Sabtu, 09 Juni 2012
Selingan
Ahbaabul Mushofa Fans Club
Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf
Keunikan penggemar Habib Syech selain berpakaian, sarung, baju, sorban, dan songkok putih syechermania juga membawa bendera dari ukuran kecil, sedang sampai besar yang siap dilambai-lambaikan saat alunan rebana berpadu dengan suara emas Habib Syech. Mereka juga melambaikan tangan dan badan mengikuti alunan musik mirip fans band-band papan atas
Band-band ternama Indonesia mempunyai fans club masing-masing. Sebut saja Iwan Fals mempunyai OI, Slank dengan Slankernya. Demikian pula klub sepakbola punya fansclub fanatik seperti Persebaya dengan Arek-arek Suroboyo (bonek), Persija dengan Jakmania, Arema dengan Aremania dll. Namun tak ketinggalan dengan suara emas Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf , habib asal Solo ini mempunyai jutaan penggemar yang tersebar seantero negeri dan mereka tergabung dalam Jamaah Ahbaabul Mushofa Fans Club.
Kreatifitas itu tidak terbatas pada orang-orang yang banyak bergerak seperti band-band papan atas yang mempunyai organisasi penggemar. Sebut saja Iwan Fals mempunyai organisasi Orang Indonesia (OI) yang terorganisasi rapi hingga daerah-daerah. Demikian juga band-band papan atas lainnya yang mempunyai banyak penggemar yang cukup banyak meski belum terorganisasi dengan rapi. Rupanya fans-fans berat itu yang jumlahnya sangat banyak itu kemudian membentuk organisasi penggemar.
Penggemar berat Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan kecintaan kepada Habib yang sedang naik daun ini. Di setiap acara ada ribuan pedagang tampak mengelilingi alun-alun mulai dari pedagang VCD, pamlet, minyak wangi, makanan dan minuman dll berbaur menjadi satu dengan jamaah memenuhi tempat acara shalawatan. Mereka turut menyumbang besar akan keberhasilan dan memeriahkan acara shalawatan Habib Syech ini.
Syech Abdul Qadir Assegaf adalah salah satu putra dari 16 bersaudara putra-putri Alm. Habib Abdul Qadir bin Abdurrahman Assegaf (tokoh alim dan imam Masjid Jami’ Assegaf di Pasar Kliwon Solo). Berawal dari pendidikan yang diberikan oleh guru besarnya yang sekaligus ayahnya, Habib Syech mendalami ajaran agama dan akhlak leluhurnya.
Syech Abdulkadir juga memperoleh pendidikan dari paman beliau Alm. Habib Ahmad bin Abdurrahman Assegaf yang datang dari Hadramaout. Habib Syech juga mendapat pendidikan, dukungan penuh dan perhatian dari Alm. Habib Muhammad Anis bin Alwiy al Habsyi (Imam Masjid Riyadh dan pemegang magom Al-Habsyi). Berkat segala bimbingan, nasehat, serta kesabaranya, Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf menapaki hari untuk senantiasa melakukan syiar cinta Rosul yang diawali dari Kota Solo.
Waktu demi waktu berjalan mengiringi syiar cinta Rosulnya, tanpa di sadari banyak umat yang tertarik dan mengikuti majelisnya, hingga saat ini telah ada ribuan jama’ah yang tergabung dalam Ahbabul Musthofa. Mereka mengikuti dan mendalami tetang pentingnya Cinta kepada Rosul SAW dalam kehidupan ini, mereka kadang biasa disebut sebagai Syecher mania dari Ahbaabul Mushofa Habib Syech.
Ahbaabul Musthofa, adalah salah satu dari beberapa majelis yang ada untuk mempermudah umat dalam memahami dan mentauladani Rosul SAW, berdiri sekitar Tahun1998 di kota Solo, tepatnya Kampung Mertodranan. Berawal dari majelis Rotibul Haddad dan Burdah serta maulid Simthud Duror Habib Syech bin Abdul Qadir Assegaf memulai langkahnya untuk mengajak ummat dan dirinya dalam membesarkan rasa cinta kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW .
Kegiatan pengajian rutin dan zikir serta sholawat berkembang di berbagai kota seperti Sragen, Kudus, Jepara, Jogja, Solo, Kediri, Sidoarjo, Surabaya dan mulai merambah ke kota-kota Purwokerto, Banjarnegara dan banyak kota lainnya dalam majelis-majelis zikir dan sholawat. Berbagai majelis shalawat yang ia hadiri selalu dijubeli puluhan hingga ratusan ribu jamaah.
Keunikan penggemar Habib Syech selain berpakaian, sarung, baju, sorban, dan songkok putih mereka juga membawa bendera dari ukuran kecil, sedang sampai besar yang siap dilambai-lambaikan saat alunan rebana berpadu dengan suara emas Habib Syech. Mereka juga melambaikan tangan dan badan mengkuti alunan musik mirip fans band-band papan atas. Mereka juga mengorganisir diri sebagai pecinta Habib Syech. Selain bendera, mereka membawa juga poster dan memakai atribut pin yang bergambar Habib Syech.
Seperti diungkapkan seorang Muhibbin, Nur Cholis pemuda asal Purbalingga. Dia mengatakan kecintaan para penggemar kepada Habib Syech mungkin mirip dengan para penggemar Habib Syech. “Tapi para penggemar Habib Syech, adalah gerakan yang positip. Ajakan dan taushiyah Habib Syech selalu menyejukan dan dapat membentengi generasi muda untuk semakin mencintai Rasululloh SAW,”ujar Nur Cholis. Nur Cholis yakin , jamaah Ahbaabul Mushofa ini menjadi salah satu kampanye cinta shalawat dan menjadi pengobat hati jamaah yang ampuh.
Apalagi didukung oleh suara emas Habib Syech yang memang tergolong istimewa dan enak di dengar, meyejukan dan nyaman serta membuat suasana tenang bagi siapa saja yang mendengarnya. Terkadang jamaah menirukan lantunan shalawat Habib Syech menjadi alunan suara koor ribuan jamaah yang merdu dan kompak membawa ke sebuah suasana penuh kesyahduan dan puncak ekstase kerinduan yang mendalam kepada Rasulullah SAW. Kegembiraan dan kesyahduan berbaur menjadi satu sebagai ungkapan penuh cinta kepada Rasulullah SAW.
Sebenarnya isi taushiyah Habib Syech dalam menyampaikan dakwah terbilang biasa-biasa saja bahkan banyak berisi guyonan segar yang membuat jamaah betah duduk di tempatnya hingga akhir larut malam. Namun yang paling penting, suara Habib Syech memang merdu dan mendayu-dayu berbeda dengan pelantun shalawat pada umumnya, sehingga amat wajarlah bila ia mempunyai jutaan penggemar seantero Nusantara bahkan Mancanegara.
Munculnya jutaan fans berat (Syecher) Habib Syech yang bernaung di bawah Majelis Sholawat Ahbaabul Musthofa ini perlu kita sambut positif. Di tengah kepungan jaman yang serba konsumtif dan permisif seperti sekarang ini, dengan syiar Habib Syech melalui gerakan cinta Shalawat, mereka akan semakin cinta kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. (***)
Selasa, 05 Juni 2012
Kerusuhan: Konflik Pelanggaran Hukum Yang Tak Kunjung Usai
Oleh
: Aji Setiawan
Kerusuhan
massa di Indonesia telah banyak menelan korban jiwa dan harta benda.
Kasus Mesuji, Bima, Ternate, Ambon, Temanggung ambilah suatu contoh
kasus –kasus yang masih tersisa akhir-akhir ini. Kerusuhan biasanya
dimulai dari konflik antarwarga masyarakat yang dipicu masalah
sepele,
saling ejek dan mencemooh.
Kemudian membesar dengan adanya provokator yang ingin mengambil
keuntungan. Namun kerusuhan terus terjadi dalam masyarakat tanpa
pemerintah dan aparat menanggulanginya. Apakah kekerasan dan
pelanggaran hukum dalam era sekarang ini telah menjadi budaya bangsa
untuk menyelesaikan masalah?
Pelbagai
amuk massa, kekerasan dan kerusuhan yang diikuti agresifitas massa
melakukan penjarahan, pembakaran dan tindak kekerasan yang terjadi
akhir-akhir ini di tanah air sungguh memprihatinkan. Masih kita ingat
di penghujung tahun 1997 konflik bernuansa SARA begitu mudah menyulut
kerusuhan dari ujung Sabang sampai Merauke. Namun peristiwa amuk
massa ini ternyata tidak saja berhenti begitu reformasi bergulir,
sisa-sisa konflik paergantian rejim orde baru ke orde reformasi
ternyata juga masih menyisakan masalah.
Semua
peristiwa tersebut akhirnya menimbulkan spekulasi tentang apa, siapa
, mengapa dan tujuan yang dicapi dari latarbelakang pelbagai
kerusuhan dengan adanya pendapat adanya provokator yang mengatasi
massa agar menjadi beringas melakukan amuk massa. Keadaan ini
didorong pula dengan munculnya pelbagai isu yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan, ketika rakyat masih dihadapi krisis moneter ,
kemiskinan, kesenjangan sosial ekonomi dazn budaya dalam kehidupan
masyarakaat Indonesia, seolah-olah semakin mengukuhkan spekulasi
tersebut.
Pelbagai
diskusi dan pendapat dilontarkan untuk mencari akar masalah amuk
massa ini. Namun sampai sekarang tidak ada satu pun dapat
mengungkapkan siapa sesungguhnya dalang di balik kerusuhan itu.
Pemerintah melalui aparat penegak hukum dengan gamblang menuding
semua ini adalah ulah provokator tanpa mampu menyeret ke depan meja
hijau. Benang kusut yang melilit persoalan ini tampaknya begitu rumit
dan kompleks diungkapkan dalam waktu singkat. Anehnya, kerusuhan yang
bermotifkan ekonomi antara pihak kepentingan pemodal versus rakyat di
sisi lain dengan membenturkan aparatus keamanan (kepolisian) dengan
rakyat ini terus terjadi tanpa pemerintah Indonesia mampu
menanggulanginya dengan menelan korban jiwa dan harta benda yang
tidak dapat dihitung banyaknya dengan tetap menyembunyikan akar
masalah kerusuhan dan amuk massa melalui simpul-simpul realitas
sosial.
Jika
diperhatikan lebih jauh, pelbagai kerusuhan dan agresifitas massa
merupakan fenomena (gejala) sosial yang rill dalam kehidupan bangsa
yang sedang mengalami perubahan. Artinya, setiap bentuk kerusuhan dan
pelanggaran hukum di negeri ini dapat saja terjadi dalam waktu
singkat, antara lain karena adanya perubahan hukum disebabkan
pengaruh akulturasi internal (Soekanto: Antropologi Hukum 1984).
Secara langsung orang dapat merasakan akibat kerusuhan yang
meninggalkan luka cukup peduli dengan penderitaan para korban menjadi
pengungsi, kehilangan tempat tinggal, harta benda, saudara, orang tua
dan anak-anak bagi kehidupan masa depan mereka.
Sebuah
gejala sosial dengan dimensi hukum yang memiliki jangkauan pengaruh
cukup luas terhadap kehidupan masyarakat. Kerusuhan merupakan suatu
bagian integral sisa kebudayaan lama dalam antropologi hukum dari
masalah dan konflik suatu bangsa (Pospisil, Leopold, 1968). Bukan
saat ini saja tapi juga masa depan bangsa yang tercabik-cabik dengan
adanya pertikaian yang dipicu masalah sepele dengan akibat sangat
mengenaaskan hati. Sampai jauh ke depan peristiwa kerusuhan di
berbagai daerah ini akan menggoreskan tinta hitam bagi perjalan hidup
bangsa Indonesia yang menggambarkan adanya budaya kekerasan dalam
kehidupan masyrakat yang multietis dan multikultural ini.
Timbul
pertanyaan, mengapa bangsa kita begitu mudah melakukan kekerasan
ataukah kekerasan telah menjadi budaya bangsa? Apakah pendekatan
hukum oleh aparat keamanan tidak mampu mengungkap dalang dan latar
belakang kerusuhan? Bagaimanakah mencari akar masalah kekerasan
dengan terjadi nya kerusuhan tersebut?
Masyarakat
Anomie
Satu
hal yang menjadi pusat perhatian dengan merebaknya pelbagai kerusuhan
dan amuk massa adalah mencari sumber latar belakang kerusuhan
tersebut di ruang pengadilan dan menyeret pelaku kerusuhan untuk
mengungkap dalang atau provokator sebenarnya.
Untuk
mengungkapnya dapat dilacak dalam setiap gejala sosial yang ada dapat
berkembang menjadi fakta hukum untuk terjadinya kegiatan kejahatan
yang mengandung asumsi adanya motif dan peran individual atau
kelompok menggerakan suatu peristiwa pidana sebagai pokok persoalan
terjadinya suatu kejahatan, ini berarti setiap keruhan yang
menimbulkan kejahatan dalam kehidupan manusia selalu ada latar
belakang menyebabkan terjadinya peristiwa pidana yang dilakukan oleh
pelaku kejahatan sebagai faktor pencetus suatu pelanggaran hukum.
Alasannya sangat
sederhana. Sangat kecil kemungkinan bahwa suatu pelanggaran hukum
terjadi begitu saja tanpa ada yang memicunya atau pencetus dari suatu
relasi sebba akibat dengan terjadinya kerusuhan tindak kriminal
murni, tapi juga memiliki unsur politis dan ekonomi dengan adanya
perbedaan kesenjangan ekonomi, sosial dan dominasi budaya suatu etnis
terhadap etnis lain yang sengaja ditiupkan agar terjadi kerusuhan.
Selama ini bangsa
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang ramah, sopan santun dan pemaaf.
Terjadinya perubahan demi perubahan di negeri ini banyak menyebabkan
sifat tersebut di atas hilang dalam sekejap mata. Bangsa ini terpuruk
pada sifat aslinya yang pemberang dan kejam. Perilaku suku terasing
saja, Malanesia yang hidup liar dan nomaden di kepulauan Trobriand
Papua Nugini saja masih menjunjung tinggi tertib sosial dan menjauhi
tindak kekerasan. Mereka memiliki semangat kelompok dan solidaritas
kebanggaan atas kelompok dan keturunan. Tertib sosial dapat
dipelihara dengan baik dalam suku tersebut, hukum primitif tidak
melulu larangan negatif berupa hukum pidana, tapi juga mengandung
tertib sosial dalam kebudayan mereka yang sederhana.
Dalam teori
sosiologi, ada pandangan mengasumsikan bahwa kejahatan dalam
masyarakat disebabkan oleh faktor tidak ditaatinya hukum dan undang
undang yang berlaku, karena masyarakat itu dalam anomie (Durkim:
1964) yang menggambarkan keadaan tanpa aturan atau deregulasi dalam
masyarkat. Keadaan deregulation,
menurut Durkeim diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang
terdapat dalam masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan
dari orang lain.
Keadaan masyarakat
tanpa aturan atau undang-undang sering menimbulkan konflik dalam
kehidupan sosial, karena ada dorongan orang untuk melakukan
penyimpangan yang melanggar hukum (Becker: 1966). Konflik itu
sebenarnya sudah dipelihara sejak lama, namun belum membesar dan
hanyakonflik kecil-kecilan --semacam tawuran antar warga di Jakarta--
misalnya.
Namun konflik ini
kemudian bisa merebet dan membesar dan akhirnya meletus sebagai
kerusuhan akibat krisis kepercayaan masyarakat dengan sistem hukum
yang diskriminatif dan tidak mencerminkan penegakkan hukum yang sama.
Sementara masyarakat melihat dengan mata telaanjang adanya perbedaan
perlakukan di depan hukum bagi mereka yang memiliki kekuatan politis
dan ekonomis (mantan pejabat, pejabat dan konglomerat) dengan rakyat
biasa yang melanggar hukum.
Melihat sosiologis
masyarakat sekarang, maka ada tiga penyebab orang melakukan
kerusuhan. Pertama, mereka menganggap dirinya merupakan alat dari
kaum kelas berkuasa yang dapat diperlakukan seenaknya. Artinya hak
untuk mmeperoleh keadilan bagi kelas tertindas sudah tidak ada lagi
dengan eksploitasi kekuasaan oleh pihak berkuasa. Kedua, mereka
melihat semua kerusuhan sebagai jalan untuk merebut kekuasaan dari
pencerminan sikap individualisme dan kompetisi warga yang ingin
berkuasa. Ketiga, perebutan kekuasaan dengan kekerasan termasuk
melakukan kerusuhan adalah perbuatan legal untuk mencapai semua
tujuan.
Arus sosial semacam
ini yang berwujud kemarahan atau luapan emosi yang tak terkendali dan
menghanyutkan massa dalam melakukan tindak kekerasan merupakan luapan
kemarahan sesaat, sementara. Kemarahan itu akann terhenti jika
diperoleh solusi atau pemecahan masalah yang tepat oleh para
pengambil keputusan. Namun, semua muara dari kerusuhan itu tidak lain
adalah perlakuan tidak adil atau diskriminatif dalam penerapan hukum
atau kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah di bidang ekonomi,
politik, sosial budaya.
Apa pun bentuknya,
kekerasan harus dikutuk habis-habisan. Suatu sistem budaya yang
dianut dengan kekerasan dalam menyelesaikan masalah tentu akan
menyebabkan suatu maslaah baru, yakni tindak kekerasan itu sendiri.
Karena itu perlu bangunan sistem budaya baru, tanpa kekerasan yang
berperan sebagai pengarah dan pendorong kelakuan manusia sebagai
pedoman kehidupan; norma-norma, hukum dan aturan.
Upaya keras
penegakan hukum perlu dibuktikan dengan kesungguhan aparat pemerintah
untuk melakukan penegakan hukum (law
enforcement)
terhadap mereka yang melakukan tindak kejahatan dan kerusuhan.
Penegakan hukum itu akan berhasil bila (1) Hukum atau peraturan
sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan hukum rakyat yang mendambakan
keadilan; (2) mentalitas petugas penegak hukum harus baik; (3)
Fasilitas kerja aparat hukum yang memadai; (4) Kesadaran dan
kepatuhan hukum serta perilaku masyarakat dan apararat keamanan yang
mau bersungguh-sungguh dalam menegakan hukum dan HAM secara konsisten
dan konsekwen.
Kalau persyarakat
tersebut dipenuhi, maka masalah kerusuhan akan dapat ditanggulangi
untuk meniptakan kehidupan yang lebih baik dari masa lalu. Upaya
melakukan kerukunan antar warga dan golongan diantara masyarakat
dapat dilakukan melalui jalur silaturahmi, dialog dan rekonsiliasi
yang melibatkan seluruh unsur masyarakat dibantu pemerintah dan
aparat keamanan. Kegiatan ini hendaknya melembaga dari mulai grass
root
sampai lapisan atas sehingga mampu mencairkan suasana rasa permusuhan
dan menyelesaikan perselisihan antar warga masyarakat kita.
Kita memerlukan
masyakarat yang menjunjung tinggi solidaritas organik, hukum yang
berlaku bersifat hukum restitutif (memperbaiki) dari budaya
masyarakat bukan hukum yang otoriter dan restruktrif. Artinya, hukum
yang muncul adalah sesuai aspirasi rakyat dan ditegakan dengan
otoritas moral aparat penegak hukum yang baik serta pemerintahan yang
bersih dan berwibawa bebas KKN.
Untuk menata kembali
kehidupan masa depan bangsa diperlukan juga tipe hukum responsif
denga kebutuhan hukum masyarakat yang menginginkan keadilan bagi
semua orang tanpa perlakuan diskriminatif. Semoga Indonesia kembali
menjadi Indonesia yang aman , damai, adil dan makmur! []
Prinsip Pendidikan Dalam Islam
Oleh : Aji Setiawan
Masalah pendidikan di negara kita telah menarik perhatian berbagai kalangan, mengingat pendidikan belum bisa beranjak dari masalah-masalah dari kurang berkualitasnya para lulusan sekolah , masih banyaknya guru yang mismatch sampai kurang memadainya gaji para guru yang menyebabkan proses pengajaran mereka lakukan kurang terkonsentrasi.
Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan dengan dibuatnya undang-undang yang menjamin pendidikan yang memadai hingga peningkatan insentif guru. Tetapi masalah pendidikan itu belum kunjung reda. Dari aspek kualitas pendidikan, kita berada jauh di bawah negara-negara maju, bahkan jika kita bandingkan dengan negara tetangga kita yakni Malaysia dan Philipina. Belum lagi kalau kita tengok kepada bangsa Indonesia pendidikan semakin hari semakin merosot moralnya. Buruknya kondisi moral bangsa ini tetntunya berkaitan dengan tidak berhasilnya misi pendidikan.
Banyak orang menilai bahwa kegagalan pendidikan di negeri ini pada umumnya disebabkan kurang diarahkannya pendidikan kita pada pembentukan karakter bangsa (nation caracter building). Pengajaran di sekolah sekolah atau perguruan tinggi hanya difokuskan pada penguasaan siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang diberikan. Mengenai masalah ini, pendidikan kita memang berhasil meluluskan para anak didiknya setiap tahun dari berbagai pendidikan tinggi dan sekolah, sehingga secara statistik jumlah orang pintar selalu bertambah.
Kalau pendidikan pada umumnya kurang memberi perhatian pada aspek pembentukann karakter, hal ini kelihatannya lebih ditangani oleh lembaga lembaga pendidikan agama. Sesuai dengan tradisinya, pendidikan Islam sebenarnya lebih menekankan pada aspek pendidikan karakter, seperti terlihat dari aberbagai aspek materi yang diajarkannya. Akan tetapi sekolah-sekolah agama pun sekarang ini terkesan telah meninggalkan habitatnya. Mereka justru telah meninggalkan tradisinya hanya untuk melayani kebutuhan umum yang dikelola pesantren , misalnya, sama saja dengan pembelajaran sekolah-sekolah umum yang memeberi pelajaran sekuler dengan meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan budi pekerti dan akhlak.
Sudah menjadi pemahaman umum di kalangan kaum muslimin bahwa mencari ilmu pengetahuan merupakan keharusan atau mendekati kewajiban mengingat pengetahuan manusia itu hidup dan dengan pengetahuan pula mereka mengabdi kepada Allah SWT sesuai dengan hadist Rasulullah SAW,”Mencari ilmu itu merupakan kewajiban (faridhotun) bagi umat Islam baik laki-laki maupun perempuan”. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadist Nabi Muhammad SAW,”Carilah ilmu sejak kamu dalam ayunan sampai kamu masuk liang kubur.”
Allah SWT secara tegas memberikan penghargaan kepada mereka yang berpengetahuan dan mengangkat derajat oraang-orang yang berilmu. ”Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang –orang yang berilmu melebihi orang lainnya: QS Adzariyat : 56).
Ketinggian derajat orang yang berilmu itu jelas terlihat dalam kehidupan bermasyarakat kita. Orang-orang yang berilmu itu telah menjadi penerang dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan kita sebagai manusia. Jadi benarlah apa yang diungkapkan melalui sebuah kata ulama bahwa “ilmu itu adalah cahaya”, karena dengan ilmu lah manusia mendapat jalan terang untuk mengarungi kehidupannya. Penghargaan terhadap orang berilmu sendiri juga disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW,”khoirukum anfa’ukum linnas” (Yang paling bagus di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia).
Sejarah Islam telah memperlihatkan bahwa melalui ajarannya yang menganjurkan pencarian pengetahuan yang menyebabkan masyarakat Islam menjadi masyarakat yang berbudaya tinggi (Civilized). Perkembangan pengetahuan dalam masa Islam awal telah melahirkan berbagai macam ahli yang kemudian bisa menerangi dunia dengan pengetahuannya.
Dengan berbagai tuntutan yang dikemukakan di atas, apa yang disodorkan oleh Islam sebenarnya bisa disederhanakan pada apa yang disebut “longlife education”. Ini berarti bahwa pendidikan dalam Islam bukan hanya pembelajaran di dalam kelas , di mana para murid mendapatkan pengetahuan dari para guru. Pendidikan dalam Islam haruslah dijadikan sebagai media pembentukan watak dan karakter, sehingga anak didik tidak hanya pintar, tetapi juga berperadaban secara pengetahuan atau berakhlaq. Akhlaq itu bukan hanya aspek moralitas tingkah laku atau sopan santun manusia, tetapi juga menyangkut sikap , pandangan atau bahkan karakter seorang muslim.
Dengan demikian, pendidikan adalah totalitas pembentukan manusia supaya berguna bagi sesamanya dengan mempunyai akhlaq yang tinggi. Imam Gozali merumuskan akhlaq sebagai potensi yang dipunyai manusia dalam kaitan manusia berperan sebagai khalifatul fil ardhi. Potensi ini harus diarahkan agar bisa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia pada umumnya.
Pendidikan, sekali lagi harus dapat memberikan manfaat bagi kemanusiaan, yakni ketika pendidikan mampu membentuk manusia-manusia yang tidak hanya pintar tapi juga berakhlaq atau berperadaban. Sering dikatakan orang bahwa menjadi orang pintar itu gampang, sebab dengan disekolahkan orang akan menjadi pintar, artinya mempunyai pengetahuan. Yang tidak mudah adalah membentuk manusia pintar dan berakhlaq.
Imam Ghozali membedakan akhlaq itu ke dalam akhlaq karimah dan akhlaq madzummah. Ahlaq karimah adalah potensi manusia yang direalisasikan dalam kehidupan nya yang memberi manfaat bagi sesama manusia. Sedangkan akhlaq madzummah itu muncul ketika potensi manusia tidak memberikan manfaat bagi manusia. Jadi dalam hal ini akhlaq tidak diartikan semata-mata sebagai sopan santun, tetapi sebagai peradaban.
Akhlaq itu adab sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW,”addabani rabbi fa ahsana ta’dibi”. Memang berbeda Rasulullah SAW yang mengajari akhlaq beliau adalah Allah SWT sehingga ta’dib nya tentu sempurna. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang berakhlaq mulia. Jadi ahlaq mulia itu tidak hanya berkaitan dengan sopan santun tetapi juga sikap dan karakter manusia yang diarahkan untuk memberikan manfaat bagi umat manusia.
Misi pendidikan
Ada dua konsep penting yang berkaitan yang berkaitan dengan keberadaan manusia yang karenanya pendidikan yang kita lakukan juga diarahkan ke sana. Konsep itu terangkum dalam firman Allah SWT,”wa ma kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun”, yang artinya adalah, ”tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah Ku”. Perintah Allah SWT mengharapkan manusia agar menjadi hamba yang Islam (yang taat) yang melaksanakan perintah-Nya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam perintah Allah SWT ini bersifat universal. Artinya hal itu berkaitan dengan ukuran yang sama dirumuskan oleh manusia. Al Qur’an dalam hal ini mendorong manusia agar menjadi khalifatullah (khalifah Allah) di bumi yang berarti menjadi hamba Allah yang mengurusi kehidupannya dan kehidupan manusia lainnya. “mengurusi” itu mempunyai arti yang luas, tidak hanya berarti menjadi pemimpin manusia juga mengekplorasi rahasia alam dan lainnya untuk kepentingan umat manusia.
Karena itulah dalam pendidikan Islam anak didik itu dengan pengetahuannya diarahkan untuk mempunyai tanggung jawab terhadap sesamanya. Dengan berilmu manusia itu dibebani untuk membantu sesamanya dan menciptakan tidak saja masyarakat yang religius tetapi juga masyarakat yang makmur, tidak kekurangan.
Jadi misi pendidikan tidak saja membentuk kesalehan individu menjadi abdullah (hablum minallah) belaka namun juga kesalehan sosial di mana seorang manusia juga dituntut menjadi manusia yang baik secara sosial (kholifatullah). Dalam konsep kholifatullah itulah dimensi akhlaq mendapatkan tempat, karena salah satu aspek yang harus dipenuhi manusia untuk menjadi khalifatullah yang berhasil adalah masalah keberadaban (akhlaq).
Pemenuhan kedua konsep di atas adalah bentuk ekspresi dari keimanan dan keislaman umat Islam. Islam itu memang berkaitan dengan masalah akidah dan syariah, yang menuntut manusia untuk mempersembahkan keimannya kepada Allah SWT serta memberikan ketaatannya atas aturan –aturan Nya. Sepertti sering dinyatakan dalam ajaran Islam sendiri, pencapaian keduanya haruslah seimbang dalam artian tidak ditinggal salah satunya, karena keduanya yakni hablumninnallah dan hablumminannas merupakan hal yang saling berkaitan dengan keislaman itu sendiri.
Dalam dunia pendidikan, pengenalan kedua hal itu harus ditekankan karena keduanya menjadi sumber pembentukan karakter para siswa. Jadi, pendidikan Islam itu membentuk kesalehan secara menyeluruh. Orang yang saleh itu bukan hanya yang taat beribadah, tetapi juga harus peduli dengan masalah kehidupan sosial manusia. Dengan kata lain, kesalehan yang harus dibentuk melalui pendidikan keagamaan juga kesalehan sosial dan kesalehan religius.
Orang yang taat sholat di masjid harus juga menjadi orang yang peduli lingkungan dan orang yang mengikuti aturan sosial yang berlaku. Di jalanan, misalnya, orang yang saleh itu harus menjadi pengendara yang baik, mentaati semua peraturan lalu lintas, karena melakukan hal itu juga bagian dari keharusan agama, yakni menjadi khalifah di muka bumi. Memang banyak nilai-nilai dan ajaran Islam yang mendorong manusia untuk beradab tadi.
Misi pendidikan Islam sebaiknya diarahkan bagi terbentuknya manusia yang mengabdi kepada Allah SWT dengan juga melakukan masalah keduniawiyannya sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Allah SWT. Jangan sampai pendidikan yang dilakukan melulu untuk mencerdaskan bangsa dengan tanpa mengasah unsur spritualnya.
Demikian juga kurang sempurna pendidikan hanya bagi pembentukan spiritual manusia dengan melupakan maslaah-masalah duniaawi di mana manusia sendiri hidup. Penggabungan keduanya menjadi keharusan, sebab disamping hamba yang taat menjadi kekasih Allah SWT, tetapi juga menjadi khalifah di muka bumi yang mendapatkan nilai lebih dari Allah SWT. (***)
Masalah pendidikan di negara kita telah menarik perhatian berbagai kalangan, mengingat pendidikan belum bisa beranjak dari masalah-masalah dari kurang berkualitasnya para lulusan sekolah , masih banyaknya guru yang mismatch sampai kurang memadainya gaji para guru yang menyebabkan proses pengajaran mereka lakukan kurang terkonsentrasi.
Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan dengan dibuatnya undang-undang yang menjamin pendidikan yang memadai hingga peningkatan insentif guru. Tetapi masalah pendidikan itu belum kunjung reda. Dari aspek kualitas pendidikan, kita berada jauh di bawah negara-negara maju, bahkan jika kita bandingkan dengan negara tetangga kita yakni Malaysia dan Philipina. Belum lagi kalau kita tengok kepada bangsa Indonesia pendidikan semakin hari semakin merosot moralnya. Buruknya kondisi moral bangsa ini tetntunya berkaitan dengan tidak berhasilnya misi pendidikan.
Banyak orang menilai bahwa kegagalan pendidikan di negeri ini pada umumnya disebabkan kurang diarahkannya pendidikan kita pada pembentukan karakter bangsa (nation caracter building). Pengajaran di sekolah sekolah atau perguruan tinggi hanya difokuskan pada penguasaan siswa terhadap pelajaran-pelajaran yang diberikan. Mengenai masalah ini, pendidikan kita memang berhasil meluluskan para anak didiknya setiap tahun dari berbagai pendidikan tinggi dan sekolah, sehingga secara statistik jumlah orang pintar selalu bertambah.
Kalau pendidikan pada umumnya kurang memberi perhatian pada aspek pembentukann karakter, hal ini kelihatannya lebih ditangani oleh lembaga lembaga pendidikan agama. Sesuai dengan tradisinya, pendidikan Islam sebenarnya lebih menekankan pada aspek pendidikan karakter, seperti terlihat dari aberbagai aspek materi yang diajarkannya. Akan tetapi sekolah-sekolah agama pun sekarang ini terkesan telah meninggalkan habitatnya. Mereka justru telah meninggalkan tradisinya hanya untuk melayani kebutuhan umum yang dikelola pesantren , misalnya, sama saja dengan pembelajaran sekolah-sekolah umum yang memeberi pelajaran sekuler dengan meninggalkan pelajaran-pelajaran yang berkaitan dengan budi pekerti dan akhlak.
Sudah menjadi pemahaman umum di kalangan kaum muslimin bahwa mencari ilmu pengetahuan merupakan keharusan atau mendekati kewajiban mengingat pengetahuan manusia itu hidup dan dengan pengetahuan pula mereka mengabdi kepada Allah SWT sesuai dengan hadist Rasulullah SAW,”Mencari ilmu itu merupakan kewajiban (faridhotun) bagi umat Islam baik laki-laki maupun perempuan”. Kewajiban ini dipertegas lagi dalam hadist Nabi Muhammad SAW,”Carilah ilmu sejak kamu dalam ayunan sampai kamu masuk liang kubur.”
Allah SWT secara tegas memberikan penghargaan kepada mereka yang berpengetahuan dan mengangkat derajat oraang-orang yang berilmu. ”Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang –orang yang berilmu melebihi orang lainnya: QS Adzariyat : 56).
Ketinggian derajat orang yang berilmu itu jelas terlihat dalam kehidupan bermasyarakat kita. Orang-orang yang berilmu itu telah menjadi penerang dalam mengatasi masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan kita sebagai manusia. Jadi benarlah apa yang diungkapkan melalui sebuah kata ulama bahwa “ilmu itu adalah cahaya”, karena dengan ilmu lah manusia mendapat jalan terang untuk mengarungi kehidupannya. Penghargaan terhadap orang berilmu sendiri juga disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW,”khoirukum anfa’ukum linnas” (Yang paling bagus di antara kamu adalah yang paling bermanfaat bagi manusia).
Sejarah Islam telah memperlihatkan bahwa melalui ajarannya yang menganjurkan pencarian pengetahuan yang menyebabkan masyarakat Islam menjadi masyarakat yang berbudaya tinggi (Civilized). Perkembangan pengetahuan dalam masa Islam awal telah melahirkan berbagai macam ahli yang kemudian bisa menerangi dunia dengan pengetahuannya.
Dengan berbagai tuntutan yang dikemukakan di atas, apa yang disodorkan oleh Islam sebenarnya bisa disederhanakan pada apa yang disebut “longlife education”. Ini berarti bahwa pendidikan dalam Islam bukan hanya pembelajaran di dalam kelas , di mana para murid mendapatkan pengetahuan dari para guru. Pendidikan dalam Islam haruslah dijadikan sebagai media pembentukan watak dan karakter, sehingga anak didik tidak hanya pintar, tetapi juga berperadaban secara pengetahuan atau berakhlaq. Akhlaq itu bukan hanya aspek moralitas tingkah laku atau sopan santun manusia, tetapi juga menyangkut sikap , pandangan atau bahkan karakter seorang muslim.
Dengan demikian, pendidikan adalah totalitas pembentukan manusia supaya berguna bagi sesamanya dengan mempunyai akhlaq yang tinggi. Imam Gozali merumuskan akhlaq sebagai potensi yang dipunyai manusia dalam kaitan manusia berperan sebagai khalifatul fil ardhi. Potensi ini harus diarahkan agar bisa memberikan manfaat bagi kehidupan manusia pada umumnya.
Pendidikan, sekali lagi harus dapat memberikan manfaat bagi kemanusiaan, yakni ketika pendidikan mampu membentuk manusia-manusia yang tidak hanya pintar tapi juga berakhlaq atau berperadaban. Sering dikatakan orang bahwa menjadi orang pintar itu gampang, sebab dengan disekolahkan orang akan menjadi pintar, artinya mempunyai pengetahuan. Yang tidak mudah adalah membentuk manusia pintar dan berakhlaq.
Imam Ghozali membedakan akhlaq itu ke dalam akhlaq karimah dan akhlaq madzummah. Ahlaq karimah adalah potensi manusia yang direalisasikan dalam kehidupan nya yang memberi manfaat bagi sesama manusia. Sedangkan akhlaq madzummah itu muncul ketika potensi manusia tidak memberikan manfaat bagi manusia. Jadi dalam hal ini akhlaq tidak diartikan semata-mata sebagai sopan santun, tetapi sebagai peradaban.
Akhlaq itu adab sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW,”addabani rabbi fa ahsana ta’dibi”. Memang berbeda Rasulullah SAW yang mengajari akhlaq beliau adalah Allah SWT sehingga ta’dib nya tentu sempurna. Dalam Al Qur’an disebutkan bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang berakhlaq mulia. Jadi ahlaq mulia itu tidak hanya berkaitan dengan sopan santun tetapi juga sikap dan karakter manusia yang diarahkan untuk memberikan manfaat bagi umat manusia.
Misi pendidikan
Ada dua konsep penting yang berkaitan yang berkaitan dengan keberadaan manusia yang karenanya pendidikan yang kita lakukan juga diarahkan ke sana. Konsep itu terangkum dalam firman Allah SWT,”wa ma kholaqtul jinna wal insa illa liya’budun”, yang artinya adalah, ”tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah Ku”. Perintah Allah SWT mengharapkan manusia agar menjadi hamba yang Islam (yang taat) yang melaksanakan perintah-Nya.
Nilai-nilai yang terkandung dalam perintah Allah SWT ini bersifat universal. Artinya hal itu berkaitan dengan ukuran yang sama dirumuskan oleh manusia. Al Qur’an dalam hal ini mendorong manusia agar menjadi khalifatullah (khalifah Allah) di bumi yang berarti menjadi hamba Allah yang mengurusi kehidupannya dan kehidupan manusia lainnya. “mengurusi” itu mempunyai arti yang luas, tidak hanya berarti menjadi pemimpin manusia juga mengekplorasi rahasia alam dan lainnya untuk kepentingan umat manusia.
Karena itulah dalam pendidikan Islam anak didik itu dengan pengetahuannya diarahkan untuk mempunyai tanggung jawab terhadap sesamanya. Dengan berilmu manusia itu dibebani untuk membantu sesamanya dan menciptakan tidak saja masyarakat yang religius tetapi juga masyarakat yang makmur, tidak kekurangan.
Jadi misi pendidikan tidak saja membentuk kesalehan individu menjadi abdullah (hablum minallah) belaka namun juga kesalehan sosial di mana seorang manusia juga dituntut menjadi manusia yang baik secara sosial (kholifatullah). Dalam konsep kholifatullah itulah dimensi akhlaq mendapatkan tempat, karena salah satu aspek yang harus dipenuhi manusia untuk menjadi khalifatullah yang berhasil adalah masalah keberadaban (akhlaq).
Pemenuhan kedua konsep di atas adalah bentuk ekspresi dari keimanan dan keislaman umat Islam. Islam itu memang berkaitan dengan masalah akidah dan syariah, yang menuntut manusia untuk mempersembahkan keimannya kepada Allah SWT serta memberikan ketaatannya atas aturan –aturan Nya. Sepertti sering dinyatakan dalam ajaran Islam sendiri, pencapaian keduanya haruslah seimbang dalam artian tidak ditinggal salah satunya, karena keduanya yakni hablumninnallah dan hablumminannas merupakan hal yang saling berkaitan dengan keislaman itu sendiri.
Dalam dunia pendidikan, pengenalan kedua hal itu harus ditekankan karena keduanya menjadi sumber pembentukan karakter para siswa. Jadi, pendidikan Islam itu membentuk kesalehan secara menyeluruh. Orang yang saleh itu bukan hanya yang taat beribadah, tetapi juga harus peduli dengan masalah kehidupan sosial manusia. Dengan kata lain, kesalehan yang harus dibentuk melalui pendidikan keagamaan juga kesalehan sosial dan kesalehan religius.
Orang yang taat sholat di masjid harus juga menjadi orang yang peduli lingkungan dan orang yang mengikuti aturan sosial yang berlaku. Di jalanan, misalnya, orang yang saleh itu harus menjadi pengendara yang baik, mentaati semua peraturan lalu lintas, karena melakukan hal itu juga bagian dari keharusan agama, yakni menjadi khalifah di muka bumi. Memang banyak nilai-nilai dan ajaran Islam yang mendorong manusia untuk beradab tadi.
Misi pendidikan Islam sebaiknya diarahkan bagi terbentuknya manusia yang mengabdi kepada Allah SWT dengan juga melakukan masalah keduniawiyannya sebagai bagian dari pengabdiannya kepada Allah SWT. Jangan sampai pendidikan yang dilakukan melulu untuk mencerdaskan bangsa dengan tanpa mengasah unsur spritualnya.
Demikian juga kurang sempurna pendidikan hanya bagi pembentukan spiritual manusia dengan melupakan maslaah-masalah duniaawi di mana manusia sendiri hidup. Penggabungan keduanya menjadi keharusan, sebab disamping hamba yang taat menjadi kekasih Allah SWT, tetapi juga menjadi khalifah di muka bumi yang mendapatkan nilai lebih dari Allah SWT. (***)
Ponpes Darussalam Purbalingga
Ponpes
Benteng Ahlussunnah Waljamaah Purbalingga Timur
Pondok
Pesantren ini terletak di dusun Kembaran
Desa Cipawon
Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah . Kini marak
dengan kegiatan kepesantrenan sebagai benteng yang kuat atas ajaran
Islam Ahlussunah Wal Jamaah
Pondok
pesantren ini terletak di wilayah timur Kabupaten Purbalingga. Kurang
lebih lima belas kilometer dari Kota Purbalingga. Dari Kecamatan
Bukateja orang yang akan berkunjung atau mondok ke Pondok pesantren
ini cukup naik becak atau naik angkutan pedesaan dari Kecamatan
Bukateja, sekitar 3 kilometer arah timur dari kecamatan Bukateja.
Pondok
Pesantren ini terletak di dusun Kembaran
Desa Cipawon
Kecamatan Bukateja Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah . Kini marak
dengan kegiatan kepesantrenan sebagai benteng yang kuat atas ajaran
Islam Ahlussunah Wal Jamaah
Awal
mula berdirinya pondok pesantren Darussalam ini terinsipirasi oleh
pesan dan perintah dari sang guru besar Al maghfurlah KH Mukhtar
Syafaat Abdul Ghofur pengasuh pondok pesantren Darussalam, Blok
Agung, Banyuwangi, Jawa Timur kepada KH Abdul Ghofur Arifin, untuk
mendirikan sebuah pesantren,”lhe,
nak wes mulih gaweo tenger, ora usah kuwatir, coro endok kowe iseh
tak angremi, nak wes wayae mesti netes”.
Begitulah
pesan beliau kepada sang murid yang kebetulan menjadi khadamnya
selama bertahun-tahun sehingga banyak mendapatkan pelajaran khusus
dan pesan-pesan penuh makna secara
langsung.
Berbekal
pesan-pesan dan timbaan ilmu dari sang guru, Sepulangnya
dari pesantren KH
Abdul Ghofur Arifin mulai mendirikan sebuah majlis taklim untuk
kalangan muslimat setempat
pada
tahun 1983. Lambat laun majelis taklim itu semakin berkembang dan
banyak diminati oleh masyarakat sekitar bahkan santri dari luar
daerah mulai berdatangan sehingga setahun kemudian didirikanlah
pondok pesantren yang dinamai Darul
Muttaqin.
Selang
satu tahun kemudian sang guru KH. Mukhtar Syafaat berkunjung dan
memerintahkan agar pondok pesantren yang baru di rintis itu diganti
namanya dengan Darussalam, “lhe,
manuto aku wae insyaallah berkah”, begitulah
pesan KH Mukhtaar Syafaat Abdul Ghofur.
Dengan
acuan pesan singkat beliau, KH. Arifin Abdul Ghofur lantas mempunyai
cita-cita besar agar nantinya Pondok Pesantren Darussalam
kembaran, Cipawon dapat berkembang seperti halnya Pondok Pesantren
Darussalam
Blok Agung, Banyuwangi yang tidak hanya menjadi sebuah pesantren
salaf saja akan tetapi dilengkapi dengan berbagai cabang pendidikan
sesuai kebutuhan masyarakat pada zaman sekarang. Mulai dari Taman
Kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Karenanya secara garis besar
pondok pesantren ini akan diarahkan seperti pondok Darussalam Blok
Agung.
Akan
tetapi karena keterbatasan sarana dan prasarana KH. Arifin Abdul
Ghofur baru dapat mewujudkan sebagiannya yaitu Pondok Pesantren salaf
murni, Pondok Tahfidl Alqur'an dan Taman Pendidikan Alqur'an.
Jenjang
Pendidikan
Fardlu
'ain bagi seorang muslim mengetahui hukum-hukum islam, mengetahui apa
yang akan dan harus ia lakukan, mengetahui hal-hal yang secara normal
ia akan terbentur atau terpaksa harus melakukan serta mengetahui pula
hal-hal yang bisa merusak akidah dan amal ibadahnya. Sedangkan secara
fardlu kifayah harus ada orang yang mendalami dan menguasai ilmu
agama hingga dapat dijadikan rujukan pertanyaan sekaligus dapat
membimbing yang membutuhkannya. Dan tidak dapat dipungkiri bahwa
realita santri pondok pesantren tradisional waktu belajarnya fariatif
mulai yang sampai puluhan tahun hingga hanya setahun atau beberapa
bulan saja.
Dengan
pertimbangan realita tersebut, pondok pesantren Darussalam membagi
jenjang pendidikan menjadi ibtidaiyyah, Tsanawiyyah, Aliyyah dan
Musyawirin.
Sedangkan
untuk
memudahkan dalam pengaturan pendidikan santri. Setiap calon santri
diharapkan memilih sesuai dengan taraf pendidikan yang sudah
ditempuh. Namun
bagi
para santri baru, mereka harus
masuk
jenjang pendidikan ibtidaiyah (sifir).
Jenjang
pendidikan Ibtidaiyyah
ini
ditempuh selama
4
tahun.
Dimaksudkan untuk membuat pondasi agar terjadi kesinambungan belajar
bagi santri yang meneruskan pendidikannya ke jenjang berikutnya,
sekaligus mencetak kader muslim awam yang terampil atau aktif bagi
mereka yang tidak mampu melanjutkan ke jenjang berikutnya.
Dengan
kata lain, siswa jenjang ini ditargetkan siap melangkah kejenjang
berikutnya dan diharuskan sudah bisa memahami dengan betul cara
beribadah dan bisa melakukannya dengan benar juga tau mana yang
wajib, sunnah, mubah dan haram yang berarti pula telah terpenuhi
kewajiban tholabul ilmi fardlu 'ainnya.
Lepas
pendidikan ibdtidaiyah, santri bisa melanjutkan ke jenjang
pendidikan Tsanawiyah.
Jenjang Tsanawiyah ini ditempuh selama tiga tahun. Disamping sebagai
pondasi untuk jenjang berikutnya, targetnya adalah mencetak siswa
agar mampu menjadi guru dan pimpinan daerahnya masing-masing jika
tidak meneruskan ke jenjang berikutnya. Untuk
memenuhi target tersebut, siswa diupayakan agar memahami semua bidang
ilmu agama yang ada dan mampu memahami kitab-kitab salaf dengan hanya
sedikit ada ketergantungan kepada orang lain.
Siswa
jenjang Tsanawiyah ini juga ditargetkan mengerti hukum Islam, baik
ubudiyyah
atau muamalah
yang kerap muncul atau terjadi dalam masyarakat luas. Untuk mengatur
system pendidikan jenjang ini haruslah meliputi pendidikan dasar dari
semua bidang, pengertian semua hukum yang berkaitan dengan prilaku
dan kebudayaan masyarakat, pengertian hakikat ahlussunnah wal jamaah
serta sedikit pengenalan semua aliran agama atau sekte yang ada di
Indonesia.
Jenjang
Aliyah
bisa ditempuh
selama tiga tahun. Siswa jenjang pendidikan ini diupayakan mampu
menjadi rujukan siswa jenjang sebelumnya, memahami dengan benar ilmu
alat, betul-betul memahami hukum dan mampu menjawab masalah-masalah
waqiiyyah ataupun yang jarang terjadi bahkan masalah-masalah yang
mungkin belum diterangkan oleh ulama salaf secara shorih/jelas serta
mampu mempertahankan paham ahlussunnah sekaligus dapat mengcounter
paham-paham lain yang tidak sesuai. Untuk itu pelajaran
‘gramar’ dan ilmu alat bahasa Arab
sangat di tekankan dalam jenjang ini dan untuk hasil yang optimal
selapas jenjang ini santri diupayakan memperdalam
fiqhnya dengan masuk ke “Jamiyyah
Musyawarah
Riyadluttolabah”
Pondok
pesantren juga dilengkapi dengan kajian ilmu tasawwuf yang diajarkan
langsung oleh pengasuh pondok pesantren dengan menggunakan kitab
ihya'
ulumuddin.
Pengajian ini dimaksudkan agar berimbang antara ilmu dlohir dan batin
seperti wejangan beliau "ojo
ngasi kelemon ilmu njobone".
Karenanya
dipondok pesantren ini, santri juga dilatih mendekatkan diri dengan
qiyamullail dan mujahadah bahkan kebanyakan santri juga melakukan
rialat.
Sebelum
memulai aktifitasnya, pada setiap harinya santri terlebih dahulu
digembleng dengan ta'limul
muta'allim
yang diajarkan langsung oleh pengasuh pondok pesantren. Hal
ini diantara maksudnya agar santri senantiasa lurus niatnya dan dapat
menjunjung tinggi ilmu yang akan dipelajari dan guru yang
menyampaikannya.
Selain
itu semua, pondok pesantren juga sangat memperhatikan bacaan
Al-Qur'an para santrinya maka dibentuklah lembaga pendidikan qiroat
Al-Qur'an. Lembaga ini khusus menangani Al-Qur'an dari tingkat
kanak-kanak sampai dewasa baik binnadlor
ataupun bilghoib.
Kitab-kitab yang diajarkan adalah kitab yang menggunakan madzhab Imam
Hafsh 'an
'Ashim
sampai dengan imam/ Qurro'
'asyaroh
yang lain.
Untuk
menambah bobot pengajian dalam pelajaran juga masih ada pengajian
yang diberikan oleh santri senior yang sudah mampu, waktu yang
dipergunakan adalah
celah-celah diantara
kegiatan
para santri. Semua sistem yang dipergunakan adalah model
bandongan,
yakni guru membaca kitab, para santri kemudian memberi makna gandul
(bahasa kromo) atau sorogan
yakni membaca kitab gundulan beserta i'rob
yang di bimbing oleh santri senior.
Selain
kegiatan wajib, para santri juga dianjurkan untuk mengikuti aktivitas
lain yang menambah wawasan dan pengetahuan santri, seperti; baca
Tahlil dan Yasin, muhafadzah,
dhi’baiyah, khitobah, bahtsul masa’il,
seni membaca alqur'an dan lain-lain.
Disamping
itu untuk bekal santri setelah mukim ke kampung halaman masing
masing, santri juga di bekali dengan ketrampilan bidang pertanian,
perkebunan,
peternakan,
perikanan,
pertukangan, komputer dan lain-lain
dengan harapan agar nantinya santri bisa hidup mandiri setelah
kembali ke masyarakat. Sampai saat ini pesantren ini telah mendidik
kurang lebih sekitar 1700 alumni yang berkiprah di tengah masyarakat
luas dalam bidang agama, sosial dan di pemerintahan.
Tidak
sebagaimana sekolah atau universitas yang memakai kalender Masehi
sebagai patokan dalam memulai aktivitas belajar. Di pesantren ini
memakai patokan tahun Hijriah baik untuk pendidikan madrasah maupun
pondok. Semua
kegiatan
aktif
mulai pertengahan bulan Syawal. Ujian
pertengahan tahun dilaksanakan
pada
awal bulan Rabiul Awal (Maulud). Setelah ujian selesai, para santri
memperoleh libur selama 1 minggu, biasanya waktu libur itu
dipergunakan untuk menengok keluarga di kampung halaman masing-masing
santri.
Sedangkan
ujian akhir diadakan pada bulan Rajab. Seluruh rangkaian kegiatan
belajar santri kemudian ditutup dengan acara
Haflatus Tasyakur (acara
tutup tahun).
Ketika
memasuki bulan Ramadhan, pondok ini juga menyelenggarakan pesantren
kilat (pasaran/puasanan) yang terbuka untuk santri dan masyarakat
umum.
Saat
ini di Ponpes Darussalam juga dibuka program Tahfidz Al Qur’an atau
istilah lainnya menghafal Al Qur’an. Jenjang pendidikannya dibagi
menjadi 3 bagian yakni program Tahfidz,
Taqwiyah dan Tashih.
Jenjang
program
tahfidz ditempuh
selama 3 (tiga) tahun dengan target setiap tahunnya 10 juz dengan
harapan hafalan yang lumayan kuat setelah selesai tahfidl hingga 30
juz. System hafalannya lebih menitik beratkan taqwiyyah daripada
menambah hafalan dengan cara membatasi hafalan maksimal
satu lembar
dan mewajibkan santri untuk mengulang 2 setoran terakhir, tadarrus
bersama minimal masing-masing satu maqra'
dan mengulang satu hizb sebelum menambah hafalan kepada ustadz.
Santri
yang masuk program ini diharuskan telah khatam alqur'an binnadlor
dan telah selesai pendidikan ibtidiyyah.
Sedangkan
program Taqwiyah ditempuh
selama 2 tahun dengan target minimal telah hatam 30 juz selama 41
kali.
Dan terakhir program Tashih
ditempuh selama 3 bulan dengan rincian setiap harinya 1 juz.
Visi
Pondok
Pondok
Pesantren DARUSSALAM
memiliki visi yang mendasar yaitu “Generasi
muslim
yang mandiri dan
berakhlakul
karimah ",
mengandung pengertian adanya usaha pembinaan generasi muslim dari
lingkungan sekitar pada khususnya dan seluruh ummat muslim pada
umumnya, agar mampu hidup bermasyarakat dengan berdasarkan keutuhan
akhlaq islami, dan berpegang pada – Al
Qur'an, Hadist
dan ijtihad para 'ulama dalam nafas kehidupan sehari-hari.
Bentuk-bentuk
nyata dari visi tersebut diatas dapat
dilaksanakan dengan berbagai langkah. Pertama,
menyiapkan
santri untuk selalu bersungguh-sungguh dalam mengkaji dan belajar
ilmu agama. Kedua,
memotifasi
dan membantu santri dalam menggali potensi diri sehingga dapat
mengembangkan
diri
secara optimal.
Ketiga,
menumbuhkan
penghayatan dalam diri santri akan pelaksanaan ajaran agama Islam
dalam
kehidupannya.
Keempat,
membekali
santri agar siap menghadapi tantangan zaman yang sering disebut
globalisasi informasi. Kelima,
menyediakan
fasilitas yang memadai, lingkungan belajar yang nyaman, rapi, indah,
dan representative.
Misi
pondok pesantren yakni membangun
semangat yang tinggi,
membangun
semangat belajar Agama Islam dan menghafal Al Qur’an,
membangun
semangat persaudaraan dan kejujuran,
membangun
semangat kemandirian.
Dalam
dimensi filosofi, tujuan akhir PP. Darussalam
adalah membentuk manusia muslim berakhlaqul karimah, berilmu,
terampil, dan siap mensyi’arkan
ilmu dan memperjuangkan agama dan bangsanya.
Dengan
berpedoman pada dimensi filosofis diatas, maka secara akademis
tujuan-tujuan Ponpes Darussalam adalah :
meningkatkan
Pendidikan Pondok Pesantren; memberi santri ketrampilan yang
bermanfaat bagi kehidupan dan masa depannya; Ketiga, memantapkan
sikap perilaku dan nilai-nilai toleransi, kemandirian dan tanggung
jawab ocial
serta budi pekerti / berakhlaqul karimah; Keempat, membentuk
keyakinan untuk mencapai yang lebih baik; Kelima, meningkatkan
kecintaan kepada masyarakat sekitar pada khususnya dan bangsa
Indonesia pada umumnya.
“Secara
umum kondisi tenaga pendidik kompeten dalam bidang masing-masing.
Akan tetapi kedisplinan mereka dalam mengajar masih kurang optimal
mengingat mereka sukarela dalam mengajar sedangkan mayoritas pengajar
telah berkeluarga. Hal ini terkadang menimbulkan anak didik sedikit
terhambat perkembangan pendidikannya.
Kondisi siswa/ siswi semangat dan antusias menerima pelajaran sesuai
jadwal yang ditetapkan pondok pesantren walaupun sebagian dari mereka
harus sedikit terganggu konsentrasinya karena mereka belajar dipondok
pesantren tanpa sangu yang memadai, “ Kata KH Abdul Ghofur Arifin.
Minggu, 03 Juni 2012
KAIZEN
Mengapa Kaizen dapat membuat seseorang menjadi luar
biasa? Konsep pemikiran Kaizen adalah bahwa setiap orang ahli pada
pekerjaannya masing-masing. Setiap
orang dianggap luar biasa pada bidang kerjanya masing-masing. Karena
itu, setiap orang diharapkan dapat memberikan sumbang saran dan upaya
untuk melakukan perbaikan yang berhubungan dengan pekerjaannya.
Kaizen merupakan sebuah istilah yang cukup populer dalam manajemen Jepang, terutama di bidang industri. Jadi, semua orang di pabrik, mulai dari manajer sampai karyawan atau karyawati di level bawah, dianggap ahli dan mampu melakukan perbaikan. Dalam bahasa Inggris, padanannya adalah Continuous Improvement (CI), yang dapat diartikan usaha untuk terus-menerus melakukan perbaikan.
Ketika kami mengimplementasikan ISO 9002:1994 pada
tahun 1996-1997, konsep CI ini belum dimasukkan dalam klausul ISO.
Walaupun demikian, kami sudah mulai mengimplementasikan Kaizen. Tetapi,
pada saat kami mengimplementasikan ISO 9001:2000 pada tahun 2001-2002,
konsep CI ini sudah dimasukkan. Dengan demikian, perusahaan akan lebih
mudah lagi mengimplementasikan Kaizen. Bagi perusahaan yang ingin
mendapat sertifikasi ISO 2000:9001, harus dapat menunjukkan prosedur dan
tindakan yang dilakukan dalam mengimplementasikan CI. Jadi, Jepang ikut menyumbangkan konsep Kaizen atau CI ke dalam ISO 9001:2000.
Kaizen dijalankan melalui proses dan siklus PDCA
atau Plan-Do-Check-Action, yaitu merencanakan, melakukan, mengevaluasi,
melakukan Preventive Action (PA atau tindakan pencegahan) dan Corrective Action
(CA atau tindakan perbaikan). Dengan adanya siklus PDCA ini, terutama
dari adanya CA dan PA, maka standar dan hasil kerja semakin lama akan
semakin baik.
Kaizen dapat dilakukan pada seluruh proses, apakah pada P, D, C, atau A. Tetapi pada praktiknya,
Kaizen lebih banyak dilakukan pada proses Action, yaitu CA dan PA. Pada
CA dan PA, akan muncul rekomendasi, apakah ada saran perbaikan untuk P,
D, dan C.
Kaizen dapat dilakukan secara perorangan. Tetapi, pada umumnya dilakukan per kelompok dalam bentuk Quality Control Circle (QCC) atau Gugus Kendali Mutu. Sekelompok karyawan/karyawati
pada satu bidang pekerjaan mengevaluasi masalah utama pada
pekerjaannya, dan membuat target perbaikan yang ingin dicapai, dalam
waktu tertentu. Misalnya: masalah produk cacat akan diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen dalam waktu 1 bulan.
Kaizen dipopulerkan oleh Masaaki Imai melalui bukunya Gemba Kaizen pada tahun 1986. Kaizen sebenarnya merupakan sebuah konsep atau mindset, agar orang selalu
berpikir dan berusaha membuat lebih baik dari yang sudah ada, dengan
melakukan pengamatan di tempat kerja atau Gemba. Kaizen merupakan salah
satu kunci sukses keunggulan bersaing produk Jepang di dunia.
Hal yang menarik pada Kaizen adalah melibatkan semua orang, mulai dari manajer sampai karyawan/karyawati
pada level bawah, mengandalkan pengamatan di tempat kerja, dilakukan
dengan biaya yang cukup murah, dan berhasil meningkatkan keunggulan
bersaing produk di bidang mutu dan harga. Selain itu, juga menanamkan mindset untuk selalu berpikir ke arah yang lebih baik, untuk selalu belajar dan memperbaiki diri.
Dalam kondisi krisis seperti sekarang, tampaknya
konsep Kaizen perlu lebih dipopulerkan lagi untuk meningkatkan efisiensi
kerja, sehingga dapat menghasilkan produk-produk bermutu dengan harga
murah dan terjangkau. Selain itu, konsep Kaizen juga sudah dimasukkan ke
dalam klausul ISO 9001:2000 dalam bentuk implementasi Continuous Improvement. Dengan demikian, setiap perusahaan yang mengimplementasikan ISO, akan otomatis juga akan mengimplementasikan Kaizen.
Sabtu, 02 Juni 2012
Kesabaran Rasulullah Berdakwah di Tha’if
Saat
berdakwah di Tha’if, Rasulullah SAW dicemooh dan dilempari batu. Namun dengan
keihkhlasann dan kesabran beliau tidak membalasnya dari gangguan orang-orang
kafir, hingga akhirnya mereka menerima dakwah Islam
Setelah sembilan tahun Muhammad SAW
diangkat sebagai Rasulullah, beliau masih menjalankan dakwah di kalangan
kaumnya sendiri di sekitar kota Makkah untuk memperbaiki pola hidup mereka.
Tetapi hanya sebagian kecil saja orang yang bersedia memeluk agama Islam atau
bersimpati kepadanya, selebihnya beliau selalu dengan daya dan upaya untuk
mengganggu dan menghalangi beliau dan pengikut-pengikutnya. Di antara mereka
yang bersimpati dengan dakwah Nabi adalah paman beliau sendiri yakni Abu Thalib, namun sayangnya ia tidak pernah
memeluk Islam sampai akhir hayatnya.
Pada tahun kesepuluh setelah
kenabian Abu Thalib wafat. Dengan wafatnya Abu Thalib ini, pihak kafir Quraisy
merasa semakin leluasa mengganggu dan menentang Nabi SAW.
Tha’if merupakan kota terbesar
setelah Hijaz. Di sana terdapat Bani Tsaqif, suatu Kabilah yang cukup kuat dan
besar jumlah penduduknya. Rasulullah SAW pun berangkat ke Tha’if dengan harapan
dapat membujuk Bani Tsaqif untuk menerima Islam.
Dengan
demikian, beliau dan pengikutnya akan
mendapatkan perlindungan dari gangguan kaum kafir Quraisy. Beliaupun berharap
dapat menjadikan Tha’if sebagai pusat gerakan dakwah.
Setiba
di sana, Rasulullah SAW mengunjungi tiga tokoh Bani Tsaqif secara terpisah
untuk menyampaikan risalah Islam. Namun apa yang terjadi???
Bani
Tsaqif bukan saja menolak ajaran Islam, bahkan mendengar pembicaraan Nabi SAW
pun mereka tidak mau. Rasulullah SAW diperlakukan secara kasar dan biadab.
Sikap
kasar mereka itu sungguh bertententangan dengan sikap bangsa Arab yang selalu
menghormati tamunya. Dengan terus terang mereka mengatakan bahwa mereka tidak
senang dengan Rasulullah dan pengikutnya tinggal di kota mereka. Semula Rasulullah
membayangkan akan mendapatkan perlakuan sopan diiringi tutur kata yang lemah
lembut , tetapi ternyata beliau diejek dengan kata-kata yang kasar.
Salah
seorang diantara mereka berkata sambil mengejek beliau dengan sangat kasar, ”Benarkah
Allah telah mengangkatmu sebagai pesuruh-Nya?”
Yang
lain berkata sambil tertawa,”Tidak dapatkah Allah memilih manusia selain kamu
untuk menjadi Pesuruh-Nya?”
Ada
juga yang berkata,”Jika engkau benar-benar seorang Nabi, aku tidak ingin
berbicara denganmu, karena perbuatan demikian itu akan mendatangkan bencana
bagiku. Sebaliknya, jika kamu seorang pendusta, tidak ada gunanya aku berbicara
denganmu.”
Menghadapi
perlakuan tiga tokoh Bani Tsaqif yang sedemikian kasar itu, Rasulullah SAW yang
memiliki sifat bersungguh-sungguh dan teguh pendirian, tidak menyebabkannya
berputus asa dan kecewa.
Setelah
meninggalkan tokoh-tokoh Bani Tsaqif yang tidak dapat diharapkan itu,
Rasulullah mencoba berdakwah di kalangan rakyat biasa. Namun kali ini pun
beliau mendapat kegagalan.
Mereka
mengusir Rasulullah SAW dari Tha’if dengan berkata,”Keluarlah kamu dari kampung
ini! Dan pergilah ke mana saja kamu suka!”
Ketika
Raulullah SAW menyadari bahwa usahanya tidak berhasil, beliau memutuskan untuk
meninggalkan Tha’if. Tetapi penduduk Tha’if tidak membiarkan beliau keluar
dengan aman. Mereka terus mengganggunya dengan melempari batu dan kata-kata
penuh ejekan.
Lemparan
batu yang mengenai Nabi SAW sedemikian hebat, tiap beliau bergeser dari suatu
tempat, lemparan batu bertubi-tubi mengenai tubuh beliau, sehingga tubuh beliau
berlumuran darah. Dengan berjalan tertatih-tatih dan tubuh bersimbah darah,
beliau dalam perjalanan pulang, Rasulullah SAW kemudian menjumpai tempat yang aman dari gangguan orang-orang jahat tersebut,
kemudian beliau berdoa dengan sambil meneteskan air mata mengadukannya kepada
yang Allah Jalazalluhu warahamatuh, ”Wahai Tuhanku, kepada Engkaulah aku
adukan kelemahan tenagaku dan kekurangan daya upayaku pada pandangan manusia.
Wahai Tuhan Yang Maha Rahim, Engkaulah Tuhannya orang-orang yang lemah dan
Engakaulah tuhanku. Kepada siapa Engkau menyerahkan diriku? Kepada musuh yang
akan menerkam aku atau kepada keluarga yang Engkau berikan kepadanya urusanku,
tidak ada keberatan bagiku asalkan Engkau tidak marah kepadaku. Sedangkan
afiat-Mu lebih luas bagiku. Aku berlindung dengan cahaya muka-Mu yang mulia
yang menyinari langit dan menerangi segala yang gelap dan atas-Nya lah teratur
segala urusan dunia dan akhirat. Dari Engkau menimpakan atas diriku
kemarahan-Mu atau dari Engkau turun atasku azab-Mu. Kepada Engkaulah aku adukan
halku sehingga Engkau ridha. Tidak ada daya dan upaya melainkan dengan Engkau.”
Demikian
sedihnya doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT oleh Nabi SAW sehingga Allah SWT
mengirimkan malaikat Jibril untuk menemuinya.
Setibanya
di hadapan Nabi, Jibril AS memberi salam seraya berkata,”Allah mengetahui apa
yang telah terjadi padamu dan orang-orang ini. Allah telah memerintahkan
malaikat-malaikat di gunung-gunung untuk menaati perintahmu.”
Sambil
berkata demikian, Jibril AS memperlihatkan barisan para malaikat itu kepada
Rasululah SAW.
Kata
malaikat itu, “Wahai Rasululah, kami sanggup menjadikan gunung di sekitar kota
itu berbenturan, sehingga penduduk yang ada di kedua belah gunung ini akan mati
tertintid. Atau apa saja hukuman yang engkau inginkan, kami siap
melaksanakannya.”
Mendengar
tawaran malaikat itu Rasulullah dengan
sifat kasih sayangnya berkata, ”Walaupun mereka menolak ajaran Islam, saya
berharap dengan kehendak Allah, keturunan mereka pada suatu saat nanti akan
menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya.” (Fadhail A’mal, Maulana Muhammad
Zakariyya al-Kandhalawi hal 520) Aji
Setiawan
Langganan:
Postingan (Atom)