Catatan catatan Kecilku
Saya pelajar baru lulus SMA. Tidak berlatar santri atau pesantren, mengaji biasa membaca Qur’an dan Kitab dengan Kyai, bahasa arabnya Kyai itu ustadz yang artinya guru, digugu dan ditiru. Belakangan saya baru mengerti kalau sanad, keterkaitan ijazah keilmuan itu ternyata bersambung-sambung sampai Rasulullah SAW.
Ceritanya begini, guru saya berguru dengan gurunya guru saya. Guru-gurunya saya belajar dengan kyai. Kyai belajar dengan kyai-kyai sebelumnya sampai jaman gurunya pun pernah belajar bersama tabiit, tabiin..sahabat, sampai lah sahabat pernah belajar langsung kepada Baginda Yang Mulia Rasulullah SAW. Mata rantai keilmuannya jadi bisa dipertanggungjawabkan. Rasulullah SAW bukan Tuhan, dalam menyembah bukan menyembah Kuburan Rasulullah SAW.
Singkat kata, saya lepas SMA, rasanya masuk kuliah kok beda. Aku merasa tidak betah kuliah. Setiap hari hanya main, malas-malasan. Aktifitas politik, jadi pemain jalanan. Mengaji, lewat pengajian. Kok beda ya? Isinya kritik semua. Kalau yang rada thariqah, ndak saya ceritakan, sebab tiap malam Jumat, tahlilan dan dzikir kalimat thayibah di sebuah musola kecil di Mlangi, Sleman...
Masuk kelas ekstrakulikuler ekstra kampus pun demikian, fokus group diskusi, nalar kritis. Pendekatan. Enak juga, di Bantul belajar langsung dengan Pembantu Rektor I UII Yogyakarta. Kurang puas, cerita nasionalisme. Berhari-hari kita diskusi dan menulis makalah. Aku merasa ada tradisi baru, menolak sekolah.
Menjawab soal-soal dengan akal dan referensi yang di dapat di ruang-ruang perpustakaan. Kepala ini ada ruang otak,tempurung dan panca indera, aku rawat dengan puasa. Selain irit, ada cara mengendurkan ketegangan yang luar biasa. Ada cara meraih hidayah dan menembus ruang maunah dalam masa penyembuhan...Sering kulafalkan pada tiap shalat dzikir penyembuhan, sugesti bahwa sudah benar benar merasa sembuh. Y
Coba perhatikan kata berikut: menolak lupa, lawan, bebaskan dari rasa takut,dan sederet kata-kata pembebasan. Rasanya yang pernah membaca tulisan yang jarang ter ekspos media itu menjadi bahasa pamplet dan demonstran. Kok ada yang belum merasakan nikmatnya kemerdekaan..Ada ketidakadilan dan ketertindasan.
Sakitkah saya? Dokter menyatakan sehat jasmani dan ruhani. Entahlah catatan rekam medis, paling tekanan darah tinggi. Humorku kadang keluar nakal begitu saja, sebab bacaanku bukan orang sekolahan, yang keluar tentu bukan teori-teori sebagaimana gaya bertutur dan penuh argumentasi akademis. Jadi kita bercerita saja, membagi kisah untuk mengobati rasa kangen rindu. Sebab ruang rindu itu serasa di bangun dalam alam mimpi, berada jauh di muka di masa depan hari esok dan mendatang.
Tulisanku tidak mengabarkan, aku ingin membangun masa depan.Aku tidak menulis kemarin-kemarin atau hari ini. Tapi mimpi masa depan. Welfare State, itu bermula di Inggris itu saja abad 16 dan 17 M. Kemakmuran Eropa tentu tak mudah diterapkan di Indonesia. Indonesia dengan Inggris jelas beda.
Kenapa welfare state tidak dibangun berdasar jaman Rasulullah SAW pada abad 7 M (Baldatun Thoyibatun Warrobun Ghofur), atau jaman Wali Songo 12 M??? (Gemah Ripah Loh Jinawi) Kok berkiblat Eropah???
Sebab Indonesia dibangun atas asas mufakat bersama. Sering dalam permufakatan rapat resmi dan tak resmi di kalangan aktivis kampus kita membangun kesepakatan. Kalau kita sepakat sandal dikatakan sepatu, atas permufakatan bersama, sandal kita katakan sepatu, padahal ia sandal yang modelnya berselempang tali di belakang, kecuali sandal jepit.
Pun demikian dengan cita-cita bersama yang kemudian di tulis menjadi bahasa keren visi dan misi dan diturunkan ide-ide yang melangit itu menjadi tema-tema kegiatan beserta anggaran yang diperlukan. Disusun rapi bahasa-bahasa keinginan penuh tujuan luhur dan diracik sedemikian rupa menjelma menjadi sebuah proposal. Proposal kita tawarkan kepada siapa saja yang mau, menjadi sponsor atau partisipan.
Program pembangunanisme ini berbasis kerja-kerja aktif dari seluruh hajat hidup orang banyak. Membrantas pengangguran, kemiskinan dan keterbelakangan. “Bismika allohuma a’udzubika minal buhli wal kasali,”
Melawan malas dengan bekerja. Mosok dungo thok...tok, klethak kuwe tasbeh! Kuncinya predikat; mengelas, macul, matun, mupuk, manen, mroduk, adol dlsb, yang jelas jangan makan itu itu saja. Sebab kalau tinggal makan saja, takutnya jadi konsumtif bukan produktif.
Dengan basis produksi yang tidak sekedar menyediakan bahan baku saja. Tapi memprosesnya dan mempunyai keunggulan distributif serta komparatif kita mampu bersaing mewujudkan cita-cita ekonomi yang mandiri,berdaulat, adil dan tentu saja ujungnya adalah kemakmuran.
Gerakan ekonomi ini tidak bisa dibangun sendirian, harus bersama-sama dengan siapa saja yang bersepakat mewujudkan mimpi masa depan yang lebih baik dari hari hari kemarin.Menemukan kawan lama; ”Kamu ini bisanya nandur , merawatnya dan manen tidak pernah?”
Kebaikan diniatkan dengan bismillah, semoga ada manfaat insya Allah SWT memberi keberkahan ternyata mulai berbuah. Anda tanam pohon kelapa, puluhan tahun, berapa kali anda mupuk? Anda tanam singkong, berapa kali anda menyiangi? Jadi kalau panen, tergantung perawatannya juga (service).
Menjadi pertapa. Membaca kembali. Menolak menulis berita. Bisaku kalau dibiasakan, jadi biasa. Saya coba mencoba lagi. Gagal maning(lagi) son! Gagal maning... Menjadi sunyi, aku menyapa kerinduanku dengan menulis apa saja. Bercerita tentang kita, antara aku dan dikau...engkau membaca tulisanku, aku menulis yang sedang kamu baca. Kalau setuju, cari di kios-kios buku atau koran saja. Pilihen...Tuku dab, mosok tuku togel? Memang di kios ada togel? Jangankan togel, judi mobil yang mau lewat jenisnya bus, colt, truk saja bisa ditebak? Ciu dan wiski, pil koplo, cimeng kadang ada. Tapi yang tidak di semua kios rokok. Dulu di warung remeng-remeng, barang-barang kayak gituan buuuanyak.
Kok tahu?
Sialan lu, emangnya gue pecandu? Ndasmu atos?
Ngene tek ceritani...ceritanya begini. Saat itu saya senang bedagang. Lapar baanget, mampirlah di warung remeng-remeng. Warung sego kucing, kaget saya bukan kepalang.
“Mas mau pil koplo?”
“Opo kuwi pak?”
“Men iso tengleng?”
Ndak mudheng saya, koplo, tengleng...Pil koplo itu pada adalah pil BK sejenis pakan Asu biar tidak galak dan buas.
Tentu kita ingin keluar dari masa kelam, kita akan keluar dari masa kegelapan masa silam. Membangun masa depan bersama, sebagaimana para pendahulu kita sebuah kemerdekaan bersama atas penjajahan kolonial. Dengan apa? Dengan cita-cita, kerja sama, persatuan, kerja keras serta kerja cerdas. Mari...
Bisa panjang kalau saya bicara, kaset saja ada selesainya. Film ada tamatnya. Ini bisa jadi Sinetron yang bisa bersambung. Bersambung lagi...Jadi saya akhiri saja pertemuan kita, bila ada tutur kata yang tidak berkenan saya mohon maaf dan terimakasih atas perhatian anda sekalian.
The End
Tidak ada komentar:
Posting Komentar