Bacaan
Maulid Simthud Durar bersenadung berpadu diiringi lantunan
shalawat penuh
kerinduan
kepada junjungan agung Nabi Besar Muhammad SAW berkumandang
dari grup
rebana Majlis Taklim Riyadhus Sholihin Desa Kedungjati
Kecamatan
Bukateja, Kabupaten Purbalingga-Jawa Tengah.
Jumat
Kliwon pagi itu,
13 September 2013 atau
bertepatan 7 Zulqaidah 1434, jamaah
rutin Maulid Simthud Duror Majlis
Taklim Riyadus Sholihin mengadakan
acara maulid
Nabi Muhammad SAW, Simthud Durar, sebuah kitab kecil maha karya Habib
Ali bin Muhammad Husein Al Habsyi.
Acara
rutinan jama’ah
Simthud Durar Majlis Taklim Riyadus Sholihin tidak saja tersebar di
kabupaten Purbalingga saja sejak tahun 1990-an, namun sudah menyebar
ke Kabupaten
tetangga seperti Banjarnegara,
Banyumas, Wonosobo bahkan Cilacap.
Jamaah
tidak hanya didominasi oleh kalangan muda saja, namun juga oleh
bapak-bapak dan ibu-ibu bahkan anak-anak kecil ikut larut dalam
senandung shalawat bersama.
Acara inirutin digelar tiap Jum’at Kliwon oleh Shohibu Bayt yakni
Habib Ali bin Umar Al Qithban yang juga adalah pengasuh Majlis Taklim
Riyadus Sholihin.
Acara
yang digelar tiap Jumat dan Selasa pagi ini menjadi ajang silaurahmi
antar ulama, habaib dan jamaah yang ada di sekitar kab Purbalingga.
Selepas
pembacaan maulid Simthud
Durar yang
dibaca secara estafet
oleh
para Habaib, acara
bersambung dengan Kalam
Ilahy oleh Ustadz Abdul Haris yang berlanjut dengan sambutan
dari Habib
Ahmad bin Ja’far Al Habsyi dari kota Wonosobo mewakili tuan rumah.
Kebetulan Habib Ali
bin Umar Al Qithban saat itu akan memberangkatkan istri dan salah
satu anaknya berangkat Haji, sehingga dalam sambutannya, Habib Ahmad
bin Ja’far meminta pada jama’ah yang hadir untuk mendoa’kan
istri Habib Ali bin Umar Al Qithban untuk melaksanakan panggilan
Allah SWT pada bulan ini ke baitullah (Ka’bah) dengan aman dan
pulang mendapat predikat haji yang mabrur.
Selepas
sambutan dari Habib
Ahmad
bin Ja’far Al Habsyi, pembicara
utama yang ditunggu-tunggu KH Zuhrul
Anam yang
juga pengasuh Pondok Pesantren At
Taujieh Al Islamy, Leler, Krandegan, Banyumas
menyampaikan ceramah
utama.
Dalam
muidzah hasanah yang disampaikan dengan santai itu selain mengungkap
pentingnya
majlis-majlis
pengajian majlis
ilmu dan maulid.
KH
Zuhrul Anam menyatakan rasa syukur kepada Allah karena kita berharap
mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat. Allah SWT dalam mempunyai
nafahat
(kemuliaan)
yakni syaraful
jaman (kemuliaan
waktu),
saraful makan (kemuliaan
tempat) dan syaraful
ahyan (kemuliaan
orang-orang yang mulia).
“Karena
kita khusnudhan kita perbanyak kepada Allah SWT, karena waktu
kemuliaan terdapat pada kemuliaan waktu yang mustajab , terutama
waktu hari Jumat. Karena pada waktu hari ini hari Jumat, maka kita
tingkatkan dengan ibadah dengan membaca Al Qur’an, shalat sunnah,
dzikir dan bershalawat agar mendapat nafahat dan dihujani guyuran
Rahmat Allah SWT.
Kedua,
ada kemuliaan tempat (syaraful
makan).”Kita
tadi banyak membaca shalawat kepada Allah SWT sehingga kita berharap
mendapatkan nafahat
pada
tempat seperti ini yang banyak dibacakan asma Allah SWT dan shalawat
kepada Nabi Muhammad SAW. Di mana di tempat ini kita juga banyak
mengingat dan memuji Allah SWT dan Rasulullah SAW.
“Ketika
syaraful ahyan,
yakni kemuliaan pada orang-orang yang mulia. Seperti Zuriyyah
(keturunan)
junjungan Nabi Muhammad SAW. Kita tidak saja memandang fisik lahir
(dhohir)
namun
juga rikhlatul
qalbi,
meraih perjalanan hati agar mendapat nikmat, ta’dhim
,
mahabah,
ikhtirom
kepada
Nabi Muhammad SAW.
“Karenanya
kita harus bersyukur kepada Allah SWT agar kita mendapat keberkahan
dan rahmat Allah SWT pada majlis shalawat seperti yang kita lakukan
sekarang ini,” lanjut KH Zuhrul Anam.
Saya
pernah mendengar Bapak saya bercerita, suatu waktu bapak saya (KH
Hisyam Zuhdi) pernah bertemu Gus Malik bin Syaikh Ihsan Jampes
(Kediri) yang dilihat bapak saya adalah abah dari Gus Malik, yakni
Syaikh Ihsan Jampes, namun adalah orang di belakang nya yakni Syaikh
Ihsan Dahlan Jampes (Kediri). Jadi yang dilihat oleh bapak saya fisik
( rihlatul
ruh) ,
bashiroh (tatapan mata) bukan Gus Malik, namun rikhlatul qalbi dengan
Syaikh Ihsan Jampes.
Ibadah
diterima tidak seutuhnya Allah SWT. Seperti shalat lima waktu ada
yagn diterima 1/8, 1/9 bahkan 1/10 saja oleh Allah SWT. Demikian
orang haji juga begitu tidak saja haji secara jasad dan ruh, tapi
juga hatinya. Orang yang alim dikatakan banyak ilmu tapi sombong di
hadapan Allah SWT kalah mulia (qabul)
oleh
orang yang sedikit ilmu namun hatinya masih merasa merasa kotor ,
asor
(rendah
hati),
banyak
dosa dan jelek di hadapan Allah SWT dengan berharap ibadah kita bisa
diterima Allah SWT.
“Rasulullah
SAW sangat menyayangi orang-orang yang merasa hina (berdosa) di
hadapan Allah SWT, sehingga kita pun agar berharap mendapat Rahmat
Allah SWT,” lanjut Gus Anam.
Ia lalu mengisahkan
perjalanan hajinya ke Mekkah saat berangkat haji pada tahun 2003
bersama KH Maemoen Zubair (Sarang, Rembang). “Karenanya kita harus
merasa butuh dengan Rasulullah SAW, agar ibadah kita bisa diterima
Allah SWT.”
Deikian
dengan ibadah haji saat kita berziarah ke Ka’bah di Mekkah dan
makam Rasulullah SAW di Madinah, kita berharap tidak saja ziarah ke
baitullah dan makam Rasulullah SAW secara dhohir (fisik) namun juga
menghayati dan merasakan kehadiran Nabi Muhammad SAW (rikhlatul
qalbi).
Jamaah
tidak beranjak dari tempat duduknya, sampai
akhir acara. Selepas ditutup doa maulid oleh Habib Ali bin Umar Al
Qithban, jamaah dijamu dengan makan nasi kebuli bersama. (***) Aji Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar