Kita harus yakin bahwa Allah SWT Jala Jalalluhu Warahmatuhu,
Mahakuasa. Tak ada yang terlepas dari kekuasaan-Nya. Di ‘tangan-Nyalah’ segala
sesuatu. Allah Maha mengatur, Allah Maha berkehendak, Allah yang membuat
sesuatu menjadi mulia, dan Allah pula yang membuat sesuatu menjadi hina. Jika
Allah menghendaki sesuatu terjadi, meskipun sulit menurut kita, maka itu pasti
terjadi.
Kepercayaan akan semua ini, dalam pandangan Islam dikenal dengan sebutan
tawakal. Semakin kuat kepercayaan ini, maka akan semakin tebal rasa tawakal,
dan akhirnya rasa optimis dalam diri semakin bertambah. Dari rasa tawakal
inilah optimis berawal. Rasa optimis haruslah mengalahkan pesimis yang bisa
menyerang siapa saja. Jika ingin berhasil, kita harus bisa membangun rasa
optimis dalam diri dan kita memulainya dengan memupuk rasa tawakal kepada
Allah.
Optimis yang lahir dari tawakal itulah yang menyebabkan Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam dan para khalifah setelahnya bisa memenangkan banyak
pertempuran melawan orang kafir. Dalam berbagai medan peperangan, sebenarnya
pasukan muslim selalu kalah dalam hal jumlah prajurit, fasilitas persenjataan,
kelengkapan medis, dan lain sebagainya. Tetapi sejarah mencatat, kaum muslimin
hampir selalu meraih kemenangan dalam setiap pertempuran. Salah satu kuncinya
adalah optimisme dan keyakinan kepada kekuasaan Allah.
Pernah, kaum Muslimin agak pesimis. Yaitu, saat menghadapi Romawi di Perang
Yarmuk tahun 13 Hijriah. Jumlah prajurit dan perlengkapan senjata antara dua
pasukan sangat tidak berimbang. Pasukan Romawi mencapai 240.000 personel,
sedangkan jumlah pasukan Islam tidak sampai 30.000 personel. Melihat hal ini,
Panglima Khalid bin Walid, mencoba membangkitkan rasa optimisme pasukan Islam.
Ia berteriak, “Betapa sedikitnya pasukan Romawi dan betapa banyak pasukan
Islam. Banyak dan sedikit bukan dari jumlah prajurit. Pasukan dianggap banyak
jika ia menang dan sedikit jika ia kalah.”
Ketika itu optimisme pasukan Islam bangkit dan akhirnya mampu
memporak-porandakan pasukan Romawi.
Manusia, ketika dihadapkan pada hal-hal sulit atau menemukan sebuah tantangan
besar, maka ada dua pilihan yang harus dia ambil salah: maju menabrak dan
menjawab tantangan tersebut atau mundur tanpa melakukan apa-apa. Jika dia
memilih maju, maka ada dua kemungkinan yang bisa diraih, berhasil atau gagal.
Tapi, jika dia memilih diam tanpa ada usaha dan tindakan nyata, maka
kemungkinannya hanya satu, yaitu gagal. Dari ini, maka diperlukan pemupukan
sikap optimis dalam menghadapi setiap tantangan dan membuang jauh-jauh sikap
pesimis.
Optimis merupakan keyakinan diri dan merupakan salah satu sifat yang sangat
ditekankan dalam Islam. Dengan sifat optimis seseorang akan bersemangat dalam
menjalani hidup ini untuk menjadi lebih baik. Allah melarang dan tidak menyukai
orang yang bersikap lemah dan pesimistis baik dalam bertindak, berusaha, maupun
berpikir. Dalam al-Qur’an Allah berfirman (artinya):
“Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kalianlah orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kalian beriman.” (QS Ali Imran [3]: 139)
“Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kalianlah orang yang paling tinggi (derajatnya) jika kalian beriman.” (QS Ali Imran [3]: 139)
Rasulullah Muhammad shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda, ”Mukmin yang
kuat lebih baik dan lebih disukai Allah daripada mukmin yang lemah,…” (HR
an-Nasai dan al-Baihaqi)
Optimis berarti berusaha semaksimal mungkin dalam mencapai target atau standar
ideal. Adanya standar ideal dan visi-misi yang jelas bisa menjadi tolok ukur
dan memperjelas arah tujuan kita, agar hidup tidak sekadar mengalir begitu
saja. Dengan begitu kita bisa mengetahui di manakah posisi kita dalam standar
tersebut, sehingga bisa terpacu untuk menjadi lebih baik.
Memang tidak ada manusia yang sempurna, kenyataan tak selalu sesuai dengan
impian. Dalam mewujudkan niat dan rencana yang sudah dibuat, tak jarang kita
dihadapkan pada kondisi dan keadaan yang jauh berbeda dengan harapan. Namun,
yang terpenting dari semua itu adalah sejauh mana dan sekeras apa kita berusaha
mencapainya. Hal ini jika tidak dihadapi dengan sikap optimis, sabar, dan
disertai tawakal kepada Allah akan mempengaruhi pola pikir kita berikutnya.
Allah berfirman menceritakan doa hamba-Nya:
“Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau memberikan kekuasaan kepada yang Engkau
kehendaki dan mencabut kekuasaan kepada yang dikehendaki. Engkau memuliakan
yang Engkau kehendaki dan menghinakan yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah
segala kebaikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran
[3]: 26)
Dengan demikian, sikap optimis akan menjadi energi hidup yang terus menyala di
waktu yang tepat. Kita harus selalu menumbuhkan semangat pantang menyerah,
terus berdoa sambil berusaha, serta beramal dengan penuh keyakinan akan kekuasaan
Allah subhanahu wa ta’ala. Bila Allah berkehendak hal tersulit sekalipun akan
menjadi sangat mudah bagi kita. Jika belum mencoba, jangan mengatakan tidak
bisa. Seorang mukmin tidak boleh kalah sebelum berperang. (***) Aji Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar