Oleh : Aji Setiawan
Hidup memang medan ujian. Setiap kita pasti mengalami
kondisi buruk dan sempit sebagai bagian dari kehidupan. Tapi ujian kesempitan
itu tidak berarti sebagai beban, hukuman atau kesulitan yang tak mempunyai arti
di sisi Allah SWT. Ujian yang di alami setiap hamba Allah SWT, sebenarnya salah
satu bentuk kebaikan Allah. Korelasi ujian dan kebaikan Allah SWT itu jelas
dipaparkan Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan pada
dirinya maka Dia menimpakan cobaan kepadanya.・ (HR Bukhari).
Musibah, ujian dan kesulitan dalam hidup ini sebenarnya
syarat agar kita bisa meraih sesuatu yang lebih baik, antara lain mendapatkan
lipatan pahala dari Allah SWT. Berbeda dengan kenikmatan, kesempitan adalah
sesuatu yang tidak disukai hawa nafsu. Berat rasanya SWT akan mengganjarnya
dengan surga. Sesungguhnya surga hanya bisa di raih dengan sesuatu yang tidak
disukai hawa nafsu manusia.
Rasulullah SAW bersabda, “Surga itu dikelilingi dengan
hal-hal yang tidak disukai (i hawa nafsu) dan sedangkan neraka itu dikelilingi
dengan hal-hal yang disukai hawa nafsu.”. (HR. Bukhari dan Muslim). Dan
dipertegas lagi dalam sabda beliau,”Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang
tidak disukai (oleh hawa nafsu) dan sedangkan neraka itu dikelilingi dengan
hal-hal yang disukai hawa nafsu.(HR. Bukhari dan Muslim).”
Kesabaran dan keridhaan kita menerima musibah adalah
kunci untuk membuka pintu surga, dan tidak ada baladan bagi orang yang bersabar
dan ridha menerima takdir Allah melainkan surga. Allah swt berfirman dalam
hadits Qudsi, tiada suatu balasan yang lebih pantas di sisi-Ku bagi hamba-Ku
yang beriman, jika Aku telah mencabut nyawa seseorang yang disayangi-nya dari
penghuni dunia ini kemudian dia bersabar atas hal itu melainkan surga”. (HR.
Bukhari)
Saat kita dilanda musibah apapun bentuknya, ketika kita
terbaring sakit, merasakan kesempitan hidup, terluka, terdzalimi, kehilangan
orang yang dikasihi, ingatlah bahwa Allah SWT menganugerahkan bentuk cinta-Nya
kepada kita. Renungkanlah hadits Rasululullah SAW, “Sesungguhnya besarnya
pahala tergantung seberapa beratnya ujian, Dan sesungguhnya Allah apabila
mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka, barangsiapa yang ridha (menerima
cobaan dan ujian itu), maka dia mendapatkan keridhaan, dan barangsiapa yang
murka (tidak ridha menerima cobaan dan ujian itu), maka dia mendapat
kemurkaan.” (HR. At Tirmizi)
Kesempitan, rasa sakit secuil apapun bagi seorang Mukmin
pasti memberi efek kebaikan pada dirinya. Rasulullah SAW menyebutkan, bahwa
semua rasa sakit yang dialami seorang Muslim bisa menaikkan derajat orang
tersebut di sisi Allah SWT, dan menghapuskan kesalahan orang tersebut.
Perhatikanlah sabdanya, “Adalah seorang Muslim tertusuk duri atau yang lebih
dari sekedar itu, melainkan ditetapkan baginya karena hal itu satu derajat dan menghapus
pula satu kesalahan karena hal itu.・ (HR.
Muslim)
Lihatlah sabda Rasulullah SAW lain, yang menyebutkan,”Bencana
selalu menimpa seorang Mukmin dan Mukminah pada dirinya, anaknya dan hartanya,
sehingga dia bertemu dengan Allah SWT, dalam keadaan tidak memiliki kesalahan”.
(HR. At Tirmizi, Ahmad dan Al Hakim). Rasulullah SAW juga bersabda, ”Tiada
seorang mukmin yang mengalami kesusahan terus menerus, kepayahan, penyakit dan
juga kesedihan, bahkan sampai kepada kesusahan yang menyusahkannya, melainkan
akan dihapuskan dengan hal itu dosa-dosanya”. (HR Muslim).
Terkadang, ujian itu juga datang melalui beragam
tantangan dan pengorbanan yang kita lakukan di jalan Allah SWT, yang tidak
habis-habis. Lalu kita bersabar dan tetap berprasangka baik kepada Allah SWT.
Dan hal itulah yang menyebabkan kita mendapat kedudukan tinggi di sisi Allah
swt. Perhatikanlah baik-baik keterangan terkait hal ini dari hadits yang
disampaikan Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
seseorang benar-benar memiliki kedudukan di sisi Allah, namun tiada suatu amal
apapun yang bisa menghantarkannya ke kedudukan tersebut, maka Allah memberikan
cobaan kepadanya secara silih berganti dengan sesuatu yang tidak dia sukai,
sehingga Allah mengantarkannya untuk sampai kepada kedudukan tersebut”. (HR.
Abu Ya’laa, Ibnu Hibban Al-Hakim)
Al-Qur’an menyebutkan manusia mempunyai karakter zaluumun kaffar, yakni zalim dan kufur terhadap nikmat Allah SWT. Banyak di antara kita yang lupa
menjalani kewajiban bersyukur kepada Allah swt, meski telah diberikan guyuran
kenikmatan yang banyak. Malah justru yang sering dirasakan manusia adalah,
menganggap diri sendiri selaku orang yang paling berat masalahnya, paling berat
beban hidupnya, paling sulit kondisinya. Kita kerap merasakan mendapat musibah,
kesulitan, ujian yang sungguh berat, tapi melupakan ragam kenikmatan,
kemudahan, dan kemurahan Allah swt yang sangat jauh lebih banyak. Dan
kenikmatan, kemudahan serta kemurahan itu bisa dirasakan ketika kondisi sudah
berubah menjadi sebaliknya.
Kenikmatan dan kemudahan sering memancing diri untuk
bersikap sombong, angkuh, bangga dan ujub lantaran seseorang merasa ia bisa
melakukan apa saja yang diinginkan. Namun dengan adanya musibah dan ujian yang
Allah SWT berikan, maka penyakit-penyakit hati seperti itu bisa sirna, lalu
jiwa menjadi bersih karena rahmat dan karunia Allah. Imam Ibnul Qayyim RA
mengatakan, Hati dan ruh bisa mengambil pelajaran yang bermanfaat dari
penderitaan dan penyakit, kebersihan hati dan ruh itu tergantung sejauh mana penderitaan
jasmani dan kesulitannya. Lebih
lanjut, Ibnu Qayyim RA mengatakan, Kalau bukan karena cobaan dan musibah di
dunia ini, niscaya manusia terkena penyakit hati seperti: al kibr (kesombongan), al
ujub (bangga diri), dan al qaswah
(keras hati). Padahal sifat-sifat itulah uang menyebabkan kehancuran bagi
seseorang di dunia dan di akhirat. Di antara rahmat Allah, kadang-kadang
manusia tertimpa musibah, shingga dirinya terlindungi dari berbagai penyakit
hati dan terjaga kemurnian ubudiyyah
(kepada Allah). Mahasuci Allah yang merahmati manusia dengan musibah dan ujian”.
Maka, harusnya kesulitan dan musibah mendorong kita lebih
merasakan kekerdilan di hadapan Allah swt. Ketika itulah kita lebih mendalami
makna ketundukan, kepasrahan dan ketawakkalan kepada Allah SWT. Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul kepada umat-umat sebelummu,
kemudian Kami timpa mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan, supaya merka
bermohon (kepada Allah) dengan tunduk dan merendahkan diri.” (QS. Al-An’am:42)
(***)
Honorarium via tranfer
melalui Rek Bank Mandiri KCP Purbalingga
dengan Nama: Aji Setiawan, ST No Rekening: 139-00-1091517-5
Tidak ada komentar:
Posting Komentar