Allah SWT dan usahanya untuk hajar (berhijrah) dari kejahatan menuju
kebaikan, dari keterbelakangan menuju
peradaban.
Ka’bah
adalah sebuah bangunan persegi dan kosong. Bangunan itu terbuat dari batu-batu
hitam keras yang tersusun sangat sederhana sedangkan celah-celahnya
dipergunakan kapur putih. Betapa indahnya Ka’bah yang kosong itu. Kekosongan
ini mengingatkan engkau bahwa kehadiranmu di sini adalah untuk menunaikan ibadah
haji yang sama sekali bukan tujuan akhir. Selanjutnya kekosongan ini adalah
sebagai petunjuk arah. Ka’bah adalah sebuah alat bantu untuk mentransformasikan
prisnsip yang abstrak kepada sesuatu yang nyata. Sehingga prinsip yang sangat
kasat mata ini bisa divisualisasikan. Inilah bentuk kasih sayang Allah untuk
membantu manusia membangun paradigma yang Esa.
Wukuf
di padang Arofah adalah paling afdhalnya ibadah Haji. Rasulullah SAW bersabda, ”Ibadah
haji adalah berdiam di padang Arofah. Yang dimaksud wukuf di sini adalah berada
di padang Arafah sekalipun sejenak. Hari Arofah merupakan hari paling afdhalnya
hari-hari yang diistimewakan Allah karena pada hari itu Allah banyak
memerdekakan hamba-hambanya dari api neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW,
dari Sayidatina Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, ’Tiada hari yang
lebih banyak Allah memerdekakan Hamba-hamba-Nya dari hari api neraka dari hari
Arofah’.”
Rukun
haji berikutnya adalah Thawaf, yakni mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali.
Mengelilingi ka’bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti. Berpusat
pada Ka’bah, melambangkan bahwa semua kegiatan hanya berpinsip pada Allah,
tiada yang lain. Berputar tujuh kali melambangkan jumlah hari dalam satu
minggu, adalah upaya agar manusia terus berjuang tiada henti sembari
menggantungkan nasibnya hanya kepada Allah SWT.
Setelah
thawaf, jamaah haji bergerak melakukan Sa’i yakni berjalan bolak-balik yang
dimulai dari Shafa dan berakhir di Marwah sebanyak tujuh kali. Ibadah Sa’i
merupakan ibadah mengenang keteladanan dan ketegaran Siti Hajar, istri Nabi
Ibrahim AS ketika ia bersedia ditinggal bersama anaknya di suatu lembah yang
tandus. Keyakinannya yang begitu dalam tidak menjadikannya berpangku tangan
dengan hanya menunggu turunnya hujan dari langit, tetapi ia berusaha dan
berusaha mondar-mandir berkali-kali demi mencari kehidupan. Siti Hajar
memulainya dari bukit Shafa yang artinya kesucian dan ketegaran dalam menjalani
kehidupan.
Marwa
artinya ideal manusia , sikap menghargai dan bermurah hati serta memaafkan
orang lain. Adakah makna yang lebih agaung berkaitan dengan pengamalan
kemanusiaan dalama mencari kehidupan dunia melebihi makna-makna yang
digambarkan di atas?
Sa’i
dari Shofa dan Marwa selesai thawaf
melambangkan bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan suatu kesatuan dan
keterpaduan. Sa’i menggambarkan tugas manusia agar berupaya semaksimalmungkin
baik dengan usahanya mau pun dengan anugrah Allah SWT. Seperti yang dialami
Siti Hajar dan Ismail As dengan diketemukan sumur zam-zam, lambang wujud dan
kekuasaan Allah SWT.
Selepas
Sa’i ibadah haji selanjutnya adalah Wukuf di padang Arofah. Gelombang jutaan
manusia itu bergerak ke arah timur menuju padang Arofah. Di sana mereka
menemukan ma’rifah pengetahuan sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan
hidup dan di sana pula i amenyadari langkah-langkahnya selama ini. Kesadaran
itulah yang menjadikan manusia semakin arif (sadar) dan mengetaahui eksistensi
hidupnya di dunia yang fana ini.
Berhenti
sejenak (wukuf) di padang Arafah pada
tanggal 9 Dzulhijah ketika matahari sedang terik-teriknya ini dimaksudkan agar
manusia memperoleh kesadaran , wawasan,
kemerdekaan, pengetahuan dan cinta di siang hari. Begitu matahari terbenam,
maka wukuf berakhir. Tak satupun dapat terlihat dalam gelap ; sebagai akibatnya
di dalam kegelapan itu tidak akan ada perkenalan dan pengetahuan. Bersama-sama
dengan matahari ‘Arafat yang terbenam
jamaah haji kemudian berjalan ke arah barat, ke padang Mahsyar di Muzdalifah atau negeri kesadaran.
Di
Muzdalifah, manusia terdasar ia harus melakukan perlawanan terhadap musuh
mereka yaitu, Syaitan. Di sini mereka mengumpulkan senjata berupa kerikil batu
sebagai senjata untuk mengadakan serangan kepada syaitan di Mina. Di Mina
jamaah haji melampiaskan kebencian dan kemarahan mereka masing-masing terhadap
musuh yang selama ini menjadi penhyebab segala kegetiran hidup.
Melontar
jumrah di tanpa mengetahui strategi bagaimana strategi musuh menyerang, akan
berakibat fatal pada lontaran yang kurang mengenai titik sasaran. Tetapi jika kita
sudah mempelajari pola serangan mereka maka lemparan batu jumrah tersebut
sekuat-kuatnya niscaya lemparan batu itu akan mengenai dan melumpuhkan sasaran.
Apabila musuh sudah dilumpuhkan, maka tinggallah kini kemenangan di tangan
anda, yakni kemenagan fitrah. Inilah makna melontar jumrah.
Makna
melontar jumrah sangat luas, yakni suatu strategi untuk mempelajari pola musuh
menyerang dan sekaligus menyerang baik secara aktif, karena selama ini kita
hanya bertahan secara pasif terhadap serangan syaitan. Pada ibadah haji ini
anda punya kesempatan untuk mengalahkan musuh itu yaitu musuh yang bersemayam
pada dada manusia. Tujuan melakukan jurah adalah untuk memelihara dan
melindungi keimanan yang telah kita miliki dari tipu daya syaitan. Yang kita lindungi adalah prinsip tunggal
yang bersemayam pada dada kita yaitu titik Tuhan (Good Spot) di dalam dada kita, La
illaaha ilallah Muhammadarrasulullah.
Sinergi ibadah
Ibadah haji adalah ibadah massal
yang dilakukan secara bersama-sama, tidak satupunn rukun haji yang dikerjakan
sendiri-sendiri. Haji melambangkan sinergi tertinggi pada tingkat
internasional. Haji maerupakan puncak ibadah dalam rukun Islam. Artinya sinergi
pun adalah kegiatan tertinggi dalam kehidupan manusia. Haji adalah
hmansifestasi sesungguhnya dari semua konsep berfikir dan semua rukun Islam
yang digabung menjadi satu. Haji adalah transformasi tertinggi dari keseluruhan
fitrah manusia, ketangguhan pribadi dan sosial untuk menjalani tugas kehidupan
sebagai manusia yang taat beragama dan
mewujudkan Islam sebagai agama yang rahmatan
lil ‘alamin.
Sinergi
haji mengajarkan manusia untuk selalu bersikap khusnudhan dan jujur kepada
orang lain , bersikap terbuka dan berusaha saling mempercayai . Pada saat haji ,
semua orang mengekspresikan prinsipnya yang sama dengan sesama jamaah haji,
yaitu ibadah totak untuk memenuhi panggilan Allah SWT. Jamaah haji melihat
secara transparan, bahwa setiap orang memiliki prinsip yang sama. Keterbukaan
p[rinsip dilambangkan dengann thawaf, akan menimbulkan rasa aman dan
kepercayaan yang sangat tinggi.
Setiap
jamaah akan melihat dengan mata kepala sendiri , bagaimana prinsip merekla
sesungguhnya yang selama ini mungkin tidak anda ketahui. Itulah satu makna
Ka’bah yang sesungguhnya anda bia melihat dengan jelas dan kasat mata prinsip
hidup dari masing-masing jamaah haji.
Kejelasan,
inilah kunci keberhasilan sebuah sinergi yaitu kejelasan prinsip mitra anda ,
sama dengan prinsip yang anada anut. Lihatlah mereka melakukan thawaf. Sekarang
singkirkanlah energi negatif anda terhadap orang lain, mulailah bersinergi.
Jadi sinergi bukanlah metode baru, namun merupakan fitrah dari Allah SWT yang mendorong manusia untuk
besatu. Menuju Allah Yang Esa.
Jika makna haji sudah
dipahami, maka menunaikan haji yang menggabungkan ibadah jasmani (fisik) dan
rukunn islam kelima ini memungkinkan
cita-cita mendapatkan haji mabrur, Insya
Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar