Banyak
cara dilakukan manusia untuk meraih kebahagiaan. Sebagian mereka beranggapan
bahwa kebahagiaan bisa diraih dengan banyaknya harta, kedudukan yang
terpandang, dan popularitas yang pantang surut. Tak heran bila manusia
berlomba-lomba mendapatkan itu semua, termasuk dengan menggunakan segala cara.
Lantas apakah bila seseorang sudah menjadi kaya raya, terpandang, dan terkenal
otomatis menjadi orang yang selalu bahagia? Ternyata tidak! Kalau begitu,
bagaimana cara meraih kebahagiaan yang benar?
Sebenarnya
kebahagiaan hidup yang hakiki dan ketenangan hanya didapatkan dalam agama Islam
yang mulia ini. Sehingga yang dapat hidup bahagia dalam arti yang sebenarnya
hanyalah orang-orang yang berpegang teguh dengan agama ini. Ada beberapa cara
yang diajarkan agama ini untuk dapat mencapai hidup bahagia. Allah
SWT berfirman: “Siapa
yang beramal shalih baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman,
maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan membalas
mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan.”
(An-Nahl: 97)
Allah SWT
berjanji untuk memberikan kehidupan yang baik baginya di dunia dan membalasnya
di akhirat dengan pahala yang lebih baik daripada amalannya. Kehidupan yang
baik mencakup seluruh kesenangan dari berbagai sisi. Diriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas RA dan sekelompok ulama bahwa mereka
menafsirkan kehidupan yang baik (dalam ayat ini) dengan rezki yang halal lagi
baik (halalan thayyiban), sementara Ali bin Abi Thalib RA
menafsirkannya dengan sifat qana’ah (merasa cukup), demikian pula yang
dikatakan Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah dan Wahb bin Munabbih. Berkata ‘Ali bin Abi
Thalhah dari Ibnu ‘Abbas: “Sesunggguhnya kehidupan yang baik itu adalah
kebahagiaan.”(Tafsir Ibnu Katsir, 4/421).
Pintu Kebahagiaan lainnya adalah banyak mengingat Allah (berdzikir)
karena dengan dzikir kepada-Nya akan diperoleh kelapangan dan ketenangan, yang
berarti akan hilang kegelisahan dan kegundah gulanaan. Allah SWT
berfirman: “Ketahuilah dengan mengingat (berdzikir)
kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28).
Bersandar
kepada Allah dan tawakkal pada-Nya, yakin dan percaya kepada-Nya dan
bersemangat untuk meraih keutamaan-Nya. Dengan cara seperti ini seorang hamba
akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa serta gundah gulana.
Allah SWT berfirman: “Siapa
yang bertawakkal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3).
Jalan menggapai pintu kebahagiaan dapat juga diperoleh dengan
perhatian dengan apa yang sedang dihadapi disertai permintaan tolong kepada
Allah SWT, tanpa banyak berangan-angan (terhadap
perkara dunia) untuk masa yang akan datang karena akan berbuah kegelisahan
disebabkan takut/ khawatir menghadapi masa depan (di dunia) dan juga tanpa
terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah berlalu
tidak mungkin dapat dikembalikan dan diraih. Rasulullah SAW
bersabda: “Bersemangatlah untuk memperoleh apa
yang bermanfaat bagimu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah.
Bila menimpamu sesuatu (dari perkara yang tidak disukai) janganlah engkau
berkata: “Seandainya aku melakukan ini niscaya akan begini dan begitu,” akan
tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan
lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan
syaithan.” (HR. Muslim).
Senantiasa
mengingat dan menyebut nikmat yang telah diberikan Allah SWT,
baik nikmat lahir maupun batin. Dengan melakukan hal ini seorang hamba
terdorong untuk selalu bersyukur kepada-Nya sampaipun saat ia ditimpa sakit
atau berbagai musibah lainnya. Karena bila ia membandingkan kenikmatan yang
Allah SWT limpahkan padanya dengan musibah yang
menimpanya sungguh musibah itu terlalu kecil. Bahkan musibah itu sendiri bila
dihadapi dengan sabar dan ridha merupakan kenikmatan karena dengannya dosa-dosa
akan diampuni dan pahala yang besar pun menanti.
Selalu
melihat orang yang di bawah dari sisi kehidupan dunia misalnya dalam masalah
rezki karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang
diberikan-Nya kepada kita. Rasulullah SAW
bersabda: “Lihatlah orang yang di bawah kalian dan
jangan melihat orang yang di atas kalian karena dengan (melihat ke bawah) lebih
pantas untuk kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada
kalian.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
“Ya
Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang agama ini merupakan penjagaan perkaraku,
dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya, dan perbaikilah
bagiku akhiratku yang merupakan tempat kembaliku, dan jadikanlah hidup ini
sebagai tambahan bagiku dalam seluruh kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai
peristirahatan bagiku dari seluruh kejelekan.” (HR. Muslim). Wallahu ta‘ala a‘lam bish-shawab. (***)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar