Senin sore itu puluhan muda
mudi yang notabene adalah kebanyakan mahasiswa dan mahasiswi
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta duduk melingkar sembari
membaca Ratib Hadad. Memang setiap senin sore Paguyuban Seni Rukun
Rencang membiasakan membaca ratib ini untuk membentengi jamaah dengan
iman dan takwa. Selepas membaca Ratib Hadad, seorang ustadz kemudian
memberikan tausyiah singkat seputar keislmaan.
Paguyuban Seni Rukun Rencang
memiliki pengalaman sejarah yang cukup dinamis dan berliku meskipun
masih berusia muda. Group nasyid Rukun Rencang berdiri pada tanggal 6
Februari 2000 di basecamp Gandok, Tambakan, Jl. Kaliurang km 9.2,
Sleman Yogyakarta.
Cikal bakal berdirinya Rukun
Rencang sebenarnya sudah ada sejak bulan Agustus tahun 1999, tepatnya
sebelum kegiatan Pekan Ta’aruf (nama kegiatan seperti halnya ospek
kampus), Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia
(FTI UII) tahun 1999. Awalnya group rukun rencang ini terdiri
dari Mochamad Maruly Syarief (Aroel), Aji Setiawan (Mas Aji), Izzad
Sofyan Amrullah, Denny Fitanto, Kholid Haryono (Oon), Nandang Gumelar
dan Agham Satria Pristiwadji.
Rukun Rencang berdiri hanya
dengan bermodalkan keinginan, kemauan, keikhlasan dan alat seadanya.
Beberapa orang mencoba untuk menentramkan dan menyejukkan hati ini
dengan bershalawat. Orang-orang yang notabene menjadi aktivis di
kampus FTI UII ini merasa berubah suasana hatinya setelah melantunkan
shawalat.
Alat-alat yang digunakan sebagai
media bershalawat pada saat itu pun menggunakan alat-alat seadanya,
seperti ember, tembok dan alat-alat lain yang bisa menimbulkan bunyi.
Saat itu pun tidak ada perhatian dari lingkungan kampus dan bahkan
dianggap ‘kurang kerjaan’.
Dengan kemauan tersebut maka
cikal bakal dari Rukun Rencang tersebut memberanikan diri untuk
mengajak bershalawat secara terbuka pada mahasiswa baru FTI UII
secara khusus dan masyarakat kampus secara umum, pada acara Pekan
Ta’aruf, FTI UII bulan September tahun 1999.
Setelah pementasan yang pertama
kali di dalam kampus FTI UII, selang beberapa minggu, tepatnya pada
bulan Ramadhan tahun 1999, group nasyid FTI UII (nama awal dari Rukun
Rencang) mendapat undangan dari Fakultas Hukum, UII untuk mengisi
acara pentas seni dalam rangka merayakan malam Lailatul Qodar. Mulai
dari sinilah group nasyid FTI UII yang saat itu belum memiliki nama
mulai dikenal di luar lingkungan kampus FTI UII.
Dalam jangka waktu kurang lebih
dua bulan group nasyid FTI UII ini mengajak saudara-saudaranya yang
gemar bershalawat untuk bersama-sama mengkumandangkan shalawat.
Pada tanggal 6 Februari 2000
beberapa personel group nasyid FTI UII yang terdiri dari Mochamad
Maruly Syarief (Aroel), Izzad Sofyan Amrullah, Denny Fitanto, Kholid
Haryono (Oon), Nandang Gumelar, Agham Satria Pristiwadji, ditambah
beberapa personel baru yaitu Waskito Sukarno (Itho), Hendro Handoko,
Wiratno (Ciwir), Teuku Reza Pahlevi (Reza), Eva Desi, Ricca Laila
Rosemeilia (Icca), yang menginginkan shalawat lebih membumi dan tidak
terkesan eksklusif. Saat itu pula diproklamirkan berdirinya Group
Nasyid Alternatif Rukun Rencang dengan visi “Kita Bersama
Menjadi Umat Muhammad saw” dan misi “Bersama Kita
Membumikan Shalawat”.
Nama “Rukun Rencang” diambil
dari bahasa Jawa yang artinya teman-teman yang selalu rukun. Nama
tersebut diberikan oleh ibunda dari salah satu pendiri Rukun Rencang
– Agham Satria Pristiwadji.
Regenerasi
Selama kurang lebih satu tahun eksis, Rukun Rencang yang para anggotanya adalah mahasiswa tingkat akhir FTI UII memiliki keinginan untuk mencoba mencari kader yang nantinya akan menjadi penerus Rukun Rencang dalam membumikan shalawat.
Selama kurang lebih satu tahun eksis, Rukun Rencang yang para anggotanya adalah mahasiswa tingkat akhir FTI UII memiliki keinginan untuk mencoba mencari kader yang nantinya akan menjadi penerus Rukun Rencang dalam membumikan shalawat.
Sekitar pertengahan bulan Mei
tahun 2001, Rukun Rencang membuka pendaftaran untuk anggota baru.
Pada waktu itu pendaftaran dibuka untuk mahasiswa FTI UII saja, namun
tidak menutup kemungkinan apabila dikemudian hari anggotanya tidak
hanya mahasiswa FTI UII saja.
Dalam jangka waktu satu minggu
terdapat 40 mahasiswa yang antusias mendaftarkan diri menjadi anggota
Rukun Rencang. Dari situ timbul keinginan dari beberapa ersonel Rukun
Rencang untuk membuat sebuah paguyuban untuk menampung semua aspirasi
dari para anggota.
Tanggal 1 Juli 2001 pukul 15.10
wib di Wisma Kaliurang, telah dideklarasikan berdirinya Paguyuban
Seni Rukun Rencang, Yogyakarta, dengan jumlah anggota kurang lebih 65
orang. Berawal dari situ lah maka Paguyuban Seni Rukun Rencang
bertekad dan berikhtiar untuk tetap membumikan shalawat dengan
menggunakan musik sebagai medianya.
Rukun Rencang merupakan sebuah
komunitas seni yang didirikan untuk membina kerukunan atau ukhuwah
antara sesama anggotanya. Pemilihan bentuk paguyuban sebagai wadah
untuk mengekspresikan diri dikarenakan sistem birokrasi yang dimiliki
oleh organisasi yang dinilai terlalu bertele-tele dan tidak efektif
waktu.
“Suatu kreativitas, lebih-lebih
kreativitas seni akan susah dikembangkan apabila terkurung oleh
aturan-aturan yang menghambatnya, dari sisi waktu,” lanjut Maruli
Syarief.
Paguyuban. dalam arti
katanya, paguyuban bisa diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan
orang-orang yang sepaham untuk membina persatuan atau kerukunan di
antara para anggota. Rukun Rencang merupakan suatu aktivitas
mahasiswa kampus yang ingin guyub dan berkreasi seni dalam
koridor shalawat. Secara otomatis dengan dipilihnya bentuk paguyuban
inilah aturan-aturan yang ditetapkan oleh para pendiri bersifat lebih
humanis, bebas, tidak ingin merasa terbatasi oleh birokrasi yang
berbelit-belit.
Semangat
“Seperti halnya organisasi yang memiliki Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Rukun Rencang yang berbentuk paguyuban juga memiliki hal yang mirip, hanya saja penyebutannya bukan AD/ART, tetapi diganti dengan nama lain yaitu : Semangat,” kata Mohammad Maruli Syarief ,salah satu sesepuh Rukun Rencang Yogyakarta.
“Seperti halnya organisasi yang memiliki Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Rukun Rencang yang berbentuk paguyuban juga memiliki hal yang mirip, hanya saja penyebutannya bukan AD/ART, tetapi diganti dengan nama lain yaitu : Semangat,” kata Mohammad Maruli Syarief ,salah satu sesepuh Rukun Rencang Yogyakarta.
Kembali ke khitah, inilah sebutan
untuk proses mengembalikan budaya-budaya yang telah dimunculkan oleh
para pendiri paguyuban Rukun Rencang. Budaya silaturahim, budaya
saling menghargai, budaya bekerja dengan niat ibadah, budaya
berkreativitas dimana kesemuanya merupakan budaya yang tidak lekang
oleh jaman dan masih relevan ketika dijalankan untuk masa yang
panjang. Budaya-budaya seperti itulah yang akan mendukung para
anggota paguyuban untuk memupuk diri dalam mendapatkan nilai-nilai
manusia yang tidak diajarkan di bangku perkuliahan.
Para anggota paguyuban yang
terdiri dari berbagai suku dari berbagai penjuru di Indonesia ini
menyatukan dan meleburkan diri di dalam paguyuban. Interaksi di
dalamnya bukan merupakan interaksi yang kaku dan formal. Tetapi lebih
interaksi yang melibatkan emosional dan bersifat persaudaraan dan
kekeluargaan.
Bentuk perhatian satu sama lain
antar anggota membuat kondisi dalam paguyuban terasa hangat seperti
halnya sebuah keluarga. Ketika salah seorang dari anggota mendapatkan
musibah, maka hampir semua anggota paguyuban mengetahui kondisi
tersebut. Dan informasi yang bergulir sangat cepat. Segala bentuk
perhatian, seperti mendatanginya, atau sekedar mengirimkan pesan
singkat sms sebagai bentuk perhatian, hal ini menjadi budaya yang
indah dalam suatu komunitas. Kehangatan dan perhatian ini adalah
suatu hal yang mudah dan biasa, tetapi menimbulkan efek yang luar
biasa dalam diri pribadi anggota paguyuban. Dan kondisi-kondisi
seperti itulah dimana anggota paguyuban belum pernah mendapatkannya
di komunitas lain.
Budaya mengirimkan doa untuk
anggota yang sedang tertimpa musibah merupakan budaya yang jarang
ditemui di komunitas-komunitas lain. Sebuah budaya yang sederhana
namun istiqomah inilah yang melahirkan manusia-manusia yang loyal dan
menjadi militan, serta memiliki rasa kepemilikan yang besar terhadap
paguyuban.
Bisa disebut juga bahwa paguyuban
ini sebagai tempat rehabilitasi bagi orang-orang yang ingin berubah
menjadi manusia yang lebih baik. Berubah dan berpindah dari kehidupan
yang kelam, menjadi kehidupan yang indah dan diridhoi.
Metode-metode dakwah yang
diterapkan merupakan metode yang dibutuhkan oleh orang-orang yang
jauh dari agama. Hal ini didukung oleh bentuk paguyuban yang tidak
kaku dan menurunkan sifat ke-egoisan antar anggota paguyuban. Sebuah
cara berdakwah secara bertahap, berproses dan istiqomah. Karena
manusia berubah memerlukan sebuah proses. Bukan sebuah penghakiman
atas dirinya yang pernah melakukan kesalahan.
Seumur Hidup
“Ada sebuah keistimewaan lain
yang terdapat dalam paguyuban ini, yaitu sifat keanggotaan paguyuban
yang ‘seumur hidup’. Tidak ada istilah alumni atau keluar dari
paguyuban seni Rukun Rencang. Ketika menjadi anggota paguyuban, maka
secara otomatis dirinya menjadi anggota Rukun Rencang. Sampai
kapanpun, “ Tebe, salah satu personel grup Rukun Rencang kepada
alKisah baru-baru ini.
Karena anggota paguyuban ini
semakin hari semakin bertambah, maka cara untuk menjaga hubungan
silaturahmi menjadi titik fokus dan pemikiran, karena jarak yang jauh
memisahkan ketika anggota paguyuban tersebar di penjuru daerah.
Dengan adanya sifat keanggotaan
yang seumur hidup inilah para anggota yang pasif beraktivitas di
paguyuban menjadi tidak sungkan lagi untuk kembali mengakrabkan diri
ke paguyuban.
Komunikasi masih terjalin antara
para anggota paguyuban baik yang aktif mengurus paguyuban dengan yang
telah pasif, karena jarak yang jauh memisahkan. Tetapi jarak yang
jauh bukan kendala bagi mereka. Komunikasi melalui email, website,
sms, telepon, chatting, dan bahkan surat menjadi hal yang biasa
digunakan untuk mempertahankan silaturahim yang telah ada. Kehangatan
kekeluargaan. Kasih sayang. Perhatian. Rasa rindu. Ataupun sekedar
mencari informasi terkait paguyuban, menjadikan paguyuban seni Rukun
Rencang sebuah rumah kedua bagi mereka.
Kegiatan rutin lain selain
ratiban tiap hari senin, Grup Rukun rencang Yogyakarta juga aktif
mengikuti festival budaya yang ada di Yogyakarta, seperti FKY
(Festival Kesenian Yogyakarta), Festival Musik Se-DIY, tentu saja
aktif di kegiatan-kegiatan kampus di UII sendiri. Selain itu juga
Rukun rencang menerima tawaran show dari berbagai even organiser seni
yang ada di DIY bahkan luar daerah, samapi termasuk untuk mengisi
hiburan acara mantenan. Secara jadwal acara sudah sangat padat, kalau
untuk mengisi acara, paling tidak harus booking waktu satu
bulan sebelumnya.
Bagi
pembaca yang ingin berkomunikasi dengan pengelola Rukun Rencang
Yogyakarta bisa menghubungi melalui Email : rukunrencang@gmail.com,
Phone : 0857.6620.8889, FB : Facebook
RR, Twit : @rukunrencang.
Khusus bulan Maulid, Rukun
Rencang menyelenggarakan acara maulidan secara besar-besaran tiap
tahun. Beberapa waktu yang lalu pernah mengundang Habib Alwi bin Ali
bin Alwi bin Ali bin Muhammad Husein Al Habsyi dan juga Habib Syech
bin Abdul Qadir Assegaf dari Surakarta. Acara terakhir yang diisi
Rukun Rencang adalah menjadi musik pendamping pada acara Damai
Indonesiaku (TVOne) dan musik Religi di TVRI Yogyakarta (***) Aji
Setiawan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar